Filipina Batal Beli 16 Helikopter Rusia, Lebih Pilih Buatan AS
Minggu, 23 Oktober 2022 - 01:30 WIB
MANILA - Presiden Ferdinand Marcos Jr. mengkonfirmasi bahwa Filipina telah membatalkan kesepakatannya dengan Rusia untuk pembelian 16 helikopter angkut berat militer. Ia juga mengatakan pemerintahannya telah mendapatkan pasokan alternatif dari Amerika Serikat (AS).
Perjanjian untuk membeli 16 helikopter Mi-17 ditandatangani oleh mantan Presiden Rodrigo Duterte tahun lalu. Sebelum akhir masa jabatannya pada bulan Juni, Duterte membatalkan kontrak atas kekhawatiran kemungkinan sanksi Barat setelah invasi Moskow ke Ukraina.
Departemen Pertahanan Nasional Filipina mengumumkan pada Agustus, bahwa pihaknya meresmikan penghentian kesepakatan, yang bernilai sekitar 12,7 miliar peso (USD215 juta).
"Sudah ditentukan oleh pemerintahan sebelumnya, bahwa kesepakatan itu tidak akan dilaksanakan, tidak akan berlanjut," kata Marcos kepada wartawan saat wawancara di Hotel Manila, seperti dikutip dari Arab News, Jumat (21/10/2022).
“Kesepakatan dengan Rusia adalah untuk beberapa helikopter angkat berat, dan sekarang kami telah mendapatkan pasokan alternatif dari Amerika Serikat,” lanjutnya. Ia juga mengatakan, pesawat yang diamankan dari Washington akan diproduksi di Polandia.
Pernyataan Marcos muncul setelah Duta Besar Rusia untuk Filipina Marat Pavlov mengatakan, Manila harus menghormati kesepakatan helikopter, yang merupakan “masalah yang sangat penting” bagi hubungan Filipina-Rusia.
“Kami siap untuk memenuhi semua kewajiban kami sebagai mitra yang dapat diandalkan dengan pihak Filipina di bidang kerja sama teknis dan militer, dan kami menganggap itu juga akan dilakukan oleh Filipina,” kata Pavlov kepada wartawan.
Dia mengatakan Moskow belum menerima pemberitahuan resmi dari Manila tentang keputusannya untuk membatalkan kesepakatan.
Departemen Pertahanan Nasional Filipina, bagaimanapun, mengatakan telah berhubungan dengan produsen pesawat Rusia Sovtechnoexport mengenai penghentian kesepakatan. "Ini adalah bagian dari proses penghentian," kata juru bicara DND Arsenio Andolong kepada wartawan.
Negara Asia Tenggara itu sedang dalam proses memodernisasi perangkat keras militernya yang sudah ketinggalan zaman setelah Duterte menyetujui pada Juni 2018 rencana lima tahun untuk menghabiskan 300 miliar peso untuk meningkatkan militer.
Perjanjian untuk membeli 16 helikopter Mi-17 ditandatangani oleh mantan Presiden Rodrigo Duterte tahun lalu. Sebelum akhir masa jabatannya pada bulan Juni, Duterte membatalkan kontrak atas kekhawatiran kemungkinan sanksi Barat setelah invasi Moskow ke Ukraina.
Departemen Pertahanan Nasional Filipina mengumumkan pada Agustus, bahwa pihaknya meresmikan penghentian kesepakatan, yang bernilai sekitar 12,7 miliar peso (USD215 juta).
"Sudah ditentukan oleh pemerintahan sebelumnya, bahwa kesepakatan itu tidak akan dilaksanakan, tidak akan berlanjut," kata Marcos kepada wartawan saat wawancara di Hotel Manila, seperti dikutip dari Arab News, Jumat (21/10/2022).
“Kesepakatan dengan Rusia adalah untuk beberapa helikopter angkat berat, dan sekarang kami telah mendapatkan pasokan alternatif dari Amerika Serikat,” lanjutnya. Ia juga mengatakan, pesawat yang diamankan dari Washington akan diproduksi di Polandia.
Pernyataan Marcos muncul setelah Duta Besar Rusia untuk Filipina Marat Pavlov mengatakan, Manila harus menghormati kesepakatan helikopter, yang merupakan “masalah yang sangat penting” bagi hubungan Filipina-Rusia.
“Kami siap untuk memenuhi semua kewajiban kami sebagai mitra yang dapat diandalkan dengan pihak Filipina di bidang kerja sama teknis dan militer, dan kami menganggap itu juga akan dilakukan oleh Filipina,” kata Pavlov kepada wartawan.
Dia mengatakan Moskow belum menerima pemberitahuan resmi dari Manila tentang keputusannya untuk membatalkan kesepakatan.
Departemen Pertahanan Nasional Filipina, bagaimanapun, mengatakan telah berhubungan dengan produsen pesawat Rusia Sovtechnoexport mengenai penghentian kesepakatan. "Ini adalah bagian dari proses penghentian," kata juru bicara DND Arsenio Andolong kepada wartawan.
Negara Asia Tenggara itu sedang dalam proses memodernisasi perangkat keras militernya yang sudah ketinggalan zaman setelah Duterte menyetujui pada Juni 2018 rencana lima tahun untuk menghabiskan 300 miliar peso untuk meningkatkan militer.
(esn)
Lihat Juga :
tulis komentar anda