Mantan Petugas Psy-Ops: CIA Dukung Monster dan Radikal untuk Tabur Kekacauan Global

Rabu, 17 Mei 2023 - 06:48 WIB
loading...
Mantan Petugas Psy-Ops:...
Anggota Pasukan Pertahanan Teritorial Ukraina, sukarelawan unit militer angkatan bersenjata, berlatih di taman kota di Kiev, Ukraina. Foto/morning star
A A A
WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) memiliki sejarah panjang dalam mendukung kudeta militer dan revolusi warna melawan pemerintah asing yang menolak tunduk pada Washington dan menyerang ketika semuanya gagal.

Pakar kontra-terorisme Scott Bennett menjelaskan hal itu serta mengapa moralitas pasukan proksinya tidak menjadi masalah.

“Militer AS melatih para tentara bayaran dan teroris untuk operasi destabilisasi dan kudeta yang dijalankan CIA di seluruh dunia,” ungkap mantan pakar psy-ops Angkatan Darat AS tersebut.

Pada Senin, surat kabar harian utama AS melaporkan dokumen Departemen Pertahanan AS (DoD) yang baru dirilis yang mengungkapkan Pentagon tidak menyaring militan yang direkrut untuk program pelatihan pasukan proksi untuk pelanggaran hak asasi manusia sebelumnya.

Kongres AS yang menyetujui USD115 juta pada tahun 2018 untuk merekrut, mempersenjatai, dan melatih "kontraterorisme" dan pasukan pemberontak, telah memblokir upaya sebelumnya untuk meminta pemeriksaan keterlibatan dalam kekejaman.



Pasukan khusus AS melatih Ukraina dalam taktik gerilya untuk digunakan melawan Rusia sebelum konflik antara kedua negara. Bukti video sejak itu muncul dari pasukan Ukraina yang menyiksa dan membunuh tawanan perang dan warga sipil Rusia.

Mantan perwira perang psikologis Angkatan Darat AS Scott Bennett mengatakan kepada Sputnik bahwa tidak ada yang baru tentang penggunaan pasukan pengganti oleh Washington untuk mengacaukan negara-negara tersebut dalam pandangannya.

“Pasukan operasi khusus yang mempersiapkan mereka terlatih dengan baik dalam berbagai sistem senjata dan taktik pertempuran, fasih berbahasa asing, dan mampu berfungsi di berbagai medan, lanskap politik, lingkungan sosial-ekonomi, dan sistem politik," ungkap Bennett.

Dia menjelaskan, "Mereka sering dilatih dalam perang psikologis, revolusi warna, kudeta politik, operasi dunia maya, dan bentuk perang tidak teratur lainnya."
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1857 seconds (0.1#10.140)