4 Negara yang Pemimpinnya Terjungkal Setelah Arab Spring
loading...
A
A
A
KAIRO - Terdapat sejumlah negara yang pemimpinnya lengser setelah Arab Spring. Salah satunya adalah Tunisia yang menjadi tempat awal mula kemunculan gerakan massa itu.
Singkatnya, istilah Arab Spring merujuk pada serangkaian protes, demonstrasi, serta kerusuhan sosial-politik yang terjadi di sejumlah negara Arab sekitar tahun 2010-an.
Saat itu, protes menuntut perubahan yang dilakukan justru menjadi konflik yang pada akhirnya berakhir dengan pergolakan.
Lantas, negara mana sajakah yang pemimpinnya terjungkal setelah Arab Spring? Berikut di antaranya!
Deretan Negara yang Pemimpinnya Lengser Pasca Arab Spring
Tunisia menjadi tempat awal munculnya Arab Spring. Mengutip laman History, Jumat (5/5/2023), Arab Spring bermula pada Desember 2010.
Saat itu, seorang pedagang Tunisia bernama Mohammed Bouazizi membakar dirinya sendiri sebagai bentuk protes atas tindakan sewenang-wenang dari pemerintah. Aksinya ini menyulut kemarahan publik di Tunisia.
Setelahnya, mulai terjadi protes di jalanan ibu kota negara. Hal ini pada akhirnya mendorong presiden Zine El Abidine Ben Ali untuk rela melepas jabatannya dan segera melarikan diri ke Arab Saudi.
Beralih ke Mesir, saat itu Hosni Mubarak yang menjadi Presiden juga turut menghadapi tekanan selama protes Arab Spring. Mengutip laman Al Jazeera, ribuan warga Mesir berbaris di Kairo, Alexandria, dan kota lainnya pada 25 Januari 2011.
Saat itu, tujuan mereka tidak lain adalah menuntut pengunduran diri Presiden Hosni Mubarak yang telah berkuasa puluhan tahun. Setelah berhari-hari ditekan, akhirnya dia menyerah dan mundur dari jabatannya pada 11 Februari 2011.
Pergantian kekuasaan menempatkan Mohammed Morsi sebagai pemimpin baru. Namun, tak lama berselang dia justru digulingkan oleh kalangan militer akibat pemerintahannya yang penuh kontroversi.
Api pergolakan Arab Spring juga merembet ke Libya. Saat itu, para demonstran melawan pemerintahan otoriter Muammar Gaddafi sejak Februari 2011.
Menurut laporan Al Jazeera, protes terhadap pemerintahan Libya segera berubah menjadi konflik bersenjata saat pasukan keamanan bentrok dengan pengunjuk rasa. Pada fase ini, tercatat hampir 300 warga sipil menjadi korban jiwa.
Meningkatnya korban sipil, PBB mengeluarkan resolusi tentang penetapan Libya sebagai zona larangan terbang. Selain itu, ada juga seruan untuk melindungi warga sipil dengan segala cara.
Pada 31 Maret, NATO melakukan serangan dengan tujuan melindungi warga sipil. Bantuan ini membuat posisi pemerintahan Gaddafi semakin terdesak, hingga pada akhirnya dia harus tewas dan kehilangan kekuasaan yang telah dimiliki selama 40 tahun lamanya.
Yaman juga mengalami dampak besar akibat Arab Spring. Sama halnya di negara Arab lain, demonstran menuntut reformasi serta pengunduran diri Presiden Ali Abdullah Saleh yang telah berkuasa puluhan tahun.
Berawal dari Januari 2011, gelombang demonstrasi dan bentrokan terus berdatangan. Setelah berbulan-bulan lamanya, Ali Abdullah Saleh menandatangani perjanjian untuk menyerahkan kekuasaannya.
Sayangnya, keadaan Yaman setelah itu tak kunjung membaik. Dalam hal ini, justru muncul kelompok militan seperti Houthi yang ingin menguasai wilayahnya.
Singkatnya, istilah Arab Spring merujuk pada serangkaian protes, demonstrasi, serta kerusuhan sosial-politik yang terjadi di sejumlah negara Arab sekitar tahun 2010-an.
Saat itu, protes menuntut perubahan yang dilakukan justru menjadi konflik yang pada akhirnya berakhir dengan pergolakan.
Lantas, negara mana sajakah yang pemimpinnya terjungkal setelah Arab Spring? Berikut di antaranya!
Deretan Negara yang Pemimpinnya Lengser Pasca Arab Spring
1. Tunisia
Tunisia menjadi tempat awal munculnya Arab Spring. Mengutip laman History, Jumat (5/5/2023), Arab Spring bermula pada Desember 2010.
Saat itu, seorang pedagang Tunisia bernama Mohammed Bouazizi membakar dirinya sendiri sebagai bentuk protes atas tindakan sewenang-wenang dari pemerintah. Aksinya ini menyulut kemarahan publik di Tunisia.
Setelahnya, mulai terjadi protes di jalanan ibu kota negara. Hal ini pada akhirnya mendorong presiden Zine El Abidine Ben Ali untuk rela melepas jabatannya dan segera melarikan diri ke Arab Saudi.
2. Mesir
Beralih ke Mesir, saat itu Hosni Mubarak yang menjadi Presiden juga turut menghadapi tekanan selama protes Arab Spring. Mengutip laman Al Jazeera, ribuan warga Mesir berbaris di Kairo, Alexandria, dan kota lainnya pada 25 Januari 2011.
Saat itu, tujuan mereka tidak lain adalah menuntut pengunduran diri Presiden Hosni Mubarak yang telah berkuasa puluhan tahun. Setelah berhari-hari ditekan, akhirnya dia menyerah dan mundur dari jabatannya pada 11 Februari 2011.
Pergantian kekuasaan menempatkan Mohammed Morsi sebagai pemimpin baru. Namun, tak lama berselang dia justru digulingkan oleh kalangan militer akibat pemerintahannya yang penuh kontroversi.
3. Libya
Api pergolakan Arab Spring juga merembet ke Libya. Saat itu, para demonstran melawan pemerintahan otoriter Muammar Gaddafi sejak Februari 2011.
Menurut laporan Al Jazeera, protes terhadap pemerintahan Libya segera berubah menjadi konflik bersenjata saat pasukan keamanan bentrok dengan pengunjuk rasa. Pada fase ini, tercatat hampir 300 warga sipil menjadi korban jiwa.
Meningkatnya korban sipil, PBB mengeluarkan resolusi tentang penetapan Libya sebagai zona larangan terbang. Selain itu, ada juga seruan untuk melindungi warga sipil dengan segala cara.
Pada 31 Maret, NATO melakukan serangan dengan tujuan melindungi warga sipil. Bantuan ini membuat posisi pemerintahan Gaddafi semakin terdesak, hingga pada akhirnya dia harus tewas dan kehilangan kekuasaan yang telah dimiliki selama 40 tahun lamanya.
4. Yaman
Yaman juga mengalami dampak besar akibat Arab Spring. Sama halnya di negara Arab lain, demonstran menuntut reformasi serta pengunduran diri Presiden Ali Abdullah Saleh yang telah berkuasa puluhan tahun.
Berawal dari Januari 2011, gelombang demonstrasi dan bentrokan terus berdatangan. Setelah berbulan-bulan lamanya, Ali Abdullah Saleh menandatangani perjanjian untuk menyerahkan kekuasaannya.
Sayangnya, keadaan Yaman setelah itu tak kunjung membaik. Dalam hal ini, justru muncul kelompok militan seperti Houthi yang ingin menguasai wilayahnya.
(sya)