Pengakuan Tentara Turki soal Kejanggalan Kudeta terhadap Erdogan
loading...
A
A
A
ANKARA - Empat tahun lalu, sebuah percobaan kudeta militer terhadap pemerintah Presiden Recep Tayyip Erdogan terjadi di Turki . Kudeta yang gagal itu menyebabkan puluhan ribu tentara, polisi, dan pegawai negeri diberhentikan atau diskors dari pekerjaan mereka, dan ribuan lainnya dipenjara.
Sebuah foto yang diterbitkan di sebuah surat kabar Turki menunjukkan barisan pria yang ditelanjangi sebagian, tangan terikat ke belakang, berlutut di kandang kuda setelah mereka ditahan oleh polisi. Di antara mereka adalah Letnan Muhammed Emin Gundogdu. Dia mengaku pada malam kudeta itu sebenarnya dalam posisi mengikuti perintah latihan rutin dari komandannya, namun yang terjadi akibat peristiwa itu mengubah seluruh jalan hidupnya.
Di Jerman, dirinya berbagi kisah untuk pertama kalinya dalam sebuah wawancara eksklusif Euronews. (Baca: Turki Buat Kesepakatan Rahasia dengan Sejumlah Negara Soal Penculikan Warga )
Dikisahkannya, pada 16 Juli 2016, ribuan tentara Turki ditangkap dan dibawa ke berbagai lokasi di seluruh negeri setelah upaya kudeta yang gagal pada malam sebelumnya.
Percobaan kudeta 15 Juli mengakibatkan 251 orang meninggal, dan 2.200 lainnya terluka. Pemerintah Turki kemudian menuduh gerakan Gulen (kelompok Muslim yang dipimpin oleh ulama yang berbasis di Amerika Serikat (AS) Fethullah Gulen) berada di balik upaya tersebut, dan menamakan mereka Organisasi Teroris Fethullah (FETO).
Sejak itu, lebih dari 500.000 orang telah ditahan. Data ini bersumber dari pemerintah yang dilansir Euronews, Selasa(21/72020). Menurut data tersebut, lebih dari 150.000 orang telah dipecat dari pekerjaan mereka. Ribuan orang telah meninggalkan Turki , termasuk dari mereka adalah petugas keamanan, hakim, jaksa, pegawai negeri, guru, akademisi, dan jurnalis. Prajurit dan kadet militer, yang sebagian berusia 17 tahun, ditangkap dan dipenjara. Banyak yang menerima hukuman seumur hidup. (Baca: Ide AS Beli S-400 Milik Turki Dinilai Tragis Sekaligus Menggelikan )
Letnan Muhammed Emin Gundogdu menceritakan saat itu dirinya masih berusia 23 tahun. Pada malam kejadian itu dirinya sebenarnya telah mengemasi tas dan perlengkapannya untuk mempersiapkan perjalanan pulang guna mengunjungi keluarganya ketika komandannya; Muhlis Kocak, mengirim sebuah pesan mendadak ke grup WhatsApp yang mengumumkan adanya sesi pelatihan malam yang bersifat wajib. Atas perintah itu, Gundogdu membatalkan rencana kepulangannya.
"Komandan kami tidak pernah muncul malam itu," katanya.
Menurut komandan dalam pengarahannya di grup, pelatihan itu dilakukan untuk menghadapi kemungkinan serangan teroris. Para prajurit juga diberikan amunisi lengkap, yang tidak seperti pada pelatihan seperti biasanya. Hal ini membuat para prajurit bertanya-tanya apakah mereka sedang diserang oleh ISIS, atau kelompok radikal lainnya. (Baca: Popularitas Partainya Erdogan Merosot karena Covid-19 dan Tekanan Ekonomi )
Mereka kemudian diberangkatkan ke berbagai lokasi. Sebanyak 40 personel di antaranya dikirim ke istana Presiden Recep Tayyip Erdogan dan ditugaskan untuk melindunginya.
Sebuah foto yang diterbitkan di sebuah surat kabar Turki menunjukkan barisan pria yang ditelanjangi sebagian, tangan terikat ke belakang, berlutut di kandang kuda setelah mereka ditahan oleh polisi. Di antara mereka adalah Letnan Muhammed Emin Gundogdu. Dia mengaku pada malam kudeta itu sebenarnya dalam posisi mengikuti perintah latihan rutin dari komandannya, namun yang terjadi akibat peristiwa itu mengubah seluruh jalan hidupnya.
Di Jerman, dirinya berbagi kisah untuk pertama kalinya dalam sebuah wawancara eksklusif Euronews. (Baca: Turki Buat Kesepakatan Rahasia dengan Sejumlah Negara Soal Penculikan Warga )
Dikisahkannya, pada 16 Juli 2016, ribuan tentara Turki ditangkap dan dibawa ke berbagai lokasi di seluruh negeri setelah upaya kudeta yang gagal pada malam sebelumnya.
Percobaan kudeta 15 Juli mengakibatkan 251 orang meninggal, dan 2.200 lainnya terluka. Pemerintah Turki kemudian menuduh gerakan Gulen (kelompok Muslim yang dipimpin oleh ulama yang berbasis di Amerika Serikat (AS) Fethullah Gulen) berada di balik upaya tersebut, dan menamakan mereka Organisasi Teroris Fethullah (FETO).
Sejak itu, lebih dari 500.000 orang telah ditahan. Data ini bersumber dari pemerintah yang dilansir Euronews, Selasa(21/72020). Menurut data tersebut, lebih dari 150.000 orang telah dipecat dari pekerjaan mereka. Ribuan orang telah meninggalkan Turki , termasuk dari mereka adalah petugas keamanan, hakim, jaksa, pegawai negeri, guru, akademisi, dan jurnalis. Prajurit dan kadet militer, yang sebagian berusia 17 tahun, ditangkap dan dipenjara. Banyak yang menerima hukuman seumur hidup. (Baca: Ide AS Beli S-400 Milik Turki Dinilai Tragis Sekaligus Menggelikan )
Letnan Muhammed Emin Gundogdu menceritakan saat itu dirinya masih berusia 23 tahun. Pada malam kejadian itu dirinya sebenarnya telah mengemasi tas dan perlengkapannya untuk mempersiapkan perjalanan pulang guna mengunjungi keluarganya ketika komandannya; Muhlis Kocak, mengirim sebuah pesan mendadak ke grup WhatsApp yang mengumumkan adanya sesi pelatihan malam yang bersifat wajib. Atas perintah itu, Gundogdu membatalkan rencana kepulangannya.
"Komandan kami tidak pernah muncul malam itu," katanya.
Menurut komandan dalam pengarahannya di grup, pelatihan itu dilakukan untuk menghadapi kemungkinan serangan teroris. Para prajurit juga diberikan amunisi lengkap, yang tidak seperti pada pelatihan seperti biasanya. Hal ini membuat para prajurit bertanya-tanya apakah mereka sedang diserang oleh ISIS, atau kelompok radikal lainnya. (Baca: Popularitas Partainya Erdogan Merosot karena Covid-19 dan Tekanan Ekonomi )
Mereka kemudian diberangkatkan ke berbagai lokasi. Sebanyak 40 personel di antaranya dikirim ke istana Presiden Recep Tayyip Erdogan dan ditugaskan untuk melindunginya.