Kabur dari Wamil, 5 Pria Rusia Berbulan-bulan Tinggal di Bandara
loading...
A
A
A
SEOUL - Lima pria asal Rusia yang melarikan diri dari negara itu setelah Presiden Vladimir Putin memberlakukan mobilisasi militer pada September lalu terdampar di Bandara Internasional Incheon Korea Selatan (Korsel). Mereka telah tinggal di bandara itu selama berbulan-bulan setelah pihak berwenang menolak menerima mereka.
"Tiga orang telah tiba pada bulan Oktober, dengan dua orang lainnya pada bulan November," kata pengacara mereka Lee Jong-chan seperti dikutip dari CNN, Minggu (29/1/2023).
Lee mengatakan bahwa permohonan mereka untuk status pengungsi ditolak oleh Kementerian Kehakiman Korsel. Itu membuat mereka terdampar di area keberangkatan selama berbulan-bulan sambil menunggu keputusan atas banding mereka.
“Mereka diberi satu kali makan sehari, yaitu makan siang,” ujar Lee. “Tapi untuk sisa hari itu mereka hidup dari roti dan minuman,” imbuhnya.
Para pria asal Rusia itu dapat mandi tetapi harus mencuci pakaian dengan tangan dan tidak dapat meninggalkan area keberangkatan dan bebas bea.
“Mereka memiliki akses terbatas ke perawatan medis (dan) tidak ada dukungan untuk kesehatan mental mereka yang penting mengingat situasi genting mereka,” ucap Lee.
“Mobilisasi sebagian” warga Rusia untuk bertempur dalam perang negara itu melawan Ukraina memicu aksi protes dengan kemarahan dan eksodus massal ketika diumumkan September lalu. Banyak yang bergegas melintasi perbatasan darat atau membeli tiket pesawat ke luar negeri.
Pria hingga usia 60 tahun tanpa catatan kriminal memenuhi syarat untuk wajib militer. Pengalaman militer sebelumnya tidak selalu diperlukan.
Tentara yang menolak untuk berperang dan kembali ke garis depan dilaporkan ditahan di ruang bawah tanah di wilayah pendudukan Ukraina dan menghadapi tuduhan desersi, menurut keluarga mereka.
Hanya mereka yang dihukum karena kejahatan seks terhadap anak di bawah umur, pengkhianatan, mata-mata atau terorisme yang dibebaskan dari wajib militer.
Data kolektif menunjukkan bahwa lebih dari 200.000 orang melarikan diri dari Rusia ke Georgia, Kazakhstan, dan Uni Eropa pada minggu pertama setelah mobilisasi diumumkan.
"Saya tidak mendukung apa yang terjadi, jadi saya memutuskan bahwa saya harus segera pergi," kata seorang pria Rusia yang sebelumnya berangkat ke Belarusia kepada CNN.
“Rasanya buruk karena banyak teman saya, banyak orang tidak mendukung perang dan mereka merasa terancam oleh apa yang sedang terjadi, dan tidak ada cara demokratis untuk benar-benar menghentikan ini, bahkan untuk menyatakan protes Anda,” kata pria itu.
Menurut Lee, Kementerian KehakimanKorsel telah menolak pengajuan para pria Rusia tersebut sebagai tidak layak untuk dievaluasi dengan alasan bahwa penolakan wajib militer bukanlah alasan untuk pengakuan pengungsi.
"Penolakan mereka untuk bertugas di militer Rusia harus diakui sebagai alasan politik mengingat invasi Rusia ke Ukraina dikutuk oleh hukum internasional,” kata Lee.
"Tiga orang telah tiba pada bulan Oktober, dengan dua orang lainnya pada bulan November," kata pengacara mereka Lee Jong-chan seperti dikutip dari CNN, Minggu (29/1/2023).
Lee mengatakan bahwa permohonan mereka untuk status pengungsi ditolak oleh Kementerian Kehakiman Korsel. Itu membuat mereka terdampar di area keberangkatan selama berbulan-bulan sambil menunggu keputusan atas banding mereka.
“Mereka diberi satu kali makan sehari, yaitu makan siang,” ujar Lee. “Tapi untuk sisa hari itu mereka hidup dari roti dan minuman,” imbuhnya.
Para pria asal Rusia itu dapat mandi tetapi harus mencuci pakaian dengan tangan dan tidak dapat meninggalkan area keberangkatan dan bebas bea.
“Mereka memiliki akses terbatas ke perawatan medis (dan) tidak ada dukungan untuk kesehatan mental mereka yang penting mengingat situasi genting mereka,” ucap Lee.
“Mobilisasi sebagian” warga Rusia untuk bertempur dalam perang negara itu melawan Ukraina memicu aksi protes dengan kemarahan dan eksodus massal ketika diumumkan September lalu. Banyak yang bergegas melintasi perbatasan darat atau membeli tiket pesawat ke luar negeri.
Pria hingga usia 60 tahun tanpa catatan kriminal memenuhi syarat untuk wajib militer. Pengalaman militer sebelumnya tidak selalu diperlukan.
Tentara yang menolak untuk berperang dan kembali ke garis depan dilaporkan ditahan di ruang bawah tanah di wilayah pendudukan Ukraina dan menghadapi tuduhan desersi, menurut keluarga mereka.
Hanya mereka yang dihukum karena kejahatan seks terhadap anak di bawah umur, pengkhianatan, mata-mata atau terorisme yang dibebaskan dari wajib militer.
Data kolektif menunjukkan bahwa lebih dari 200.000 orang melarikan diri dari Rusia ke Georgia, Kazakhstan, dan Uni Eropa pada minggu pertama setelah mobilisasi diumumkan.
"Saya tidak mendukung apa yang terjadi, jadi saya memutuskan bahwa saya harus segera pergi," kata seorang pria Rusia yang sebelumnya berangkat ke Belarusia kepada CNN.
“Rasanya buruk karena banyak teman saya, banyak orang tidak mendukung perang dan mereka merasa terancam oleh apa yang sedang terjadi, dan tidak ada cara demokratis untuk benar-benar menghentikan ini, bahkan untuk menyatakan protes Anda,” kata pria itu.
Menurut Lee, Kementerian KehakimanKorsel telah menolak pengajuan para pria Rusia tersebut sebagai tidak layak untuk dievaluasi dengan alasan bahwa penolakan wajib militer bukanlah alasan untuk pengakuan pengungsi.
"Penolakan mereka untuk bertugas di militer Rusia harus diakui sebagai alasan politik mengingat invasi Rusia ke Ukraina dikutuk oleh hukum internasional,” kata Lee.
(ian)