Sebut Menandatangani Eksekusi Membosankan, Menteri Kehakiman Jepang Mundur

Sabtu, 12 November 2022 - 10:41 WIB
Menteri Kehakiman Jepang Yasuhiro Hanashi mengundurkan diri setelah menyebut tugasnya menandatangani eksekusi mati terpidana membosankan. Foto/Kyodo via REUTERS
TOKYO - Menteri Kehakiman Jepang Yasuhiro Hanashi mengundurkan diri pada Jumat setelah membuat komentar yang menyepelekan tugasnya. Dia mengatakan menandatangani eksekusi mati terhadap terpidana adalah tugas membosankan.

Dia menjadi menteri kedua yang meninggalkan kabinet karena skandal dalam waktu kurang dari sebulan. Ini terjadi Perdana Menteri Fumio Kishida berjuang untuk membendung penurunan dukungan pada pemerintahannya.

Dukungan untuk pemerintah Kishida telah merosot ke level 30 persen dalam banyak jajak pendapat baru-baru ini, mendekati zona bahaya yang akan membuatnya sulit untuk mempromosikan agendanya.





Hanashi telah mendapat kecaman luas atas komentar yang dilaporkan di media lokal di mana dia meremehkan tugasnya, khususnya menandatangani eksekusi mati terhadap terpidana, yang dia sebut sebagai tugas membosankan.

"Saya mengajukan pengunduran diri saya kepada perdana menteri," kata Hanashi kepada wartawan, mengacu pada komentarnya tentang hukuman mati.

Sebelumnya, Hanashi, seorang anggota faksi Kishida dari Partai Demokrat Liberal (LDP) yang berkuasa, dilaporkan telah menyarankan ada sedikit keuntungan politik untuk jabatan kabinetnya dan bahwa dia hanya membuat berita untuk "menyetujui eksekusi di pagi hari".

Jepang melakukan hukuman mati dengan cara digantung dan tidak memberi tahu tahanan sampai pagi hari eksekusi terpidana, sebuah kebijakan yang telah dikritik oleh kelompok hak asasi manusia (HAM) selama beberapa dekade.

Hanashi kemarin meminta maaf atas komentar tersebut dan mengatakan kepada Parlemen bahwa dia "menarik kembali komentarnya".

Hanashi, seperti dikutip Reuters, Sabtu (12/11/2022), kemungkinan akan digantikan oleh Ken Saito, mantan menteri pertanian.

Kecaman atas komentar Hanashi muncul tak lama setelah kritik publik yang meluas terhadap pemerintah atas hubungan partai yang berkuasa dengan Gereja Unifikasi, sebuah kelompok yang oleh beberapa kritikus disebut kultus.

Kishida telah berjuang untuk mengatasi pengungkapan hubungan yang dalam dan lama antara partai yang berkuasa dan gereja tersebut setelah pembunuhan bulan Juli terhadap mantan Perdana Menteri Shinzo Abe.

Tersangka pembunuh mengatakan ibunya dibuat bangkrut oleh gereja dan menyalahkan Abe karena mempromosikannya. LDP telah mengakui banyak anggota Parlemen memiliki ikatan dengan gereja tersebut tetapi tidak ada hubungan organisasional dengan partai.

Sebelumnya, Menteri Revitalisasi Ekonomi Daishiro Yamagiwa mengundurkan diri pada 24 Oktober karena hubungannya dengan kelompok agama, tetapi Kishida mendapat kecaman atas apa yang dilihat para pemilih sebagai penanganan situasi yang tertunda dan canggung.

Kerusakan lebih lanjut untuk Kishida datang dari Menteri Dalam Negeri Minoru Terada, yang telah terlibat dalam skandal dokumentasi dana politik di tengah seruan agar dia juga mengundurkan diri.

Rencana dukungan ekonomi baru-baru ini juga gagal mendongkrak peringkat Kishida.

Kishida dijadwalkan melakukan perjalanan ke Kamboja pada Jumat untuk menghadiri pertemuan Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Namun, Kementerian Luar Negeri mengatakan dia menunda keberangkatannya sampai Sabtu (12/11/2022). Kementerian itu tidak menyebutkan alasan penundaan tersebut.
(min)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More