Kisah Korban Pesawat Jatuh di Andes Terpaksa Makan Daging Manusia agar Hidup
Senin, 17 Oktober 2022 - 10:25 WIB
SANTIAGO - Orang-orang yang selamat dari tragedi jatuhnya Penerbangan 571 Angkatan Udara Uruguay di Andes tahun 1972 tidak menyesal menjadi kanibal demi bertahan hidup.
Pesawat untuk penerbangan carteran dari Montevideo, Uruguay, ke Santiago di Chile yang membawa tim rugby amatir jatuh di pegunungan Andes tidak jauh dari perbatasan Chile pada 13 Oktober tahun itu.
Di kokpit ada seorang co-pilot yang tidak berpengalaman, yang secara keliru percaya bahwa penerbangan telah mencapai Curicó, Chile, dan memulai penurunan prematur penerbangan ke Bandara Pudahuel.
Pada titik ini, pesawat berada sekitar 40 mil jauhnya dari titik di mana penerbangan akan mulai bersiap untuk mendarat.
Terperangkap tidak sadar di tengah penurunan, pesawat bertabrakan dengan sisi gunung—memutuskan bagian ekor dan kedua sayap.
Bagian tengah pesawat meluncur menuruni gletser sepanjang 725 meter, sebelum menabrak salju dan es.
Sebanyak 12 dari 45 awak dan penumpang tewas seketika.
Selanjutnya 17 orang kehilangan nyawa mereka akibat suhu yang sangat dingin dan luka parah di kemudian hari, dengan 13 di antaranya tewas akibat longsoran salju kurang dari tiga minggu setelah kecelakaan.
Mereka yang selamat-–sebuah kelompok secara bertahap berkurang menjadi hanya 16 orang—menghadapi penantian 72 hari yang melelahkan sebelum akhirnya mereka diselamatkan pada 23 Desember.
Lima puluh tahun kemudian, tragedi penerbangan di Andes tetap menjadi sumber intrik besar—daya tarik yang berasal dari para penyintas yang beralih ke kanibalisme agar tetap hidup.
“Tentu saja, gagasan memakan daging manusia itu mengerikan, menjijikkan,” kata Ramon Sabella (70), seorang pengusaha yang jadi salah satu korban selamat, kepada The Times.
“Sulit untuk dimasukkan ke dalam mulut Anda. Tapi kami sudah terbiasa.”
Setelah kehabisan stok cokelat, permen, selai, dan anggur yang tidak seberapa—bahkan kapas yang digunakan untuk melapisi kursi pesawat—Roberto Canessa, seorang mahasiswa kedokteran, menggembar-gemborkan gagasan untuk memakan mayat yang berserakan di sekitar badan pesawat yang terdampar.
Menggunakan sepotong kaca, dia adalah orang pertama yang mengukir tubuh teman-temannya.
“Saya harus pergi ke keluarga mereka nanti untuk menjelaskan,” katanya, tetapi menambahkan bahwa dia akan menganggapnya sebagai “kehormatan” jika dia meninggal.
Untuk berdamai dengan tindakan mereka, para penyintas membuat perjanjian. "Bahwa jika salah satu dari kami mati, yang lain wajib memakan tubuh mereka," jelas Canessa.
Menurut Carlitos Paez, penyintas lainnya, memakan daging manusia tidak terlalu sulit. "Bagi yang penasaran, manusia tidak merasakan apa-apa, sungguh," katanya kepada surat kabar The Times, yang dikutip The Independent, Senin (17/10/2022).
Para penyintas memulai dengan memakan potongan kulit dan lemak, sebelum beralih ke otot dan otak.
“Mereka kehilangan hambatan. Mereka mulai makan dari tengkorak, membuat masakan dari daging,” kata Piers Paul Read, penulis Inggris untuk bukunya "Alive: The Story of the Andes Survivors".
Meskipun tim penyelamat terbang di atas lokasi kecelakaan beberapa kali dalam beberapa hari setelah kejadian, mereka tidak dapat menemukan badan pesawat putih di atas salju. Setelah delapan hari, pihak berwenang membatalkan upaya penyelamatan.
Keputusasaan yang luar biasa membuat Canessa dan anggota kelompok lainnya, Fernando Parrado, melakukan perjalanan untuk mencari bantuan. Pasangan ini selamat dari pendakian 5.000 meter ke atas gunung hanya dengan kantong tidur buatan sendiri dan kaus kaki yang diisi dengan cadangan daging manusia.
Setelah mendaki selama 10 hari, Canessa dan Parrado melihat tiga pria menunggang kuda di seberang sungai tempat mereka mendirikan kemah. Parrado melemparkan batu ke seberang sungai yang dibungkus kertas yang bertuliskan: "Saya datang dari pesawat yang jatuh di pegunungan."
Pesan itu menjelaskan bahwa Canessa tidak lagi bisa berjalan dan para korban akan mati kecuali mereka diselamatkan dari badan pesawat. Salah satu pria menunggang kuda selama 10 jam untuk membunyikan alarm.
Pada 22 Desember 1972, dua helikopter yang membawa tim SAR mencapai kelompok tersebut. Korban selamat yang tersisa diangkat ke tempat yang aman pada hari berikutnya.
Pesawat untuk penerbangan carteran dari Montevideo, Uruguay, ke Santiago di Chile yang membawa tim rugby amatir jatuh di pegunungan Andes tidak jauh dari perbatasan Chile pada 13 Oktober tahun itu.
Di kokpit ada seorang co-pilot yang tidak berpengalaman, yang secara keliru percaya bahwa penerbangan telah mencapai Curicó, Chile, dan memulai penurunan prematur penerbangan ke Bandara Pudahuel.
Pada titik ini, pesawat berada sekitar 40 mil jauhnya dari titik di mana penerbangan akan mulai bersiap untuk mendarat.
Terperangkap tidak sadar di tengah penurunan, pesawat bertabrakan dengan sisi gunung—memutuskan bagian ekor dan kedua sayap.
Bagian tengah pesawat meluncur menuruni gletser sepanjang 725 meter, sebelum menabrak salju dan es.
Sebanyak 12 dari 45 awak dan penumpang tewas seketika.
Selanjutnya 17 orang kehilangan nyawa mereka akibat suhu yang sangat dingin dan luka parah di kemudian hari, dengan 13 di antaranya tewas akibat longsoran salju kurang dari tiga minggu setelah kecelakaan.
Mereka yang selamat-–sebuah kelompok secara bertahap berkurang menjadi hanya 16 orang—menghadapi penantian 72 hari yang melelahkan sebelum akhirnya mereka diselamatkan pada 23 Desember.
Lima puluh tahun kemudian, tragedi penerbangan di Andes tetap menjadi sumber intrik besar—daya tarik yang berasal dari para penyintas yang beralih ke kanibalisme agar tetap hidup.
“Tentu saja, gagasan memakan daging manusia itu mengerikan, menjijikkan,” kata Ramon Sabella (70), seorang pengusaha yang jadi salah satu korban selamat, kepada The Times.
“Sulit untuk dimasukkan ke dalam mulut Anda. Tapi kami sudah terbiasa.”
Setelah kehabisan stok cokelat, permen, selai, dan anggur yang tidak seberapa—bahkan kapas yang digunakan untuk melapisi kursi pesawat—Roberto Canessa, seorang mahasiswa kedokteran, menggembar-gemborkan gagasan untuk memakan mayat yang berserakan di sekitar badan pesawat yang terdampar.
Menggunakan sepotong kaca, dia adalah orang pertama yang mengukir tubuh teman-temannya.
“Saya harus pergi ke keluarga mereka nanti untuk menjelaskan,” katanya, tetapi menambahkan bahwa dia akan menganggapnya sebagai “kehormatan” jika dia meninggal.
Untuk berdamai dengan tindakan mereka, para penyintas membuat perjanjian. "Bahwa jika salah satu dari kami mati, yang lain wajib memakan tubuh mereka," jelas Canessa.
Menurut Carlitos Paez, penyintas lainnya, memakan daging manusia tidak terlalu sulit. "Bagi yang penasaran, manusia tidak merasakan apa-apa, sungguh," katanya kepada surat kabar The Times, yang dikutip The Independent, Senin (17/10/2022).
Para penyintas memulai dengan memakan potongan kulit dan lemak, sebelum beralih ke otot dan otak.
“Mereka kehilangan hambatan. Mereka mulai makan dari tengkorak, membuat masakan dari daging,” kata Piers Paul Read, penulis Inggris untuk bukunya "Alive: The Story of the Andes Survivors".
Meskipun tim penyelamat terbang di atas lokasi kecelakaan beberapa kali dalam beberapa hari setelah kejadian, mereka tidak dapat menemukan badan pesawat putih di atas salju. Setelah delapan hari, pihak berwenang membatalkan upaya penyelamatan.
Keputusasaan yang luar biasa membuat Canessa dan anggota kelompok lainnya, Fernando Parrado, melakukan perjalanan untuk mencari bantuan. Pasangan ini selamat dari pendakian 5.000 meter ke atas gunung hanya dengan kantong tidur buatan sendiri dan kaus kaki yang diisi dengan cadangan daging manusia.
Setelah mendaki selama 10 hari, Canessa dan Parrado melihat tiga pria menunggang kuda di seberang sungai tempat mereka mendirikan kemah. Parrado melemparkan batu ke seberang sungai yang dibungkus kertas yang bertuliskan: "Saya datang dari pesawat yang jatuh di pegunungan."
Pesan itu menjelaskan bahwa Canessa tidak lagi bisa berjalan dan para korban akan mati kecuali mereka diselamatkan dari badan pesawat. Salah satu pria menunggang kuda selama 10 jam untuk membunyikan alarm.
Pada 22 Desember 1972, dua helikopter yang membawa tim SAR mencapai kelompok tersebut. Korban selamat yang tersisa diangkat ke tempat yang aman pada hari berikutnya.
(min)
Lihat Juga :
tulis komentar anda