Rusia Siap untuk Pembicaraan Normal dengan Barat, Sinyal Damai?
loading...
A
A
A
MOSKOW - Rusia siap untuk diskusi substantif dengan kolektif Barat secara keseluruhan atau pihak mana pun. Pernyataan itu diungkapkan Direktur Departemen Eropa Kedua Kementerian Luar Negeri Rusia Sergey Belyaev.
Diplomat senior itu membuat pernyataan dalam wawancara dengan RTVI yang diterbitkan Selasa (7/2/2023).
“Rusia siap untuk berbicara dengan siapa pun, dengan Inggris dan, secara umum, dengan Finlandia, Swedia, siapa pun,” ujar Belyaev menekankan.
Dia menambahkan, “Jika ada keinginan untuk duduk dan berbicara normal tentang cara menormalkan situasi, tentang cara meminimalkan risiko, dan di sana ada risiko.”
“Pada saat yang sama, tidak ada gunanya dalam negosiasi apa pun jika percakapan dengan kami hanya diperlukan untuk duduk di meja dan membacakan untuk kami, seperti yang kadang-kadang terjadi, pernyataan yang telah disuarakan di depan umum," ujar dia.
Diplomat itu menunjuk pada ketidakmampuan negara-negara Barat bernegosiasi dengan cara yang berarti, mengingat akibat dari ledakan yang merusak pipa Nord Stream September lalu.
Menurut dia, meskipun Moskow berulang kali menyerukan penyelidikan bersama atas insiden tersebut, Barat menunjukkan keengganan yang sangat mencurigakan untuk melakukan penyelidikan yang transparan.
"Untuk semua proposal kami (tentang penyelidikan potensial) tidak ada jawaban, atau jawabannya adalah 'tidak'. Timbul pertanyaan: jika mereka tidak ingin melakukan penyelidikan bersama kami, lalu mengapa?" ujar dia bertanya-tanya.
Hubungan antara Rusia dan Barat telah tegang selama beberapa waktu tetapi makin memburuk Februari lalu setelah Moskow melancarkan operasi militernya di negara tetangga Ukraina.
Perang pecah seiring kegagalan Kiev mengimplementasikan perjanjian Minsk, yang dirancang untuk memberikan status khusus Donetsk dan Luhansk dalam negara Ukraina.
Protokol, yang ditengahi Jerman dan Prancis, pertama kali ditandatangani pada tahun 2014.
Mantan pemimpin Ukraina, Jerman, dan Prancis sejak itu mengakui tujuan utama Kiev adalah menggunakan perjanjian untuk mengulur waktu bagi Kiev untuk membangun militernya.
Perang itu didahului Moskow menyerukan perjanjian jaminan keamanan multipartai yang komprehensif, tetapi ditolak mentah-mentah oleh Washington.
Diplomat senior itu membuat pernyataan dalam wawancara dengan RTVI yang diterbitkan Selasa (7/2/2023).
“Rusia siap untuk berbicara dengan siapa pun, dengan Inggris dan, secara umum, dengan Finlandia, Swedia, siapa pun,” ujar Belyaev menekankan.
Dia menambahkan, “Jika ada keinginan untuk duduk dan berbicara normal tentang cara menormalkan situasi, tentang cara meminimalkan risiko, dan di sana ada risiko.”
“Pada saat yang sama, tidak ada gunanya dalam negosiasi apa pun jika percakapan dengan kami hanya diperlukan untuk duduk di meja dan membacakan untuk kami, seperti yang kadang-kadang terjadi, pernyataan yang telah disuarakan di depan umum," ujar dia.
Diplomat itu menunjuk pada ketidakmampuan negara-negara Barat bernegosiasi dengan cara yang berarti, mengingat akibat dari ledakan yang merusak pipa Nord Stream September lalu.
Menurut dia, meskipun Moskow berulang kali menyerukan penyelidikan bersama atas insiden tersebut, Barat menunjukkan keengganan yang sangat mencurigakan untuk melakukan penyelidikan yang transparan.
"Untuk semua proposal kami (tentang penyelidikan potensial) tidak ada jawaban, atau jawabannya adalah 'tidak'. Timbul pertanyaan: jika mereka tidak ingin melakukan penyelidikan bersama kami, lalu mengapa?" ujar dia bertanya-tanya.
Hubungan antara Rusia dan Barat telah tegang selama beberapa waktu tetapi makin memburuk Februari lalu setelah Moskow melancarkan operasi militernya di negara tetangga Ukraina.
Perang pecah seiring kegagalan Kiev mengimplementasikan perjanjian Minsk, yang dirancang untuk memberikan status khusus Donetsk dan Luhansk dalam negara Ukraina.
Protokol, yang ditengahi Jerman dan Prancis, pertama kali ditandatangani pada tahun 2014.
Mantan pemimpin Ukraina, Jerman, dan Prancis sejak itu mengakui tujuan utama Kiev adalah menggunakan perjanjian untuk mengulur waktu bagi Kiev untuk membangun militernya.
Perang itu didahului Moskow menyerukan perjanjian jaminan keamanan multipartai yang komprehensif, tetapi ditolak mentah-mentah oleh Washington.
(sya)