Erdogan Kembali Menang Pilpres Turki, Ini Respons AS dan NATO
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Presiden Recep Tayyip Erdogan kembali memenangkan pemilihan presiden (pilpres) Turki, yang membuatnya berkuasa lagi untuk periode ketiga.
Amerika Serikat (AS) dan pemimpin NATO mengucapkan selamat sambil berharap dapat bekerja sama.
Dewan Pemilihan Tertinggi TĂĽrki, seperti dikutip Reuters, Senin (29/5/2023), resmi mengumumkan bahwa Erdogan telah mengalahkan rivalnya, Kemal Kilicdaroglu.
Erdogan meraih 52,14% suara, sedangkan Kilicdaroglu meraih 47,86% suara. Selisih perolehan suara mereka sekitar 2,2 juta.
"Selamat kepada Presiden Recep Tayyip Erdogan dari Turki atas terpilihnya kembali. Saya berharap dapat terus bekerja sama sebagai Sekutu NATO dalam masalah bilateral dan berbagi tantangan global," tulis Presiden AS Joe Biden di Twitter.
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg men-tweet: “Selamat Presiden Erdogan atas terpilihnya Anda kembali. Saya berharap untuk melanjutkan kerja sama kita dan mempersiapkan KTT NATO pada bulan Juli.”
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen berkata: “Saya mengucapkan selamat kepada Erdogan karena telah memenangkan pemilihan. Saya berharap untuk terus membangun hubungan Uni Eropa-Turki. Sangat penting secara strategis bagi Uni Eropa dan Turki untuk bekerja memajukan hubungan ini, demi kepentingan rakyat kami.”
Erdogan mencapai prestasi yang belum pernah terjadi sebelumnya pada hari Minggu, memenangkan putaran kedua pilpres Turki dan memperpanjang kekuasaannya menjadi dekade ketiga.
Di bawah kepemimpinannya, ketegangan meningkat secara dramatis antara Turki di satu sisi dan AS, Uni Eropa, dan NATO di sisi lain. Erdogan semakin dalam beberapa tahun terakhir menggunakan kebijakan luar negeri yang lebih tegas yang bertujuan untuk meningkatkan pengaruh Turki di wilayahnya dan sekitarnya.
Ketegangan Turki-NATO meningkat karena beberapa kebijakan internasional Ankara berbenturan dengan kepentingan aliansi, seperti yang dicontohkan oleh akuisisi kontroversial sistem pertahanan rudal S-400 Rusia.
Pembelian S-400 Rusia oleh Ankara telah menjadi titik pertikaian dengan AS dan NATO selama bertahun-tahun, dengan merujuk kekhawatiran bahwa sistem rudal itu akan membahayakan keamanan dan interoperabilitas operasi militer NATO.
AS dan NATO telah memperingatkan Turki bahwa sistem S-400 tidak kompatibel dengan sistem pertahanan NATO dan dapat mengungkap informasi sensitif ke Rusia.
Akibat penolakan Turki untuk mundur dari kesepakatan pembelian sistem tersebut, AS telah mengambil beberapa tindakan hukuman, termasuk menangguhkan Turki dari program jet tempur siluman F-35 pada 2019 dan menjatuhkan sanksi kepada pejabat dan entitas Turki yang terlibat dalam pembelian S-400.
Sementara itu, anggota Uni Eropa dan NATO menyatakan keprihatinan mendalam atas kebijakan domestik Erdogan. Tuduhan kemunduran demokrasi, sensor media, dan pelanggaran hak asasi manusia telah memicu kritik Barat terhadap Turki, yang memandang tindakan itu berbeda dari nilai-nilai bersama NATO dan Uni Eropa.
Amerika Serikat (AS) dan pemimpin NATO mengucapkan selamat sambil berharap dapat bekerja sama.
Dewan Pemilihan Tertinggi TĂĽrki, seperti dikutip Reuters, Senin (29/5/2023), resmi mengumumkan bahwa Erdogan telah mengalahkan rivalnya, Kemal Kilicdaroglu.
Erdogan meraih 52,14% suara, sedangkan Kilicdaroglu meraih 47,86% suara. Selisih perolehan suara mereka sekitar 2,2 juta.
"Selamat kepada Presiden Recep Tayyip Erdogan dari Turki atas terpilihnya kembali. Saya berharap dapat terus bekerja sama sebagai Sekutu NATO dalam masalah bilateral dan berbagi tantangan global," tulis Presiden AS Joe Biden di Twitter.
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg men-tweet: “Selamat Presiden Erdogan atas terpilihnya Anda kembali. Saya berharap untuk melanjutkan kerja sama kita dan mempersiapkan KTT NATO pada bulan Juli.”
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen berkata: “Saya mengucapkan selamat kepada Erdogan karena telah memenangkan pemilihan. Saya berharap untuk terus membangun hubungan Uni Eropa-Turki. Sangat penting secara strategis bagi Uni Eropa dan Turki untuk bekerja memajukan hubungan ini, demi kepentingan rakyat kami.”
Erdogan mencapai prestasi yang belum pernah terjadi sebelumnya pada hari Minggu, memenangkan putaran kedua pilpres Turki dan memperpanjang kekuasaannya menjadi dekade ketiga.
Di bawah kepemimpinannya, ketegangan meningkat secara dramatis antara Turki di satu sisi dan AS, Uni Eropa, dan NATO di sisi lain. Erdogan semakin dalam beberapa tahun terakhir menggunakan kebijakan luar negeri yang lebih tegas yang bertujuan untuk meningkatkan pengaruh Turki di wilayahnya dan sekitarnya.
Ketegangan Turki-NATO meningkat karena beberapa kebijakan internasional Ankara berbenturan dengan kepentingan aliansi, seperti yang dicontohkan oleh akuisisi kontroversial sistem pertahanan rudal S-400 Rusia.
Pembelian S-400 Rusia oleh Ankara telah menjadi titik pertikaian dengan AS dan NATO selama bertahun-tahun, dengan merujuk kekhawatiran bahwa sistem rudal itu akan membahayakan keamanan dan interoperabilitas operasi militer NATO.
AS dan NATO telah memperingatkan Turki bahwa sistem S-400 tidak kompatibel dengan sistem pertahanan NATO dan dapat mengungkap informasi sensitif ke Rusia.
Akibat penolakan Turki untuk mundur dari kesepakatan pembelian sistem tersebut, AS telah mengambil beberapa tindakan hukuman, termasuk menangguhkan Turki dari program jet tempur siluman F-35 pada 2019 dan menjatuhkan sanksi kepada pejabat dan entitas Turki yang terlibat dalam pembelian S-400.
Sementara itu, anggota Uni Eropa dan NATO menyatakan keprihatinan mendalam atas kebijakan domestik Erdogan. Tuduhan kemunduran demokrasi, sensor media, dan pelanggaran hak asasi manusia telah memicu kritik Barat terhadap Turki, yang memandang tindakan itu berbeda dari nilai-nilai bersama NATO dan Uni Eropa.
(mas)