Para Pemimpin Afrika Berusaha Bujuk Ukraina-Rusia Berdamai
loading...
A
A
A
JOHANNESBURG - Enam pemimpin Afrika mengusulkan agar Ukraina menerima pembukaan pembicaraan damai dengan Rusia bahkan ketika pasukan Rusia tetap berada di wilayahnya. Hal itu diungkapkan kepresidenan Afrika Selatan, ketika para pejabat Afrika Selatan bersiap untuk mengunjungi kedua negara untuk menjual gagasan tersebut.
Ukraina mengatakan pasukan Rusia harus mundur dari wilayahnya sebelum pembicaraan dimulai, sementara Moskow ingin Kiev mengakui kedaulatan Rusia atas Crimea, yang dianeksasi dari Ukraina pada 2014, sebagai prasyarat untuk negosiasi. Pasukan Rusia melakukan invasi besar-besaran ke Ukraina pada Februari 2022.
"Pertama adalah penghentian permusuhan. Kedua adalah kerangka kerja untuk perdamaian abadi," kata Juru Bicara Kepresidenan Afrika Selatan Vincent Magwenya seperti dikutip dari US News, Selasa (23/5/2023).
Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa mengumumkan prakarsa tersebut pada 16 Mei. Presiden Macky Sall dari Senegal, ketua Uni Afrika tahun lalu yang negaranya tidak hadir pada pemungutan suara terakhir PBB yang mengutuk Rusia pada Februari tahun ini, memimpin prakarsa tersebut.
Delegasi ini termasuk presiden Abdel Fattah el-Sisi dari Mesir dan Hakainde Hichilema dari Zambia - keduanya memilih resolusi tersebut - dan Denis Sassou Nguesso dari Republik Kongo, dan Yoweri Museveni dari Uganda, yang keduanya abstain.
Misi perdamaian diperkirakan akan melakukan perjalanan ke Moskow dan Kiev pada awal Juni.
"Presiden saya membuatnya sangat jelas. (Tidak akan ada) pembicaraan antara Ukraina dan Rusia kecuali Rusia meninggalkan wilayah kami dalam perbatasan yang diakui secara internasional," kata duta besar Ukraina untuk Afrika Selatan Liubov Abravitova dalam pesan teks.
Namun dia menambahkan: "Kami akan menerima semua delegasi dan berbicara kepada mereka".
Seorang juru bicara kedutaan Rusia tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Menanggapi rencana Afrika, juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mengatakan akan menyambut setiap upaya yang berhasil untuk meyakinkan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mengakhiri perang agresi teritorialnya.
Ukraina mengatakan pasukan Rusia harus mundur dari wilayahnya sebelum pembicaraan dimulai, sementara Moskow ingin Kiev mengakui kedaulatan Rusia atas Crimea, yang dianeksasi dari Ukraina pada 2014, sebagai prasyarat untuk negosiasi. Pasukan Rusia melakukan invasi besar-besaran ke Ukraina pada Februari 2022.
"Pertama adalah penghentian permusuhan. Kedua adalah kerangka kerja untuk perdamaian abadi," kata Juru Bicara Kepresidenan Afrika Selatan Vincent Magwenya seperti dikutip dari US News, Selasa (23/5/2023).
Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa mengumumkan prakarsa tersebut pada 16 Mei. Presiden Macky Sall dari Senegal, ketua Uni Afrika tahun lalu yang negaranya tidak hadir pada pemungutan suara terakhir PBB yang mengutuk Rusia pada Februari tahun ini, memimpin prakarsa tersebut.
Delegasi ini termasuk presiden Abdel Fattah el-Sisi dari Mesir dan Hakainde Hichilema dari Zambia - keduanya memilih resolusi tersebut - dan Denis Sassou Nguesso dari Republik Kongo, dan Yoweri Museveni dari Uganda, yang keduanya abstain.
Misi perdamaian diperkirakan akan melakukan perjalanan ke Moskow dan Kiev pada awal Juni.
"Presiden saya membuatnya sangat jelas. (Tidak akan ada) pembicaraan antara Ukraina dan Rusia kecuali Rusia meninggalkan wilayah kami dalam perbatasan yang diakui secara internasional," kata duta besar Ukraina untuk Afrika Selatan Liubov Abravitova dalam pesan teks.
Namun dia menambahkan: "Kami akan menerima semua delegasi dan berbicara kepada mereka".
Seorang juru bicara kedutaan Rusia tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Menanggapi rencana Afrika, juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mengatakan akan menyambut setiap upaya yang berhasil untuk meyakinkan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mengakhiri perang agresi teritorialnya.
(ian)