5 Strategi Politik Selebritas Kubu Oposisi Thailand Raih Dukungan Generasi Muda
loading...
A
A
A
Pita, 42 tahun, kerap menunjukkan latar belakang pendidikannya. Dia merupakan alumni Universitas Harvard dan memiliki latar belakang dari keluarga bisnis. Setelah lulus kuliah sarjana di Universitas Thammasat di Bangkok, dia melanjutkan kuliah di kebijakan publik di Harvard dan program bisnis di Massachusetts Institute of Technology.
Dia juga pernah kuliah di Selandia Baru, Pita mengaku jatuh cinta kepada politik. "Saya sering menonton debat politik di parlemen," katanya dilansir Guardian.
Ayahnya Pongsak Limjaroenrat pernah menjabat sebagai penasihat di kementerian pertanian dan pamannya Padung Limcharoenrat adalah penasihat politik mantan PM Thaksin Shinawatra. Itu menjadi keunggulannya.
Kemudian, Paetongtarn, 36 tahun, juga menunjukkan kebanggaannya dengan latar belakangnya sebagai putri dari mantan PM Thaksin Shinawatra. Alumni Universitas Surrey di Inggris juga menunjukkan dirinya sebagai pemimpin yang berpendidikan dengan visi yang tegas dan mencerahkan.
3. Hadirkan Personalisasi dalam Politik
Pita dan Paetongtarn menggunakan media sosial sebagai kekuatan politik untuk menggalang massa. Dia menggunakan akun media sosial dengan pengikut mencapai satu juta untuk berbagai pengalaman dan kehidupan pribadinya.
Misalnya, Pita tak malu membagi foto saat bersama anak perempuannya memakan es krim bersama-sama. Hal sama juga dilakukan Paetongtarn.
4. Menjanjikan Reformasi
Pita menjanjikan serangkaian reformasi setelah delapan tahun pemerintahan dikuasai kelompok pro-pemerintah. Salah satu janjinya adalah mereformasi hukum lese majeste atau hukuman bagi penghina keluarga kerajaan. Hukum itu dikenal dengan 112. Selama ini, hukum tersebut tak tersentuh. Selain itu, Pita juga menjanjikan reformasi dalam kebijakan ekonomi, termasuk meningkatkan sistem gaji.
Paetongtarn juga mengusung agenda reformasi dalam berbagai kampanye. Dia ingin mengubah struktur militer Thailand yang kerap mendominasi perpolitikan negara tersebut. Dia juga menginginkan pemerintahan yang desentralisasi.
"Ini pertama kalinya dalam sejarah setiap partai politik menunjukkan posisi mereka dalam topik yang sensitif," kata Prajak Kongkirati, analis politik di Universitas Thammasat di Bangkok. Dia mengatakan, pemilu kali ini bukan hanya referendum terhadap militer, tetapi politik kemapanan, termasuk peranan keluarga kerajaan.
Dia juga pernah kuliah di Selandia Baru, Pita mengaku jatuh cinta kepada politik. "Saya sering menonton debat politik di parlemen," katanya dilansir Guardian.
Ayahnya Pongsak Limjaroenrat pernah menjabat sebagai penasihat di kementerian pertanian dan pamannya Padung Limcharoenrat adalah penasihat politik mantan PM Thaksin Shinawatra. Itu menjadi keunggulannya.
Kemudian, Paetongtarn, 36 tahun, juga menunjukkan kebanggaannya dengan latar belakangnya sebagai putri dari mantan PM Thaksin Shinawatra. Alumni Universitas Surrey di Inggris juga menunjukkan dirinya sebagai pemimpin yang berpendidikan dengan visi yang tegas dan mencerahkan.
3. Hadirkan Personalisasi dalam Politik
Pita dan Paetongtarn menggunakan media sosial sebagai kekuatan politik untuk menggalang massa. Dia menggunakan akun media sosial dengan pengikut mencapai satu juta untuk berbagai pengalaman dan kehidupan pribadinya.
Misalnya, Pita tak malu membagi foto saat bersama anak perempuannya memakan es krim bersama-sama. Hal sama juga dilakukan Paetongtarn.
4. Menjanjikan Reformasi
Pita menjanjikan serangkaian reformasi setelah delapan tahun pemerintahan dikuasai kelompok pro-pemerintah. Salah satu janjinya adalah mereformasi hukum lese majeste atau hukuman bagi penghina keluarga kerajaan. Hukum itu dikenal dengan 112. Selama ini, hukum tersebut tak tersentuh. Selain itu, Pita juga menjanjikan reformasi dalam kebijakan ekonomi, termasuk meningkatkan sistem gaji.
Paetongtarn juga mengusung agenda reformasi dalam berbagai kampanye. Dia ingin mengubah struktur militer Thailand yang kerap mendominasi perpolitikan negara tersebut. Dia juga menginginkan pemerintahan yang desentralisasi.
"Ini pertama kalinya dalam sejarah setiap partai politik menunjukkan posisi mereka dalam topik yang sensitif," kata Prajak Kongkirati, analis politik di Universitas Thammasat di Bangkok. Dia mengatakan, pemilu kali ini bukan hanya referendum terhadap militer, tetapi politik kemapanan, termasuk peranan keluarga kerajaan.