China Diduga Ingin Sensor Penelitian Asal-usul COVID-19

Selasa, 14 April 2020 - 11:09 WIB
loading...
China Diduga Ingin Sensor...
Seorang pekerja medis mengenakan pakaian pelindung sedang beristirahat di bangsal isolasi Rumah Sakit Palang Merah Wuhan di Wuhan, Provinsi Hubei, China, 16 Februari. Foto/China Daily via REUTERS
A A A
BEIJING - Setidaknya dua universitas China menerbitkan dan kemudian menghapus pemberitahuan tentang aturan sensor baru yang dapat "memadamkan" penelitian tentang asal-usul pandemi virus corona baru (COVID-19).

Riset tentang COVID-19 bisa memicu kritik terhadap pemerintah China, yang jumlah kasus infeksi resminya di diduga di bawah dari angka yang sebenarnya. Negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat (AS), sudah lama curiga bahwa Beijing menyembunyikan data yang sebenarnya sehingga menghalangi persiapan global dalam menghadapi pandemi.

Kebijakan tentang aturan penelitian asal-usul virus itu pertama kali dilaporkan oleh The Guardian, Sabtu pekan lalu.

Pemberitahuan tentang aturan sensor penelitian tertanggal 5 April di-posting oleh China University of Geosciences di Wuhan. Pemberitahuan itu menyatakan komite akademik universitas akan meninjau penelitian tentang asal-usul virus dengan penekanan pada memeriksa keakuratan tesis, serta apakah itu cocok untuk dipublikasikan sebelum menyerahkannya ke pihak berwenang untuk ditinjau.

"Ketika cek telah selesai, sekolah harus melaporkan ke Kementerian Sains dan Teknologi (MOST), dan itu hanya akan diterbitkan setelah diperiksa juga oleh MOST," bunyi pemberitahuan tersebut.

Kemudian pemberitahuan tertanggal 9 April yang di-posting oleh Universitas Fudan di Shanghai mengatakan bahwa menurut Dewan Negara pemerintah pusat; "Makalah terkait dengan pelacakan virus harus dikelola secara ketat". Memo itu menguraikan langkah-langkah ulasan yang serupa.

Pemberitahuan yang diunggah oleh Universitas Fudan mengatakan Dewan Negara mengadopsi kebijakan baru pada 25 Maret, setelah virus melanda Eropa Barat dan Amerika Serikat, membuat ratusan ribu orang jatuh sakit dan memaksa sebagian besar bisnis tutup.

Seorang perwakilan dari sekolah yang berbasis di Shanghai mengatakan kepada CNN; "Ini tidak seharusnya dipublikasikan, itu adalah dokumen internal."

The Guardian melaporkan bahwa pihaknya menerima pemberitahuan itu, tetapi tidak dapat memvalidasi. Sebuah dokumen ketiga dari Renmin Hospital of Wuhan University juga mengatakan penelitian tentang asal-usul virus harus dikirim ke Beijing untuk disetujui sebelum dipublikasikan.

Pemerintah China melaporkan kurang dari 85.000 kasus COVID-19 di dalam negeri, yang pertama kali menarik perhatian global ketika pemerintah China memberi tahu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang virus baru yang misterius pada 31 Desember.

Pada bulan Desember, seorang dokter Wuhan, Li Wenliang, yang memperingatkan di ruang obrolan online tentang potensi virus baru dipaksa oleh polisi untuk menandatangani pengakuan bahwa ia "membuat komentar palsu".

"Mereka berusaha mengubahnya dari bencana besar menjadi bencana di mana pemerintah melakukan segalanya dengan benar dan memberi waktu kepada dunia untuk bersiap," kata Kevin Carrico, peneliti senior studi China di Universitas Monash, kepada The Guardian.

Koordinator respons coronavirus Gedung Putih, Dr Deborah Birx, mengatakan pada konferensi pers baru-baru ini bahwa ia dan para ahli lainnya tidak siap menghadapi ruang lingkup krisis karena sejumlah kecil kasus yang dilaporkan di China mengindikasikan variasi coronavirus yang kurang menular, seperti SARS.

"Komunitas medis menafsirkan seperti data China, ini serius, tetapi lebih kecil dari yang diperkirakan karena, saya pikir, mungkin kami kehilangan sejumlah besar data," kata Birx.

Pejabat China dan AS telah berdebat dan saling menyalahkan atas pandemi COVID-19. Seorang juru bicara pemerintah China pernah mengklaim virus itu adalah bioweapon atau senjata biologis AS. Presiden Donald Trump mengatakan dia membalas dengan menyebutnya "virus China".

Sementara itu, wabah COVID-19 sudah menyebar ke 210 negara dan menginfeksi 2.019.320 orang hingga pagi ini (14/4/2020). Jumlah pasien yang sembuh mencapai 448.655 orang dan korban meninggal 119.483 orang.

Angka itu merupakan data dari John Hopkins University (JHU) pukul 11.30 WIB. Berikut data jumlah kasus, korban meninggal dan pasien sembuh dari enam negara terparah yang dikutip SINDOnews.com dari laporan online JHU.

1. Amerika Serikat: 582.607 kasus, 23.622 meninggal, 44.261 sembuh
2. Spanyol: 170.099 kasus, 17.756 meninggal, 64.727 sembuh
3. Italia: 159.516 kasus,20.465 meninggal, 35.435 sembuh
4. Prancis: 137.877 kasus, 14.986 meningal, 28.001 sembuh
5. Jerman: 130.072 kasus, 3.194 meninggal, 64.300 sembuh
6. United Kingdom (Inggris): 89.570 kasus, 11.347 meninggal, 313 sembuh

Dari angka itu diketahui, Amerika Serikat jadi negara dengan jumlah kasus dan kematian terbanyak di dunia.

Sedangkan Indonesia melaporkan 4.557 kasus, 399 meninggal dan 380 pasien sembuh.
(min)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya
Berita Terkait
4 Isi Gencatan Rusia...
4 Isi Gencatan Rusia dan Ukraina yang Diajukan AS, Tidak Ada Perang Selama 30 Hari
3 Negara yang Senang...
3 Negara yang Senang Jika Amerika Serikat Tinggalkan NATO, Siapa Saja?
Budaya Malu Korupsi...
Budaya Malu Korupsi Terkenal di Jepang, Mengapa Indonesia Tak Bisa Meniru?
Hamas Senang Trump Cabut...
Hamas Senang Trump Cabut Rencana AS Usir Warga Gaza
Ciptakan 22 Karyawan...
Ciptakan 22 Karyawan Palsu, Manajer HRD Ini Korupsi Rp36,2 Miliar
Ukraina Kehabisan Rudal...
Ukraina Kehabisan Rudal ATACMS Amerika untuk Melawan Rusia
Trump Peringatkan Putin:...
Trump Peringatkan Putin: Menolak Gencatan Senjata Akan Sangat Menghancurkan bagi Rusia
Donald Trump: Tidak...
Donald Trump: Tidak Ada yang Mengusir Rakyat Palestina dari Gaza
Jakarta Masuk Puncak...
Jakarta Masuk Puncak Daftar Kota Dunia yang Akan Hadapi Banjir Dahsyat
Rekomendasi
Mobil Dinas Dipakai...
Mobil Dinas Dipakai Mudik Lebaran, Ini Sanksinya
Ketika Prabowo Cari...
Ketika Prabowo Cari Jaksa Agung: Nggak Hadir Ya, Lagi Ngejar-ngejar Orang
Rinnai Indonesia Luncurkan...
Rinnai Indonesia Luncurkan Smart HOB RB-A2660G(B), Dilengkapi Teknologi Automatic Menu
Berita Terkini
Mahkamah Internasional...
Mahkamah Internasional Gelar Sidang Terbuka Kewajiban Israel di Wilayah Palestina yang Diduduki
32 menit yang lalu
Bosnia Buru Presiden,...
Bosnia Buru Presiden, Perdana Menteri dan Ketua Parlemen Republika Srpska
1 jam yang lalu
Penjualan Mobil Anjlok,...
Penjualan Mobil Anjlok, Volkswagen akan Produksi Senjata dan Peralatan Militer
2 jam yang lalu
Putin Kunjungi Wilayah...
Putin Kunjungi Wilayah Kursk Rusia, Seru Militer Kalahkan Ukraina Secepatnya
3 jam yang lalu
4 Isi Gencatan Rusia...
4 Isi Gencatan Rusia dan Ukraina yang Diajukan AS, Tidak Ada Perang Selama 30 Hari
3 jam yang lalu
3 Negara yang Senang...
3 Negara yang Senang Jika Amerika Serikat Tinggalkan NATO, Siapa Saja?
4 jam yang lalu
Infografis
Penyebab Kasus Covid-19...
Penyebab Kasus Covid-19 di Indonesia Naik, Salah Satunya Mutasi Virus
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved