Balas Dendam, Putin Dapat Luncurkan Serangan Nuklir untuk Kehancuran Ukraina
loading...
A
A
A
LONDON - Presiden Rusia Vladimir Putin dapat meluncurkan serangan nuklir ke Ukraina jika menurutnya kekalahan Moskow sudah dekat. Demikian peringatan dari lembaga think-tank Chatham House yang berbasis di Inggris.
Moskow telah memicu kekhawatiran baru selama beberapa hari terakhir setelah mengumumkan akan mengerahkan senjata nuklir taktis ke Belarusia. Militer Putin juga baru saja menyelesaikan latihan dengan sistem rudal balistik antarbenua (ICBM) Yars.
Dalam sebuah makalah penelitian untuk Chatham House, pakar Rusia dan Eurasia dari lembaga tersebut; Keir Giles, memperingatkan ada kemungkinan “non-zero” Putin dapat melakukan serangan nuklir di Ukraina.
"Serangan nuklir dapat diperintahkan jika tidak ada lagi kemungkinan untuk mengeklaim kemenangan konvensional dan serangan destruktif yang kuat di Ukraina dianggap sebagai satu-satunya cara untuk menghindari kekalahan yang jelas," kata Giles.
“Saat di mana Putin merasa pilihannya habis kemungkinan akan menjadi titik keputusan yang paling berbahaya,” katanya lagi, seperti dikutip GB News, Sabtu (1/4/2023).
Giles menjelaskan bahwa senjata nuklir hanya akan memiliki sedikit kegunaan militer di tanah di Ukraina karena garis depan membentang ratusan mil sehingga setiap serangan tidak hanya akan membunuh orang Ukraina tetapi juga akan menyinari tanah, membuatnya tidak dapat ditinggali oleh orang Rusia.
Pakar itu melanjutkan, sebagai akibatnya, serangan tidak mungkin dilakukan untuk mencapai tujuan militer. "Melainkan respons balas dendam yang dimaksudkan hanya untuk menyebabkan kesengsaraan dan kehancuran di Ukraina sebagai pengakuan atas kegagalan Rusia untuk menaklukkannya," paparnya.
Lembaga itu menambahkan bahwa hambatan yang mencegah Rusia meluncurkan senjata nuklir, seperti risiko serangan balasan dan eskalasi nuklir lebih lanjut, tidak mempertimbangkan kemungkinan bahwa Putin tidak dapat membuat keputusan yang rasional.
"Kondisi di atas perlu dipertimbangkan dengan peringatan bahwa mereka menganggap Presiden Putin mampu membuat pilihan rasional berdasarkan penilaian objektif atas situasinya dan Rusia," kata lembaga tersebut dalam laporannya.
Moskow telah memicu kekhawatiran baru selama beberapa hari terakhir setelah mengumumkan akan mengerahkan senjata nuklir taktis ke Belarusia. Militer Putin juga baru saja menyelesaikan latihan dengan sistem rudal balistik antarbenua (ICBM) Yars.
Dalam sebuah makalah penelitian untuk Chatham House, pakar Rusia dan Eurasia dari lembaga tersebut; Keir Giles, memperingatkan ada kemungkinan “non-zero” Putin dapat melakukan serangan nuklir di Ukraina.
"Serangan nuklir dapat diperintahkan jika tidak ada lagi kemungkinan untuk mengeklaim kemenangan konvensional dan serangan destruktif yang kuat di Ukraina dianggap sebagai satu-satunya cara untuk menghindari kekalahan yang jelas," kata Giles.
“Saat di mana Putin merasa pilihannya habis kemungkinan akan menjadi titik keputusan yang paling berbahaya,” katanya lagi, seperti dikutip GB News, Sabtu (1/4/2023).
Giles menjelaskan bahwa senjata nuklir hanya akan memiliki sedikit kegunaan militer di tanah di Ukraina karena garis depan membentang ratusan mil sehingga setiap serangan tidak hanya akan membunuh orang Ukraina tetapi juga akan menyinari tanah, membuatnya tidak dapat ditinggali oleh orang Rusia.
Pakar itu melanjutkan, sebagai akibatnya, serangan tidak mungkin dilakukan untuk mencapai tujuan militer. "Melainkan respons balas dendam yang dimaksudkan hanya untuk menyebabkan kesengsaraan dan kehancuran di Ukraina sebagai pengakuan atas kegagalan Rusia untuk menaklukkannya," paparnya.
Lembaga itu menambahkan bahwa hambatan yang mencegah Rusia meluncurkan senjata nuklir, seperti risiko serangan balasan dan eskalasi nuklir lebih lanjut, tidak mempertimbangkan kemungkinan bahwa Putin tidak dapat membuat keputusan yang rasional.
"Kondisi di atas perlu dipertimbangkan dengan peringatan bahwa mereka menganggap Presiden Putin mampu membuat pilihan rasional berdasarkan penilaian objektif atas situasinya dan Rusia," kata lembaga tersebut dalam laporannya.