Thailand Memanas Jelang Pemilu, Jenderal Narongpan Janji Tak Lakukan Kudeta
loading...
A
A
A
BANGKOK - Jenderal tertinggi Thailand Narongpan Jitkaewthae telah berjanji untuk tidak melakukan kudeta . Itu disampaikan ketika sejumlah partai politik (parpol) siap bertarung berebut kekuasaan dalam pemilu yang membuat situasi politik di negara itu memanas.
Pemilu yang akan berlangsung Minggu (14/5/2023) dapat membuat pemerintah yang didukung militer kalah.
Jenderal Narongpan Jitkaewthae, yang menjabat sebagai Panglima Militer, membuat janji tersebut meskipun tentara merebut kekuasaan belasan kali di Thailand dalam satu abad terakhir, dengan yang terbaru terjadi pada 2014.
Pemilu diperkirakan akan memberikan kekalahan telak kepada pemerintah pimpinan mantan panglima militer yang juga pemimpin kudeta; Perdana Menteri Prayut Chan-O-cha. Kondisi ini memicu kekhawatiran bahwa militer mungkin benar-benar berusaha untuk mempertahankan kekuasaan.
Tetapi Jenderal Narongpan mengatakan kepada wartawan pada hari Kamis bahwa tidak akan ada kembalinya kekuasaan militer, dengan mengatakan bahwa kudeta di masa lalu "sangat negatif".
“Seharusnya tidak ada (kudeta) lagi. Bagi saya, kata ini harus dihapus dari kamus,” ujarnya.
Pemilu hari Minggu adalah bentrokan antara oposisi yang dipimpin oleh Pheu Thai—partai yang digawangi oleh putri berusia 36 tahun dari mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra—dan koalisi militer-royalis konservatif yang lebih tua yang diwujudkan oleh Prayut.
Pheu Thai unggul dalam jajak pendapat, tetapi memenangkan sebagian besar kursi di majelis rendah bukanlah jaminan untuk merebut kekuasaan.
Perdana menteri akan dipilih oleh 500 anggota Parlemen terpilih dan 250 anggota senat—yang anggotanya ditunjuk oleh junta Prayut, mendukung partai-partai yang terkait dengan militer.
Pemilu yang akan berlangsung Minggu (14/5/2023) dapat membuat pemerintah yang didukung militer kalah.
Jenderal Narongpan Jitkaewthae, yang menjabat sebagai Panglima Militer, membuat janji tersebut meskipun tentara merebut kekuasaan belasan kali di Thailand dalam satu abad terakhir, dengan yang terbaru terjadi pada 2014.
Pemilu diperkirakan akan memberikan kekalahan telak kepada pemerintah pimpinan mantan panglima militer yang juga pemimpin kudeta; Perdana Menteri Prayut Chan-O-cha. Kondisi ini memicu kekhawatiran bahwa militer mungkin benar-benar berusaha untuk mempertahankan kekuasaan.
Tetapi Jenderal Narongpan mengatakan kepada wartawan pada hari Kamis bahwa tidak akan ada kembalinya kekuasaan militer, dengan mengatakan bahwa kudeta di masa lalu "sangat negatif".
“Seharusnya tidak ada (kudeta) lagi. Bagi saya, kata ini harus dihapus dari kamus,” ujarnya.
Pemilu hari Minggu adalah bentrokan antara oposisi yang dipimpin oleh Pheu Thai—partai yang digawangi oleh putri berusia 36 tahun dari mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra—dan koalisi militer-royalis konservatif yang lebih tua yang diwujudkan oleh Prayut.
Pheu Thai unggul dalam jajak pendapat, tetapi memenangkan sebagian besar kursi di majelis rendah bukanlah jaminan untuk merebut kekuasaan.
Perdana menteri akan dipilih oleh 500 anggota Parlemen terpilih dan 250 anggota senat—yang anggotanya ditunjuk oleh junta Prayut, mendukung partai-partai yang terkait dengan militer.