Biadab! Israel Terus Hancurkan Sekolah-sekolah Palestina
loading...
A
A
A
TEPI BARAT - Israel terus melakukan penghancuran pada sekolah-sekolah Palestina di Tepi Barat. Imbasnya, siswa dan siswi di Tepi Barat tak bisa melakukan kegiatan belajar karena bangunan sekolah mereka hancur.
Salah satu siwa itu, Omar Salah (10), tidak dapat lagi pergi ke sekolah karena pasukan Israel menghancurkan sekolahnya, setelah tidak ada izin bangunan yang diberikan untuk bangunan tersebut.
Seprti dilaporkan Al Jazeera, sebelum jam 4 pagi, tentara Israel berada di Sekolah Dasar di Jubbet adh-Dhib dengan buldoser, truk, dan kendaraan tentara. Pada saat Omar tiba dengan seragam sekolahnya, sekolah yang dia kenal sudah tidak ada.
Orang tua dan anak-anak terbangun karena suara buldoser dan berlari ke sekolah, dengan panik berusaha mencegah pembongkaran, beberapa melempar batu untuk menghalangi buldoser.
“Tentara datang ke desa dan mulai menembaki orang tua dan anak-anak dengan peluru, gas air mata, dan bom suara,” kata Omar beberapa jam kemudian, masih dalam keadaan linglung.
Lima puluh penduduk desa terluka, dan satu anggota masyarakat kehilangan mata karena terkena peluru karet. “Semua orang kesal,” kata Omar pagi itu. “Kakak dan adikku menangis,” lanjutnya.
Omar, lesu, menatap di mana sekolahnya pernah berdiri. Yang tersisa hanyalah gundukan tanah dan genangan air dari pipa air yang pecah. Anak-anak berkeliaran tanpa tujuan saat orang tua dengan perban yang dibalut luka peluru karet bertemu untuk mencari tahu apa yang harus dilakukan.
“[Bezalel] Smotrich berkata dia ingin melenyapkan Huwara; inilah yang dimaksud dengan memusnahkan,” kata Musa Salah, paman Omar, mengacu pada menteri keuangan sayap kanan Israel.
Smotrich menjalankan Administrasi Sipil Israel (ICA), yang mengelola Area C, area Tepi Barat yang diduduki di bawah kendali sipil dan keamanan Israel. Sembilan puluh persen Jubbet adh-Dhib ada di zona ini.
Salah dan keluarganya telah menyumbangkan tujuh dunum (0,7 hektar, atau 1,73 hektar) tanah kepada masyarakat untuk membangun sebuah sekolah. Sebuah sekolah sebelumnya dihancurkan sebelum dimulainya tahun ajaran 2017.
Tetapi, gedung itu dibangun kembali dengan sumbangan dari beberapa negara Uni Eropa, sehingga 66 siswa kelas satu hingga empat dapat mengenyam pendidikan.
“Ini adalah taktik baru di mana mereka ingin menghapus kami,” kata Salah sambil menunjuk ke situs yang telah dibersihkan. "Mereka tidak ingin meninggalkan jejak," lanjutnya.
Salah satu siwa itu, Omar Salah (10), tidak dapat lagi pergi ke sekolah karena pasukan Israel menghancurkan sekolahnya, setelah tidak ada izin bangunan yang diberikan untuk bangunan tersebut.
Seprti dilaporkan Al Jazeera, sebelum jam 4 pagi, tentara Israel berada di Sekolah Dasar di Jubbet adh-Dhib dengan buldoser, truk, dan kendaraan tentara. Pada saat Omar tiba dengan seragam sekolahnya, sekolah yang dia kenal sudah tidak ada.
Orang tua dan anak-anak terbangun karena suara buldoser dan berlari ke sekolah, dengan panik berusaha mencegah pembongkaran, beberapa melempar batu untuk menghalangi buldoser.
“Tentara datang ke desa dan mulai menembaki orang tua dan anak-anak dengan peluru, gas air mata, dan bom suara,” kata Omar beberapa jam kemudian, masih dalam keadaan linglung.
Lima puluh penduduk desa terluka, dan satu anggota masyarakat kehilangan mata karena terkena peluru karet. “Semua orang kesal,” kata Omar pagi itu. “Kakak dan adikku menangis,” lanjutnya.
Omar, lesu, menatap di mana sekolahnya pernah berdiri. Yang tersisa hanyalah gundukan tanah dan genangan air dari pipa air yang pecah. Anak-anak berkeliaran tanpa tujuan saat orang tua dengan perban yang dibalut luka peluru karet bertemu untuk mencari tahu apa yang harus dilakukan.
“[Bezalel] Smotrich berkata dia ingin melenyapkan Huwara; inilah yang dimaksud dengan memusnahkan,” kata Musa Salah, paman Omar, mengacu pada menteri keuangan sayap kanan Israel.
Smotrich menjalankan Administrasi Sipil Israel (ICA), yang mengelola Area C, area Tepi Barat yang diduduki di bawah kendali sipil dan keamanan Israel. Sembilan puluh persen Jubbet adh-Dhib ada di zona ini.
Salah dan keluarganya telah menyumbangkan tujuh dunum (0,7 hektar, atau 1,73 hektar) tanah kepada masyarakat untuk membangun sebuah sekolah. Sebuah sekolah sebelumnya dihancurkan sebelum dimulainya tahun ajaran 2017.
Tetapi, gedung itu dibangun kembali dengan sumbangan dari beberapa negara Uni Eropa, sehingga 66 siswa kelas satu hingga empat dapat mengenyam pendidikan.
“Ini adalah taktik baru di mana mereka ingin menghapus kami,” kata Salah sambil menunjuk ke situs yang telah dibersihkan. "Mereka tidak ingin meninggalkan jejak," lanjutnya.
(esn)