Mahkamah Internasional: Pembekuan Aset Iran Ilegal, AS Harus Bayar Kompensasi
loading...
A
A
A
DEN HAAG - Mahkamah Internasional (ICJ) memutuskan Amerika Serikat (AS) telah secara ilegal mengizinkan pengadilan membekukan aset beberapa perusahaan Iran . Pengadilan internasional itu pun memerintahkan AS untuk membayar kompensasi dengan jumlahnya akan ditentukan kemudian.
Meski begitu, ICJ menyatakan tidak memiliki yurisdiksi atas USD1,75 miliar aset bank sentral Iran yang dibekukan.
Kasus di hadapan ICJ, juga dikenal sebagai Pengadilan Dunia, awalnya diajukan oleh Teheran terhadap Washington pada tahun 2016 karena diduga melanggar perjanjian persahabatan tahun 1955 dengan mengizinkan pengadilan AS membekukan aset perusahaan Iran. Uang itu akan diberikan sebagai kompensasi kepada korban serangan teroris.
Republik Islam menyangkal mendukung terorisme internasional.
Perjanjian persahabatan tahun 1950-an ditandatangani jauh sebelum Revolusi Islam Iran tahun 1979, yang menggulingkan shah yang didukung AS, dan selanjutnya memutuskan hubungan AS-Iran.
Washington akhirnya menarik diri dari perjanjian itu pada tahun 2018. Meskipun demikian, ICJ memutuskan bahwa perjanjian itu masih berlaku pada saat pembekuan aset perusahaan dan entitas komersial Iran dilakukan.
"Pengadilan telah menyimpulkan Amerika Serikat melanggar kewajibannya berdasarkan perjanjian persahabatan," kata hakim ketua Kirill Gevorgian seperti dikutip dari Reuters, Jumat (31/3/2023).
Dia menambahkan bahwa Iran berhak atas kompensasi dan para pihak memiliki waktu 24 bulan untuk menyepakati jumlahnya. Jika itu tidak berhasil, pengadilan akan memulai proses baru untuk menentukan kompensasi.
Para hakim juga menjelaskan bahwa pengadilan tidak memiliki yurisdiksi atas aset senilai USD1,75 miliar dari bank sentral Iran yang dipegang oleh AS karena bank tersebut bukan perusahaan komersial, dan dengan demikian tidak dilindungi oleh perjanjian tersebut.
Putusan ICJ, mahkamah agung PBB, bersifat mengikat, tetapi tidak memiliki cara untuk menegakkannya. Amerika Serikat dan Iran termasuk di antara segelintir negara yang mengabaikan keputusannya di masa lalu.
Penjabat Penasihat Hukum Rich Visek dari Departemen Luar Negeri AS mengatakan dalam sebuah pernyataan tertulis bahwa putusan itu menolak sebagian besar kasus Iran, terutama yang menyangkut aset bank sentral.
"Ini adalah kemenangan besar bagi Amerika Serikat dan korban terorisme yang disponsori negara Iran," tambah Visek.
Di akun Twitter-nya, Kementerian Luar Negeri Iran mengklaim kemenangan, mengatakan keputusan itu adalah bukti kebenaran Iran dan pelanggaran oleh pemerintah AS.
Putusan itu dikeluarkan di tengah meningkatnya ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran setelah serangan balasan antara pasukan yang didukung Iran dan personel AS di Suriah pekan lalu.
Hubungan menjadi tegang setelah upaya untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015 antara Iran dan kekuatan besar dunia terhenti, dan karena drone Iran digunakan oleh Rusia untuk melawan Ukraina.
Lihat Juga: Cara Mohammed bin Salman Ubah Tatanan Dunia: Jinakkan AS Pakai Minyak, Berdamai dengan Iran
Meski begitu, ICJ menyatakan tidak memiliki yurisdiksi atas USD1,75 miliar aset bank sentral Iran yang dibekukan.
Kasus di hadapan ICJ, juga dikenal sebagai Pengadilan Dunia, awalnya diajukan oleh Teheran terhadap Washington pada tahun 2016 karena diduga melanggar perjanjian persahabatan tahun 1955 dengan mengizinkan pengadilan AS membekukan aset perusahaan Iran. Uang itu akan diberikan sebagai kompensasi kepada korban serangan teroris.
Republik Islam menyangkal mendukung terorisme internasional.
Perjanjian persahabatan tahun 1950-an ditandatangani jauh sebelum Revolusi Islam Iran tahun 1979, yang menggulingkan shah yang didukung AS, dan selanjutnya memutuskan hubungan AS-Iran.
Washington akhirnya menarik diri dari perjanjian itu pada tahun 2018. Meskipun demikian, ICJ memutuskan bahwa perjanjian itu masih berlaku pada saat pembekuan aset perusahaan dan entitas komersial Iran dilakukan.
"Pengadilan telah menyimpulkan Amerika Serikat melanggar kewajibannya berdasarkan perjanjian persahabatan," kata hakim ketua Kirill Gevorgian seperti dikutip dari Reuters, Jumat (31/3/2023).
Dia menambahkan bahwa Iran berhak atas kompensasi dan para pihak memiliki waktu 24 bulan untuk menyepakati jumlahnya. Jika itu tidak berhasil, pengadilan akan memulai proses baru untuk menentukan kompensasi.
Para hakim juga menjelaskan bahwa pengadilan tidak memiliki yurisdiksi atas aset senilai USD1,75 miliar dari bank sentral Iran yang dipegang oleh AS karena bank tersebut bukan perusahaan komersial, dan dengan demikian tidak dilindungi oleh perjanjian tersebut.
Putusan ICJ, mahkamah agung PBB, bersifat mengikat, tetapi tidak memiliki cara untuk menegakkannya. Amerika Serikat dan Iran termasuk di antara segelintir negara yang mengabaikan keputusannya di masa lalu.
Penjabat Penasihat Hukum Rich Visek dari Departemen Luar Negeri AS mengatakan dalam sebuah pernyataan tertulis bahwa putusan itu menolak sebagian besar kasus Iran, terutama yang menyangkut aset bank sentral.
"Ini adalah kemenangan besar bagi Amerika Serikat dan korban terorisme yang disponsori negara Iran," tambah Visek.
Di akun Twitter-nya, Kementerian Luar Negeri Iran mengklaim kemenangan, mengatakan keputusan itu adalah bukti kebenaran Iran dan pelanggaran oleh pemerintah AS.
Putusan itu dikeluarkan di tengah meningkatnya ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran setelah serangan balasan antara pasukan yang didukung Iran dan personel AS di Suriah pekan lalu.
Hubungan menjadi tegang setelah upaya untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015 antara Iran dan kekuatan besar dunia terhenti, dan karena drone Iran digunakan oleh Rusia untuk melawan Ukraina.
Lihat Juga: Cara Mohammed bin Salman Ubah Tatanan Dunia: Jinakkan AS Pakai Minyak, Berdamai dengan Iran
(ian)