Cucu Pendiri Ikhwanul Muslimin Dibebaskan dalam Persidangan Kasus Pemerkosaan Swiss

Kamis, 25 Mei 2023 - 05:30 WIB
loading...
Cucu Pendiri Ikhwanul Muslimin Dibebaskan dalam Persidangan Kasus Pemerkosaan Swiss
Akademisi Islam Tariq Ramadan dinyatakan bebas dalam kasus pemerkosaan. Foto/REUTERS
A A A
JENEWA - Pengadilan Swiss pada Rabu (24/5/2023) memutuskan akademisi Islam Tariq Ramadan tidak bersalah atas pemerkosaan dan pemaksaan seksual di satu hotel Jenewa 15 tahun lalu.

Penuduhnya segera menunjukkan dia akan mengajukan banding. Pengadilan juga memutuskan memberikan kompensasi kepada mantan profesor Universitas Oxford itu untuk biaya hukumnya, memberinya hingga 151.000 franc Swiss (USD167.000), tetapi menolak tuntutannya atas kerusakan moral.

"Tertuduh pasti mendapat manfaat dari keraguan," ungkap Yves Maurer-Cecchini, ketua hakim Pengadilan Kriminal Jenewa, mengutip kurangnya bukti, kesaksian yang bertentangan, dan "pesan cinta" yang dikirim oleh penggugat setelah dugaan penyerangan.

“Tariq Ramadan harus dibebaskan,” papar Maurer-Cecchini.

Menyusul putusan tersebut, akademisi Swiss berusia 60 tahun yang merupakan seorang tokoh karismatik namun kontroversial di Islam Eropa itu tersenyum dan memeluk salah satu putrinya.

Penuduh Ramadan yang berusia 57 tahun dan diidentifikasi hanya dengan nama samaran "Brigitte" karena kekhawatirannya akan keselamatannya, meninggalkan ruang sidang sebelum akhir putusan dibacakan.

Pengacaranya mengatakan mereka akan mengajukan banding atas keputusan pengadilan tersebut.

"Keputusan yang sangat tidak adil ini merupakan cerminan dari sidang karikatur di mana tidak ada martabat dan di mana kata-kata klien saya tidak didengar atau dihormati," ujar pengacara Francois Zimeray kepada AFP.



Ramadan meninggalkan pengadilan dikelilingi kerabatnya, tersenyum tapi tanpa berkomentar.

“Itu adalah vonis yang diilhami oleh alasan,” papar pengacaranya dari Swiss, Yael Hayat.

Pengacara Prancisnya Philippe Ohayon mengatakan kepada AFP, "Terlalu banyak hal yang tidak masuk akal dan kontradiksi menyebabkan pembebasan yang sangat logis secara fakta dan hukum."

Jaksa telah menuntut hukuman tiga tahun untuk Ramadan, setengah dari yang akan dijalani di balik jeruji besi.

Kedua belah pihak sepakat Ramadan dan Brigitte yang seorang mualaf, bermalam bersama di kamar hotel.

Surat dakwaan tersebut menuduh Ramadan melakukan pemaksaan seksual dan melakukan pemerkosaan tiga kali pada malam hari.

Pengacara yang mewakili Brigitte mengatakan dia berulang kali diperkosa dan mengalami “penyiksaan dan barbarisme.”

Ramadan mengatakan Brigitte datang sendiri ke kamarnya. Ramadan membiarkan Brigitte menciumnya, sebelum dengan cepat mengakhiri pertemuan itu. Ramadan mengatakan dia adalah korban dari "jebakan."

Brigitte berusia empat puluhan pada saat dugaan penyerangan itu. Dia mengajukan pengaduan 10 tahun kemudian, mengatakan kepada pengadilan bahwa dia merasa berani untuk maju setelah pengaduan serupa diajukan terhadap Ramadan di Prancis.

Dalam putusannya, pengadilan Jenewa menemukan keterangan Brigitte “umumnya konstan dan terperinci”.

Namun, itu tidak dikuatkan "oleh elemen material apa pun, seperti jejak air mani atau darah, rekaman kamera keamanan dari hotel atau temuan cedera traumatis atau kekerasan ginekologi."

“Tidak ada keraguan bahwa pengadu merasa dia mengalami pengalaman buruk malam itu,” ujar ketua pengadilan, tetapi “keberadaan tekanan ini (...) tidak memungkinkan untuk mengkonfirmasi materialitas dari dugaan fakta.”

Kontroversial di kalangan sekularis yang melihatnya sebagai pendukung Islam politik, Ramadan memperoleh gelar doktor dari Universitas Jenewa, dengan tesis yang berfokus pada kakeknya, Hasan Al Banna yang mendirikan gerakan Ikhwanul Muslimin Mesir.

Dia adalah seorang profesor studi Islam kontemporer di Oxford dan memegang peran tamu di universitas-universitas di Qatar dan Maroko.

Dia terpaksa mengambil cuti pada tahun 2017 ketika tuduhan pemerkosaan muncul di Prancis pada puncak gerakan "Me Too".

Di Prancis, dia diduga melakukan pemerkosaan terhadap empat perempuan antara 2009 dan 2016.

Kantor kejaksaan Paris meminta rujukannya ke pengadilan pada bulan Juli. Hakim akan memutuskan apakah akan melanjutkan persidangan atau tidak.

Ditanya tentang dampak apa pun yang mungkin ditimbulkan oleh kasus Jenewa terhadap berkas Prancis, pengacaranya Hayat, mengatakan, "Kami hanya berharap putusan ini akan beresonansi."
(sya)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2341 seconds (0.1#10.140)