Jokowi: Senjata Nuklir Harus Dihancurkan karena Jadi Ancaman Dunia

Jum'at, 19 Mei 2023 - 14:51 WIB
loading...
Jokowi: Senjata Nuklir...
Presiden Indonesia Joko Widodo serukan penghancuran senjata nuklir karena menjadi ancaman bagi dunia. Foto/SINDOnews.com
A A A
BOGOR - Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) menyerukan penghancuran senjata nuklir yang dimiliki negara-negara kekuatan dunia.

Seruan itu juga akan disampaikan pada KTT Kelompok Tujuh (G7) yang diadakan di Jepang.

"Posisi Indonesia jelas dan tegas. Senjata nuklir harus dihancurkan karena menjadi ancaman di dunia," kata Presiden Jokowi dalam wawancaranya dengan The Asahi Shimbun, yang dilansir Jumat (19/5/2023).

Jokowi dan para pemimpin negara non-anggota lainnya diundang ke KTT G-7 yang dimulai 19 Mei di Hiroshima.

“Hiroshima adalah simbol perdamaian,” kata Jokowi. “Saya sangat senang G-7 diadakan di Hiroshima. Ini sangat penting."



Jokowi dijadwalkan tiba hari ini untuk kunjungan pertamanya ke kota Jepang barat tersebut. Dia menyatakan minatnya untuk mengunjungi Museum Peringatan Perdamaian Hiroshima.

Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida berencana untuk mengawal para pemimpin dunia yang diundang ke museum pada 21 Mei.

Indonesia bersama negara-negara ASEAN lainnya telah menandatangani Traktat Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara.

Tetapi kekhawatiran yang lebih besar tentang kemungkinan penggunaan senjata nuklir telah dikemukakan dengan ancaman Rusia dalam perangnya melawan Ukraina.

“Penggunaan senjata nuklir tidak bisa ditoleransi,” kata Jokowi.

“Indonesia terus memperjuangkan perlucutan senjata nuklir dan hanya mendukung penggunaan teknologi nuklir untuk tujuan damai," paparnya.

Kebijakan luar negeri Indonesia adalah non-blok dan netral, yang digambarkan oleh pemerintah sebagai “kebijakan bebas dan aktif".

Misalnya, Indonesia menolak memihak dalam perang antara Rusia dan Ukraina, dan Jokowi sendiri telah bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mempromosikan dialog antara kedua negara.

Jokowi menjadi pemimpin Asia pertama yang mengunjungi kedua negara tersebut pada Juni 2022.

Sikap netral Indonesia berarti tidak sejalan dengan sanksi ekonomi terhadap Rusia yang didorong oleh Amerika Serikat dan diadopsi oleh sekutu Barat.

"Perang (sudah berlangsung) satu tahun dan (sanksi belum terbukti) efektif untuk menghentikan perang," kata Jokowi. “Dialog itu sangat penting, dan harus terus dipertahankan.”

Dia menambahkan, Indonesia siap menjadi jembatan antara Rusia dan Ukraina.

“Indonesia siap berkontribusi untuk menjembatani perbedaan dan kepemimpinan kolektif yang diperlukan untuk mengakhiri perang,” katanya.

"Perdamaian harus segera tercapai karena pada akhirnya rakyatlah yang menjadi korban.”
(mas)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1898 seconds (0.1#10.140)