Brasil Dilaporkan Tolak Jual Amunisi Tank ke Ukraina
loading...
A
A
A
BRASILIA - Surat kabar Brasil Folha de Sao Paulo melaporkan Presiden Lula da Silva menolak tawaran untuk menjual amunisi tank ke Jerman buat digunakan di Ukraina. Seorang kritikus vokal terhadap kebijakan Barat terhadap Ukraina, Lula telah berusaha untuk tetap netral dalam konfliknya dengan Rusia.
Presiden Brasil diduga menolak permintaan tersebut pada pertemuan dengan kepala pertahanan Brasil dan Menteri Pertahanan Jose Mucio pekan lalu. Menurut sumber surat kabar itu, komandan angkatan darat Julio Cesar de Arruda mengatakan kepada Lula bahwa Jerman ingin membeli peluru senilai kurang dari USD5 juta atau sekitar Rp74,8 miliar untuk tank Leopard 1-nya.
Lula dilaporkan mempertimbangkan untuk meminta Berlin buat menjamin bahwa negara itu tidak akan mengirim amunisi ke Ukraina, tetapi akhirnya menolak tawaran tersebut, dengan alasan bahwa tidak ada gunanya memprovokasi Rusia, seperti yang dilaporkan Folha de Sao Paulo yang dilansir dari Russia Today, Sabtu (28/1/2023).
Kurang dari seminggu kemudian, Jerman secara resmi mengumumkan bahwa mereka akan menyumbangkan kekuatan tank tempur utama Leopard 2 ke Ukraina, dan akan mengizinkan negara lain yang mengoperasikan tank itu untuk memindahkannya ke Kiev. Tidak jelas apakah amunisi yang dirujuk oleh Folha kompatibel dengan generasi kedua tank Leopard.
Seperti pendahulunya dari sayap kanan, presiden sayap kiri Lula telah mengambil posisi netral dalam konflik di Ukraina. Sementara pemerintah Jair Bolsonaro secara resmi mengutuk Moskow di Majelis Umum PBB atas operasi militernya, baik Bolsonaro dan Lula tidak menjatuhkan sanksi terhadap Rusia, dan masing-masing menyalahkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky atas pecahnya permusuhan.
Lula telah mengutuk Amerika Serikat (AS) karena menggelontorkan puluhan miliar dolar ke dalam pemerintah dan militer Ukraina, dan menyebut tahun lalu bahwa Presiden AS Joe Biden dapat menghindari konflik, bukan menghasutnya.
Dia juga menyatakan bahwa kepemimpinan NATO seharusnya meyakinkan Rusia bahwa Ukraina tidak akan pernah diizinkan untuk bergabung dengan blok militer pimpinan AS itu, yang merupakan salah satu tuntutan utama Moskow untuk perdamaian sebelum mengirim pasukan ke negara itu.
Presiden Brasil diduga menolak permintaan tersebut pada pertemuan dengan kepala pertahanan Brasil dan Menteri Pertahanan Jose Mucio pekan lalu. Menurut sumber surat kabar itu, komandan angkatan darat Julio Cesar de Arruda mengatakan kepada Lula bahwa Jerman ingin membeli peluru senilai kurang dari USD5 juta atau sekitar Rp74,8 miliar untuk tank Leopard 1-nya.
Lula dilaporkan mempertimbangkan untuk meminta Berlin buat menjamin bahwa negara itu tidak akan mengirim amunisi ke Ukraina, tetapi akhirnya menolak tawaran tersebut, dengan alasan bahwa tidak ada gunanya memprovokasi Rusia, seperti yang dilaporkan Folha de Sao Paulo yang dilansir dari Russia Today, Sabtu (28/1/2023).
Kurang dari seminggu kemudian, Jerman secara resmi mengumumkan bahwa mereka akan menyumbangkan kekuatan tank tempur utama Leopard 2 ke Ukraina, dan akan mengizinkan negara lain yang mengoperasikan tank itu untuk memindahkannya ke Kiev. Tidak jelas apakah amunisi yang dirujuk oleh Folha kompatibel dengan generasi kedua tank Leopard.
Seperti pendahulunya dari sayap kanan, presiden sayap kiri Lula telah mengambil posisi netral dalam konflik di Ukraina. Sementara pemerintah Jair Bolsonaro secara resmi mengutuk Moskow di Majelis Umum PBB atas operasi militernya, baik Bolsonaro dan Lula tidak menjatuhkan sanksi terhadap Rusia, dan masing-masing menyalahkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky atas pecahnya permusuhan.
Lula telah mengutuk Amerika Serikat (AS) karena menggelontorkan puluhan miliar dolar ke dalam pemerintah dan militer Ukraina, dan menyebut tahun lalu bahwa Presiden AS Joe Biden dapat menghindari konflik, bukan menghasutnya.
Dia juga menyatakan bahwa kepemimpinan NATO seharusnya meyakinkan Rusia bahwa Ukraina tidak akan pernah diizinkan untuk bergabung dengan blok militer pimpinan AS itu, yang merupakan salah satu tuntutan utama Moskow untuk perdamaian sebelum mengirim pasukan ke negara itu.
(ian)