Budidaya Opium Melonjak Sejak Taliban Ambil Alih Afghanistan
Rabu, 02 November 2022 - 14:00 WIB
KABUL - Budidaya opium di Afghanistan berkembang pesat sejak Taliban mengambil alih kekuasaan pada Agustus 2021.
Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) mengungkapkan laporan terbaru pada Selasa (1/11/2022). Afghanistan merupakan penanam opium terbesar di dunia.
“Lahan budidaya opium di negara itu naik 32% dibandingkan tahun sebelumnya, menjadi 233.000 hektar,” ungkap laporan terbaru badan PBB itu.
“Setelah larangan budidaya opium dan narkotika lainnya diberlakukan pada April, harga opium melonjak,” papar UNODC.
Akibatnya, panen opium 2022, yang sebagian besar dikecualikan dari keputusan Taliban karena ada masa tenggang dua bulan, menjadi “yang paling menguntungkan bagi petani sejak 2017.”
“Pendapatan yang diperoleh petani dari penjualan opium lebih dari tiga kali lipat dari USD425 juta tahun lalu menjadi USD1,4 miliar pada tahun 2022. Angka terbaru mewakili 29% dari nilai tahun 2021 dari sektor pertanian negara itu,” ungkap laporan itu.
Badan tersebut mencatat, “Bagaimana pun, keuntungan yang lebih tinggi tidak serta merta meningkatkan daya beli petani. Lonjakan inflasi telah mendorong harga makanan naik sekitar 35%.”
Menurut UNODC, sejak awal pemerintahan Taliban, perdagangan opiat dari Afghanistan telah berlangsung tanpa henti. Afghanistan memasok sekitar 80% konsumsi opiat global.
“Karena biasanya dibutuhkan antara satu tahun dan satu setengah tahun untuk opiat yang berasal dari Afghanistan untuk mencapai negara tujuan, setiap perubahan dalam kegiatan budidaya atau perdagangan di Afghanistan dapat dilihat dalam tahun yang sama di Timur Dekat dan Timur Tengah dan Barat Daya. Asia, dan setahun kemudian di Eropa,” ungkap badan PBB itu.
Dalam ramalannya tahun 2023, UNODC mengatakan petani Afghanistan akan membuat keputusan tentang budidaya opium berdasarkan berbagai faktor, termasuk gangguan ekonomi, krisis kemanusiaan, harga opium yang tinggi, serta “ketidakpastian tentang bagaimana otoritas de facto akan menegakkan aturan larangan budidaya tersebut.”
Sebagian besar tanaman opium tahun 2023 harus ditanam pada awal November 2022, menurut catatan Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan.
“Masyarakat internasional harus bekerja untuk mengatasi kebutuhan akut rakyat Afghanistan, dan untuk meningkatkan tanggapan guna menghentikan kelompok kriminal yang memperdagangkan heroin dan merugikan orang di negara-negara di seluruh dunia,” ungkap Direktur Eksekutif UNODC Ghada Waly.
Opium digunakan dalam banyak obat penghilang rasa sakit tetapi juga merupakan bahan utama dalam heroin.
Pada 2020, di Amerika Serikat saja, 13.000 orang meninggal karena overdosis heroin, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit negara itu.
Angka dari Pusat Statistik Penyalahgunaan Narkoba Nasional AS menunjukkan 80% orang yang menggunakan heroin pertama kali menyalahgunakan resep opioid.
Lihat Juga: 3 Alasan Taliban Afghanistan Sudah Siap Menyerang Israel, Akankah Bekerjasama dengan Iran?
Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) mengungkapkan laporan terbaru pada Selasa (1/11/2022). Afghanistan merupakan penanam opium terbesar di dunia.
“Lahan budidaya opium di negara itu naik 32% dibandingkan tahun sebelumnya, menjadi 233.000 hektar,” ungkap laporan terbaru badan PBB itu.
“Setelah larangan budidaya opium dan narkotika lainnya diberlakukan pada April, harga opium melonjak,” papar UNODC.
Akibatnya, panen opium 2022, yang sebagian besar dikecualikan dari keputusan Taliban karena ada masa tenggang dua bulan, menjadi “yang paling menguntungkan bagi petani sejak 2017.”
“Pendapatan yang diperoleh petani dari penjualan opium lebih dari tiga kali lipat dari USD425 juta tahun lalu menjadi USD1,4 miliar pada tahun 2022. Angka terbaru mewakili 29% dari nilai tahun 2021 dari sektor pertanian negara itu,” ungkap laporan itu.
Badan tersebut mencatat, “Bagaimana pun, keuntungan yang lebih tinggi tidak serta merta meningkatkan daya beli petani. Lonjakan inflasi telah mendorong harga makanan naik sekitar 35%.”
Menurut UNODC, sejak awal pemerintahan Taliban, perdagangan opiat dari Afghanistan telah berlangsung tanpa henti. Afghanistan memasok sekitar 80% konsumsi opiat global.
“Karena biasanya dibutuhkan antara satu tahun dan satu setengah tahun untuk opiat yang berasal dari Afghanistan untuk mencapai negara tujuan, setiap perubahan dalam kegiatan budidaya atau perdagangan di Afghanistan dapat dilihat dalam tahun yang sama di Timur Dekat dan Timur Tengah dan Barat Daya. Asia, dan setahun kemudian di Eropa,” ungkap badan PBB itu.
Dalam ramalannya tahun 2023, UNODC mengatakan petani Afghanistan akan membuat keputusan tentang budidaya opium berdasarkan berbagai faktor, termasuk gangguan ekonomi, krisis kemanusiaan, harga opium yang tinggi, serta “ketidakpastian tentang bagaimana otoritas de facto akan menegakkan aturan larangan budidaya tersebut.”
Sebagian besar tanaman opium tahun 2023 harus ditanam pada awal November 2022, menurut catatan Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan.
“Masyarakat internasional harus bekerja untuk mengatasi kebutuhan akut rakyat Afghanistan, dan untuk meningkatkan tanggapan guna menghentikan kelompok kriminal yang memperdagangkan heroin dan merugikan orang di negara-negara di seluruh dunia,” ungkap Direktur Eksekutif UNODC Ghada Waly.
Opium digunakan dalam banyak obat penghilang rasa sakit tetapi juga merupakan bahan utama dalam heroin.
Pada 2020, di Amerika Serikat saja, 13.000 orang meninggal karena overdosis heroin, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit negara itu.
Angka dari Pusat Statistik Penyalahgunaan Narkoba Nasional AS menunjukkan 80% orang yang menggunakan heroin pertama kali menyalahgunakan resep opioid.
Lihat Juga: 3 Alasan Taliban Afghanistan Sudah Siap Menyerang Israel, Akankah Bekerjasama dengan Iran?
(sya)
tulis komentar anda