2 Anak Muda yang Menjadi Miliarder karena Kembangkan Bisnis AI
loading...
A
A
A
M&A Research Institute tidak akan meminta upah hingga transaksi penjualan tersebut. Tapi, M&A Research Institute meminta 5% dari transaksi jika sukses. Itu menyebabkan M&A Research Institute mampu mengumpulkan dana hingga 10 juta yen. Hingga Maret 2023, terdapat 62 kesepakatan dan itu meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun lalu.
Itu bukan pertama kali bisnis bagi Sagami. Lulusan sarjana biologi dan pertania dari Universitas Kobe, awalnya dia adalah pengembang software dan pernah bekerja sebagai staf pemasaran. Dia pernah mendirikan Alpaca, perusahaan fashion perempuan pada 2017, dan dijual kepada perusahaan public relation. Dia belajar bahwa proses kesepakatan tidak efisien, akhirnya dia membuat sistem dengan algoritma AI untuk menyederhanakan aliran bisnis.
2. Alexandr Wang
Foto/bizjournals
Setelah tumbuh dengan bayang-bayang program senjata nuklir Amerika Serikat (AS), Wang ternyata dropped out dari MIT pada usia 19 tahun. Dia memilih mendirikan Scale AI. Kini bisnisnya membantu Angkatan Udara AS, militer, GM dan Felxport untuk mengungkap data potensial mereka.
Wang tumbuh besar di Los Alamos National Lab, New Mexico, lokasi rahasia di mana AS mengembangkan bom atom untuk Perang Dunia II. Orang tuanya merupakan fisikawan yang bekerja untuk mengembangkan senjata nuklir untuk militer. Sama seperti ayahnya, Wang juga bekerja untuk proyek militer senilai USD350 juta. Padahal, perusahaannya baru berusia enam tahun dan dia masih berusia 25 tahun.
Teknologi yang dikembangkan Wang mampu menganalisis citra satelit lebih cepat dibandingkan analisis manusia. Itu bisa menemukan seberapa besar kerusakan akibat bom Rusia di Ukraina.
Bukan hanya militer, Scale AI juga bekerja sama dengan lebih dari 300 perusahaan, seperti General Motors dan Flexport, untuk menyelesaikan jutaan data. “Setiap industri memiliki banyak data,” kata Wang. “Tujuan kita membantu menemukan potensi data dengan bantuan AI,” paparnya.
Pendapatan Scale AI kini mencapai USD7,3 miliar. Wang memiliki 15% saham pada Scale AI dengan nilai USD1 miliar. “Saya mengatakan kepada orang tua bahwa saya melakukan hal baik pada liburan musim panas. Saya pun tak kembali ke sekolah,” tuturnya mengenang ketika izin keluar dari kampus.
Itu bukan pertama kali bisnis bagi Sagami. Lulusan sarjana biologi dan pertania dari Universitas Kobe, awalnya dia adalah pengembang software dan pernah bekerja sebagai staf pemasaran. Dia pernah mendirikan Alpaca, perusahaan fashion perempuan pada 2017, dan dijual kepada perusahaan public relation. Dia belajar bahwa proses kesepakatan tidak efisien, akhirnya dia membuat sistem dengan algoritma AI untuk menyederhanakan aliran bisnis.
2. Alexandr Wang
Foto/bizjournals
Setelah tumbuh dengan bayang-bayang program senjata nuklir Amerika Serikat (AS), Wang ternyata dropped out dari MIT pada usia 19 tahun. Dia memilih mendirikan Scale AI. Kini bisnisnya membantu Angkatan Udara AS, militer, GM dan Felxport untuk mengungkap data potensial mereka.
Wang tumbuh besar di Los Alamos National Lab, New Mexico, lokasi rahasia di mana AS mengembangkan bom atom untuk Perang Dunia II. Orang tuanya merupakan fisikawan yang bekerja untuk mengembangkan senjata nuklir untuk militer. Sama seperti ayahnya, Wang juga bekerja untuk proyek militer senilai USD350 juta. Padahal, perusahaannya baru berusia enam tahun dan dia masih berusia 25 tahun.
Teknologi yang dikembangkan Wang mampu menganalisis citra satelit lebih cepat dibandingkan analisis manusia. Itu bisa menemukan seberapa besar kerusakan akibat bom Rusia di Ukraina.
Bukan hanya militer, Scale AI juga bekerja sama dengan lebih dari 300 perusahaan, seperti General Motors dan Flexport, untuk menyelesaikan jutaan data. “Setiap industri memiliki banyak data,” kata Wang. “Tujuan kita membantu menemukan potensi data dengan bantuan AI,” paparnya.
Pendapatan Scale AI kini mencapai USD7,3 miliar. Wang memiliki 15% saham pada Scale AI dengan nilai USD1 miliar. “Saya mengatakan kepada orang tua bahwa saya melakukan hal baik pada liburan musim panas. Saya pun tak kembali ke sekolah,” tuturnya mengenang ketika izin keluar dari kampus.