Rusia Bantu Program Senjata Nuklir China, AS Merasa Terancam

Sabtu, 18 Maret 2023 - 14:59 WIB
loading...
Rusia Bantu Program Senjata Nuklir China, AS Merasa Terancam
Langkah perusahaan energi atom Rusia membantu program senjata nuklir China membuat Amerika Serikat merasa terancam. Foto/REUTERS/Jason Lee/File Photo
A A A
WASHINGTON - Rusia , melalui perusahaan energi atomnya, telah membantu program senjata nuklir China. Langkah itu dianggap para anggota Parlemen Amerika Serikat (AS) sebagai ancaman langsung terhadap keamanan nasional Amerika.

Para politisi Partai Republik di Parlemen menyerukan pejabat keamanan nasional pemerintahan Presiden Joe Biden untuk memanfaatkan penerapan penuh sanksi, kontrol ekspor, dan diplomasi guna memblokir perusahaan energi atom milik negara Rusia; Rosatom, membantu memperluas program senjata nuklir Beijing.

Ketua Komite Angkatan Bersenjata Parlemen Mike Rogers, Ketua Komite Intelijen Parlemen Mike Turner, dan Ketua Komite Urusan Luar Negeri Parlemen Michael McCaul menuntut agar pemerintahan Biden mengakui bahwa Rusia dan China sedang bekerja bersama-sama melawan Amerika Serikat.



"Perusahaan energi nuklir milik negara Rusia, Rosatom, membantu Republik Rakyat China mendapatkan cukup plutonium tingkat senjata untuk memicu ledakan nuklir strategisnya," tulis para petinggi Parlemen tersebut dalam surat pada hari Jumat kepada Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan, Menteri Luar Negeri Antony Blinken, Menteri Pertahanan Lloyd Austin, Menteri Keuangan Janet Yellen, Menteri Energi Jennifer Granholm, Menteri Perdagangan Gina Raimondo dan Direktur Intelijen Nasional Avril Haines.

Para petinggi Parlemen Amerika menjelaskan bahwa Rosatom Rusia membantu memicu upaya perang Presiden Rusia Vladimir Putin di Ukraina.

"Kami meminta pemerintah untuk melihat kerja sama ini apa adanya, ancaman langsung terhadap keamanan AS dan lebih banyak bukti bahwa Rusia dan China bekerja sama melawan Amerika Serikat," lanjut surat mereka.

"Pemerintah harus menggunakan semua alat yang tersedia untuk menghentikan kerja sama berbahaya Rosatom dan Republik Rakyat China."



Rogers, Turner dan McCaul juga memperingatkan bahwa posisi Rosatom di pasar global semakin kuat.

"Semakin lama kita menunggu untuk bertindak, semakin sulit untuk menangani transaksi jahat Rosatom," tulis mereka.

"Putin menggunakan dana ini untuk mendanai mesin perangnya dan menjaga jadwal program senjata favoritnya," lanjut surat mereka.

"Singkatnya, setiap dolar dan euro yang dibawa Rosatom secara langsung membiayai kematian dan kehancuran yang kita lihat di Ukraina, perluasan senjata nuklir China, dan merupakan ancaman langsung terhadap cara hidup Amerika," imbuh surat mereka, seperti dikutip Fox News, Sabtu (18/3/2023).

Rogers, Turner, dan McCaul menuntut tindakan yang lebih kuat dan pendekatan menyeluruh pemerintah Biden.

"Kami meminta Anda menggunakan semua alat yang Anda miliki, seperti penerapan penuh sanksi, kontrol ekspor, dan diplomasi, untuk menghentikan Putin menggunakan Rosatom untuk menantang kepentingan AS di seluruh dunia," papar mereka.

Mereka meminta pemerintahan Biden memaparkan pengarahan tentang strateginya terhadap Rosatom selambat-lambatnya 17 April 2023.

Peringatan para petinggi Parlemen Amerika itu muncul setelah komunitas intelijen memperingatkan dalam penilaian ancaman tahunannya bahwa China me-reorientasi postur nuklirnya.

Komandan Komando Strategis AS Laksamana Charles Richard menyebut ekspansi senjata nuklir China sebagai "pelarian strategis".

Pejabat komunitas intelijen Amerika juga memperingatkan dalam penilaiannya bahwa Rusia mempertahankan stok senjata nuklir terbesar dan paling mampu dan terus memperluas dan memodernisasi kemampuan senjata nuklirnya.

Mengenai hubungan antara China dan Rusia, komunitas intelijen menilai kedua negara akan mempertahankan hubungan strategis mereka yang didorong oleh persepsi mereka menjadi ancaman bersama bagi Amerika Serikat.

Para pejabat Washington memperingatkan bahwa hubungan antara China dan Rusia menciptakan ancaman potensial di bidang-bidang seperti kolaborasi keamanan, khususnya penjualan senjata dan latihan bersama, dan diplomasi, di mana setiap negara telah menggunakan hak vetonya di Dewan Keamanan PBB untuk melawan kepentingan AS.
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1871 seconds (0.1#10.140)