Sejarah Baru di Hagia Sophia
loading...
A
A
A
Hagia Sophia pertama kali dibangun sebagai gereja pada periode Bizantium dan kemudian menjadi masjid setelah Sultan Ottoman Mehmed II menaklukkan Istanbul pada 1453. Pada 1934 Pemerintah Turki mengubah masjid ikonik itu menjadi museum. (Baca juga: Warga Tionghoa di DIY Boleh Punya Hak Milik Tanah)
Pada tahun 537 atau setelah pembangunan katedral rampung, kota ini menjadi tempat kedudukan pimpinan gereja ortodoks. Upacara kenegaraan Kekaisaran Bizantium seperti penobatan dilangsungkan di bangunan tersebut. Hagia Sophia menjadi rumah bagi Gereja Ortodoks Timur selama hampir 900 tahun, tetapi sempat dilarang pada periode singkat di abad ke-13 ketika tempat ini diubah menjadi Katedral Katolik Roma di bawah kontrol pasukan invasi dari Eropa selama Perang Salib Keempat.
Namun pada 1453 Kekhalifahan Utsmaniyah di bawah Sultan Mehmed II atau Muhammad al-Fatih menguasai Konstantinopel dan mengganti namanya menjadi Istanbul serta mengakhiri Kekaisaran Bizantium untuk selamanya. Saat memasuki Hagia Sophia , Mehmed II bersikeras untuk merenovasi dan mengubahnya menjadi masjid. Dia menghadiri salat Jumat pertama di gedung itu. Para arsitek Utsmaniyah kemudian menghapus atau menutupi simbol-simbol Kristen Ortodoks di dalam bangunan itu dan menambahkan menara ke dalam strukturnya.
Hingga selesai pembangunan Masjid Biru di Istanbul pada 1616, Hagia Sophia adalah masjid utama di kota tersebut dan arsitekturnya mengilhami pembangunan Masjid Biru dan beberapa masjid lain di sekitar kota maupun dunia.
Setelah berakhirnya Perang Dunia I pada 1918, Kekaisaran Utsmaniyah yang mengalami kekalahan dipecah-pecah wilayahnya oleh negara-negara Sekutu sebagai pihak yang menang. Sejak dibuka kembali untuk umum dan museum pada 1935, tempat ini menjadi salah satu tempat wisata paling banyak dikunjungi di Turki.
Masih Polemik
Upaya mengubah kembali Hagia Sophia menjadi masjid masih menyisakan polemik panjang. Langkah Erdogan dinilai kental nuansa politik sebagai upaya pengalihan isu dan menarik perhatian rakyat Turki dari krisis ekonomi.
Banyak jajak pendapat di Turki mendukung upaya untuk mengubah kembali Hagia Sophia menjadi masjid. Namun Erdogan kini sedang menyiapkan pemilu sela. Dia juga memanfaatkan momen itu agar partainya, AKP, yang sedang tidak populer kembali meraih dukungan. Erdogan dinilai ingin memperkuat legasinya. Dia ingin mengubah Turki dari negara sekuler menjadi negara Islam.
“Dengan mengubah Hagia Sophia menjadi masjid, hal itu akan menandai berakhirnya parenthesis,” kata Selim Koru, analis dari Tepav, think tank di Ankara. Parenthesis identik dengan pemerintahan Kemal Attaturk pada 1920-an yang cenderung sekuler. (Baca juga: 8 Remaja Jadi Tersangka Tawuran Berdarah di Kota Bekasi)
Pengamat politik Timur Tengah dari Binus University Tia Mariatul Kibtiah mengatakan tidak ada yang aneh dengan langkah Erdogan. Senada dengan Selim Koru, Kibtiah menilai sejak awal kemunculan di dunia politik Erdogan selalu membawa bendera agama. Dia ingin mengubah Turki yang liberal dari era Kemal Attaturk yang menghapus simbol-simbol agama.
Pada tahun 537 atau setelah pembangunan katedral rampung, kota ini menjadi tempat kedudukan pimpinan gereja ortodoks. Upacara kenegaraan Kekaisaran Bizantium seperti penobatan dilangsungkan di bangunan tersebut. Hagia Sophia menjadi rumah bagi Gereja Ortodoks Timur selama hampir 900 tahun, tetapi sempat dilarang pada periode singkat di abad ke-13 ketika tempat ini diubah menjadi Katedral Katolik Roma di bawah kontrol pasukan invasi dari Eropa selama Perang Salib Keempat.
Namun pada 1453 Kekhalifahan Utsmaniyah di bawah Sultan Mehmed II atau Muhammad al-Fatih menguasai Konstantinopel dan mengganti namanya menjadi Istanbul serta mengakhiri Kekaisaran Bizantium untuk selamanya. Saat memasuki Hagia Sophia , Mehmed II bersikeras untuk merenovasi dan mengubahnya menjadi masjid. Dia menghadiri salat Jumat pertama di gedung itu. Para arsitek Utsmaniyah kemudian menghapus atau menutupi simbol-simbol Kristen Ortodoks di dalam bangunan itu dan menambahkan menara ke dalam strukturnya.
Hingga selesai pembangunan Masjid Biru di Istanbul pada 1616, Hagia Sophia adalah masjid utama di kota tersebut dan arsitekturnya mengilhami pembangunan Masjid Biru dan beberapa masjid lain di sekitar kota maupun dunia.
Setelah berakhirnya Perang Dunia I pada 1918, Kekaisaran Utsmaniyah yang mengalami kekalahan dipecah-pecah wilayahnya oleh negara-negara Sekutu sebagai pihak yang menang. Sejak dibuka kembali untuk umum dan museum pada 1935, tempat ini menjadi salah satu tempat wisata paling banyak dikunjungi di Turki.
Masih Polemik
Upaya mengubah kembali Hagia Sophia menjadi masjid masih menyisakan polemik panjang. Langkah Erdogan dinilai kental nuansa politik sebagai upaya pengalihan isu dan menarik perhatian rakyat Turki dari krisis ekonomi.
Banyak jajak pendapat di Turki mendukung upaya untuk mengubah kembali Hagia Sophia menjadi masjid. Namun Erdogan kini sedang menyiapkan pemilu sela. Dia juga memanfaatkan momen itu agar partainya, AKP, yang sedang tidak populer kembali meraih dukungan. Erdogan dinilai ingin memperkuat legasinya. Dia ingin mengubah Turki dari negara sekuler menjadi negara Islam.
“Dengan mengubah Hagia Sophia menjadi masjid, hal itu akan menandai berakhirnya parenthesis,” kata Selim Koru, analis dari Tepav, think tank di Ankara. Parenthesis identik dengan pemerintahan Kemal Attaturk pada 1920-an yang cenderung sekuler. (Baca juga: 8 Remaja Jadi Tersangka Tawuran Berdarah di Kota Bekasi)
Pengamat politik Timur Tengah dari Binus University Tia Mariatul Kibtiah mengatakan tidak ada yang aneh dengan langkah Erdogan. Senada dengan Selim Koru, Kibtiah menilai sejak awal kemunculan di dunia politik Erdogan selalu membawa bendera agama. Dia ingin mengubah Turki yang liberal dari era Kemal Attaturk yang menghapus simbol-simbol agama.