5 Alasan dari Ahli Kenapa Perang Ukraina-Rusia Masih Berlangsung
loading...
A
A
A
MOSKOW - Dunia masih berpikir keras tentang kenapa perang Ukraina melawan Rusia masih berlangsung. Konflik itu pun makin memanas karena banyak negara lain ikut bermain.
Untuk bisa mengetahui hal itu, Christopher Blattman, pakar perang dari Universitas Chicago, menggunakan pendekatan seperti dokter menganalisis penyakit yang diidap pasien. "Saya selalu menganggap kemanusiaan adalah kesehatan terbaik," katanya dilansir dari laman Modern War Institute.
Umumnya, Blattman mengatakan, pemicu perang adalah pemimpin yang ragu, kebencian tanpa batas, ideologi yang keras kepala, kemiskinan ekstrem, ketidakadilan sejarah, dan persediaan senjata yang sangat besar, hingga pemuda yang mudah terdoktrin.
Selain itu, perang juga disebabkan oleh kebijakan yang diambil pemimpin. Berikut merupakan penjelasan motif kenapa perang Rusia dan Ukraina semakin memanas. Itu didasarkan dengan analisis berfokus pada kepemimpinan Presiden Rusia Vladimir Putin.
1. Tidak Bertanggung Jawab
Foto/Reuters
Sebagai seorang yang otoriter, Putin tidak memiliki kepentingan untuk membeli rakyat dan tentaranya. Dia hanya mengutamakan kepentingannya untuk menguasai rezimnya.
"Ketika pemimpin tidak mendapatkan kontrol dan pengawasan, maka dia cenderung tidak akan bertanggungjawab kepada rakyatnya," ujar Blattman. Dia mengungkapkan, para pemimpin itu akan mengabaikan penderitaan rakyat akibat pertempuran.
"Pemimpin hanya mengutamakan agendanya saja," terang Blattman. Itulah kenapa para diktator suka berperang.
2. Ideologi
Putin merupakan pemimpin yang memiliki obsesi tentang nasionalis dan ingin membangun legasi yang glamor. "Berapapun biayanya dan risiko, Putin akan mewujudkan kejayaan dan ideologi," ujar Blattman.
Bukan hanya Putin saja, pemimpin yang mengutamakan kejayaan, kebebasan dengan visi nasionalis cenderung suka dengan peperangan. Sebagai perlawanannya, masyarakat perlu menggaungkan kebebasan.
3. Bias
Putin mendapatkan informasi dan arahan yang salah dari para pejabat dan jenderalnya. Itu menyebabkan dia pun mengabaikan risiko dan kesulitan dalam perang.
"Itu juga berkaitan dengan kegagalan intelijen," kata Blattman. Pemimpin seperti Putin juga memiliki psikologi yang bias untuk menerima keyakinan yang salah. Putin pun terlalu percaya diri dan memiliki estimasi berlebihan dalam memprediksi kemenangan. Kesalahan persepsi itu menjerumuskan dunia ke dalam perang.
4. Ketidakpastian
Para pembuat kebijakan tidak mengetahui kekuatan musuh. Putin tak berpikir bagaimana tentara Ukraina akan melawan. Dia juga tak mengukur bagaimana kompetensi rakyat Ukraina yang siap berjuang.
"Ketidakpastian itu menyebabkan invasi adalah sebuah judi," tutur Blattman. Akibatnya, tidak ada strategi yang optimal.
5. Tak bisa diandalkan
Perang terjadi juga dikarenakan adanya kekuasaan yang melemah. Untuk memperkuat kekuasaan, maka para pemimpin cenderung menginginkan perang. Mereka juga akan mengabaikan perdamaian. "Ketika banyak negara mendekati Eropa, Putin merasa terancam," kata Blattman.
Untuk bisa mengetahui hal itu, Christopher Blattman, pakar perang dari Universitas Chicago, menggunakan pendekatan seperti dokter menganalisis penyakit yang diidap pasien. "Saya selalu menganggap kemanusiaan adalah kesehatan terbaik," katanya dilansir dari laman Modern War Institute.
Umumnya, Blattman mengatakan, pemicu perang adalah pemimpin yang ragu, kebencian tanpa batas, ideologi yang keras kepala, kemiskinan ekstrem, ketidakadilan sejarah, dan persediaan senjata yang sangat besar, hingga pemuda yang mudah terdoktrin.
Selain itu, perang juga disebabkan oleh kebijakan yang diambil pemimpin. Berikut merupakan penjelasan motif kenapa perang Rusia dan Ukraina semakin memanas. Itu didasarkan dengan analisis berfokus pada kepemimpinan Presiden Rusia Vladimir Putin.
1. Tidak Bertanggung Jawab
Foto/Reuters
Sebagai seorang yang otoriter, Putin tidak memiliki kepentingan untuk membeli rakyat dan tentaranya. Dia hanya mengutamakan kepentingannya untuk menguasai rezimnya.
"Ketika pemimpin tidak mendapatkan kontrol dan pengawasan, maka dia cenderung tidak akan bertanggungjawab kepada rakyatnya," ujar Blattman. Dia mengungkapkan, para pemimpin itu akan mengabaikan penderitaan rakyat akibat pertempuran.
"Pemimpin hanya mengutamakan agendanya saja," terang Blattman. Itulah kenapa para diktator suka berperang.
2. Ideologi
Putin merupakan pemimpin yang memiliki obsesi tentang nasionalis dan ingin membangun legasi yang glamor. "Berapapun biayanya dan risiko, Putin akan mewujudkan kejayaan dan ideologi," ujar Blattman.
Bukan hanya Putin saja, pemimpin yang mengutamakan kejayaan, kebebasan dengan visi nasionalis cenderung suka dengan peperangan. Sebagai perlawanannya, masyarakat perlu menggaungkan kebebasan.
3. Bias
Putin mendapatkan informasi dan arahan yang salah dari para pejabat dan jenderalnya. Itu menyebabkan dia pun mengabaikan risiko dan kesulitan dalam perang.
"Itu juga berkaitan dengan kegagalan intelijen," kata Blattman. Pemimpin seperti Putin juga memiliki psikologi yang bias untuk menerima keyakinan yang salah. Putin pun terlalu percaya diri dan memiliki estimasi berlebihan dalam memprediksi kemenangan. Kesalahan persepsi itu menjerumuskan dunia ke dalam perang.
4. Ketidakpastian
Para pembuat kebijakan tidak mengetahui kekuatan musuh. Putin tak berpikir bagaimana tentara Ukraina akan melawan. Dia juga tak mengukur bagaimana kompetensi rakyat Ukraina yang siap berjuang.
"Ketidakpastian itu menyebabkan invasi adalah sebuah judi," tutur Blattman. Akibatnya, tidak ada strategi yang optimal.
5. Tak bisa diandalkan
Perang terjadi juga dikarenakan adanya kekuasaan yang melemah. Untuk memperkuat kekuasaan, maka para pemimpin cenderung menginginkan perang. Mereka juga akan mengabaikan perdamaian. "Ketika banyak negara mendekati Eropa, Putin merasa terancam," kata Blattman.
(ahm)