Sekjen NATO: Ukraina Sudah Terima 98% dari Kendaraan Tempur yang Dijanjikan
loading...
A
A
A
Stoltenberg mengatakan bahwa KTT NATO pada Juli di Lituania akan menetapkan rencana untuk program dukungan multi-tahun untuk Ukraina.
“Ini akan menempatkan Ukraina pada posisi yang kuat untuk terus merebut kembali wilayah yang diduduki,” kata Stoltenberg.
Komentarnya muncul sehari setelah Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan dia dan pemimpin China Xi Jinping melakukan panggilan telepon "panjang dan bermakna" dalam kontak pertama mereka yang diketahui sejak invasi skala penuh Rusia lebih dari setahun yang lalu.
Meskipun Zelensky mengatakan dia terdorong oleh seruan Xi Jinping agar bernegosiasi dengan Rusia, dan para pejabat Barat menyambut baik langkah Xi Jinping, perkembangan tersebut belum membawa perubahan langsung dalam prospek perdamaian.
Rusia dan Ukraina berjauhan dalam hal perdamaian, dan Beijing—sambil ingin memposisikan dirinya sebagai kekuatan diplomatik global—telah menolak untuk mengkritik invasi Moskow.
Pemerintah China memandang Rusia sebagai sekutu diplomatik dalam menentang pengaruh AS dalam urusan global, dan Xi Jinping mengunjungi Moskow bulan lalu.
“Mungkin perang ini akan berakhir di meja perundingan,” kata Stoltenberg.
"[Tetapi] Ukraina-lah yang memutuskan apa syarat untuk pembicaraan dan format apa yang harus dimiliki setiap pembicaraan," imbuh dia, seperti dikutip Al Jazeera, Jumat (28/4/2023).
"[Bagaimanapun, setiap kemungkinan untuk negosiasi berarti mengharuskan Ukraina memiliki kekuatan militer yang diperlukan untuk mengirim pesan yang sangat jelas kepada Presiden [Rusia Vladimir] Putin bahwa dia tidak akan menang di medan perang," papar Stoltenberg.
Pekan lalu, perwakilan anggota NATO berkumpul di Ramstein di Jerman untuk pembicaraan yang diselenggarakan oleh Amerika Serikat untuk meninjau sistem pertahanan dan pasokan yang menurut Ukraina dibutuhkan.
“Ini akan menempatkan Ukraina pada posisi yang kuat untuk terus merebut kembali wilayah yang diduduki,” kata Stoltenberg.
Komentarnya muncul sehari setelah Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan dia dan pemimpin China Xi Jinping melakukan panggilan telepon "panjang dan bermakna" dalam kontak pertama mereka yang diketahui sejak invasi skala penuh Rusia lebih dari setahun yang lalu.
Meskipun Zelensky mengatakan dia terdorong oleh seruan Xi Jinping agar bernegosiasi dengan Rusia, dan para pejabat Barat menyambut baik langkah Xi Jinping, perkembangan tersebut belum membawa perubahan langsung dalam prospek perdamaian.
Rusia dan Ukraina berjauhan dalam hal perdamaian, dan Beijing—sambil ingin memposisikan dirinya sebagai kekuatan diplomatik global—telah menolak untuk mengkritik invasi Moskow.
Pemerintah China memandang Rusia sebagai sekutu diplomatik dalam menentang pengaruh AS dalam urusan global, dan Xi Jinping mengunjungi Moskow bulan lalu.
“Mungkin perang ini akan berakhir di meja perundingan,” kata Stoltenberg.
"[Tetapi] Ukraina-lah yang memutuskan apa syarat untuk pembicaraan dan format apa yang harus dimiliki setiap pembicaraan," imbuh dia, seperti dikutip Al Jazeera, Jumat (28/4/2023).
"[Bagaimanapun, setiap kemungkinan untuk negosiasi berarti mengharuskan Ukraina memiliki kekuatan militer yang diperlukan untuk mengirim pesan yang sangat jelas kepada Presiden [Rusia Vladimir] Putin bahwa dia tidak akan menang di medan perang," papar Stoltenberg.
Pekan lalu, perwakilan anggota NATO berkumpul di Ramstein di Jerman untuk pembicaraan yang diselenggarakan oleh Amerika Serikat untuk meninjau sistem pertahanan dan pasokan yang menurut Ukraina dibutuhkan.