Iran Hidupkan Mekanisme Perselisihan Kesepakatan Nuklir
Sabtu, 04 Juli 2020 - 09:08 WIB
BRUSSELS - Iran telah menghidupkan mekanisme perselisihan dalam perjanjian nuklir 2015 . Iran mengutip kekhawatiran bahwa Inggris , Prancis dan Jerman tidak menjalankan kesepakatan.
Iran mengungkapkan hal itu dalam sepucuk surat yang diberikan kepada Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa (UE) Josep Borrell.
Borrell, yang merupakan koordinator perjanjian yang dikenal sebagai Joint Comprehensive Plan of Action atau JCPOA, mengatakan bahwa dalam surat tersebut Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif meminta ganti rugi di bawah mekanisme penyelesaian sengketa, sebagaimana diatur dalam paragraf 36 perjanjian seperti dilansir dari AP, Sabtu (4/7/2020).
Borrell mengatakan proses perselisihan membutuhkan upaya intensif dengan itikad baik oleh semua orang.
Dia menggarisbawahi dukungannya untuk perjanjian tersebut, dengan mengatakan bahwa kesepakatan itu adalah pencapaian bersejarah bagi non-proliferasi nuklir global yang berkontribusi pada keamanan regional dan global. Ia pun bertekad untuk mempertahankannya.
Tidak ada rincian tentang sifat "masalah implementasi" Iran dengan Inggris, Prancis dan Jerman. Mekanisme perselisihan menyediakan waktu sekitar satu bulan, yang dapat diperpanjang jika semua pihak setuju, untuk menyelesaikan ketidaksepakatan.
Sebelumnya dalam sebuah tweet pada 19 Juni, Zarif mengatakan ketiga negara harus menghentikan penyelamatan wajah publik dan mengumpulkan keberanian untuk menyatakan secara publik apa yang mereka akui secara pribadi: kegagalan mereka untuk memenuhi tugas JCPOA mereka sendiri karena impotensi total dalam melawan penindasan AS.
Surat Zarif kepada Borrell dikirim sehari setelah kebakaran misterius terjadi di fasilitas bawah tanah Natanz tempat Iran memperkaya uranium. (Baca: Insiden Ledakan dan Kebakaran di Situs Nuklir Natanz Iran Mencurigakan )
Inggris, Prancis dan Jerman menganggap perjanjian nuklir sebagai landasan keamanan regional dan global serta telah berjuang untuk mempertahankannya sejak AS menarik diri, membuat sistem paralel untuk mencoba menjaga agar dana mengalir ke Iran ketika ekonominya melemah.
Pada 15 Januari, trio Eropa itu memicu resolusi mekanisme perselisihan perjanjian untuk memaksa Iran berdiskusi tentang kemungkinan pelanggaran perjanjian. Ketiganya menilai Teheran tampaknya melakukan kesalahan besar dan menolak untuk terikat oleh batas pengayaan uraniumnya. Namun mereka kemudian menangguhkan aksinya. (Baca: Trio Eropa Aktifkan Mekanisme Perselisihan, JCPOA Terancam Kolaps )
Akhir bulan lalu, presiden Iran diperingatkan oleh pengawas nuklir PBB untuk menanggapi dengan tegas tuntutannya agar menyediakan akses ke situs-situs yang diduga menyimpan atau menggunakan bahan nuklir yang tidak diumumkan. (Baca: Iran Blokir Inspeksi ke Situs Nuklir )
Teheran kemudian merasa jengkel dengan resolusi yang diadopsi oleh dewan Badan Energi Atom Internasional yang menuntut akses ke situs-situs tersebut. Resolusi itu sendiri diusulkan oleh Inggris, Prancis dan Jerman. Sementara Rusia dan China memilih menentangnya. Sedangkan Iran telah menampik tuduhan kegiatan nuklir di situs-situs tersebut.
Iran mengungkapkan hal itu dalam sepucuk surat yang diberikan kepada Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa (UE) Josep Borrell.
Borrell, yang merupakan koordinator perjanjian yang dikenal sebagai Joint Comprehensive Plan of Action atau JCPOA, mengatakan bahwa dalam surat tersebut Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif meminta ganti rugi di bawah mekanisme penyelesaian sengketa, sebagaimana diatur dalam paragraf 36 perjanjian seperti dilansir dari AP, Sabtu (4/7/2020).
Borrell mengatakan proses perselisihan membutuhkan upaya intensif dengan itikad baik oleh semua orang.
Dia menggarisbawahi dukungannya untuk perjanjian tersebut, dengan mengatakan bahwa kesepakatan itu adalah pencapaian bersejarah bagi non-proliferasi nuklir global yang berkontribusi pada keamanan regional dan global. Ia pun bertekad untuk mempertahankannya.
Tidak ada rincian tentang sifat "masalah implementasi" Iran dengan Inggris, Prancis dan Jerman. Mekanisme perselisihan menyediakan waktu sekitar satu bulan, yang dapat diperpanjang jika semua pihak setuju, untuk menyelesaikan ketidaksepakatan.
Sebelumnya dalam sebuah tweet pada 19 Juni, Zarif mengatakan ketiga negara harus menghentikan penyelamatan wajah publik dan mengumpulkan keberanian untuk menyatakan secara publik apa yang mereka akui secara pribadi: kegagalan mereka untuk memenuhi tugas JCPOA mereka sendiri karena impotensi total dalam melawan penindasan AS.
Surat Zarif kepada Borrell dikirim sehari setelah kebakaran misterius terjadi di fasilitas bawah tanah Natanz tempat Iran memperkaya uranium. (Baca: Insiden Ledakan dan Kebakaran di Situs Nuklir Natanz Iran Mencurigakan )
Inggris, Prancis dan Jerman menganggap perjanjian nuklir sebagai landasan keamanan regional dan global serta telah berjuang untuk mempertahankannya sejak AS menarik diri, membuat sistem paralel untuk mencoba menjaga agar dana mengalir ke Iran ketika ekonominya melemah.
Pada 15 Januari, trio Eropa itu memicu resolusi mekanisme perselisihan perjanjian untuk memaksa Iran berdiskusi tentang kemungkinan pelanggaran perjanjian. Ketiganya menilai Teheran tampaknya melakukan kesalahan besar dan menolak untuk terikat oleh batas pengayaan uraniumnya. Namun mereka kemudian menangguhkan aksinya. (Baca: Trio Eropa Aktifkan Mekanisme Perselisihan, JCPOA Terancam Kolaps )
Akhir bulan lalu, presiden Iran diperingatkan oleh pengawas nuklir PBB untuk menanggapi dengan tegas tuntutannya agar menyediakan akses ke situs-situs yang diduga menyimpan atau menggunakan bahan nuklir yang tidak diumumkan. (Baca: Iran Blokir Inspeksi ke Situs Nuklir )
Teheran kemudian merasa jengkel dengan resolusi yang diadopsi oleh dewan Badan Energi Atom Internasional yang menuntut akses ke situs-situs tersebut. Resolusi itu sendiri diusulkan oleh Inggris, Prancis dan Jerman. Sementara Rusia dan China memilih menentangnya. Sedangkan Iran telah menampik tuduhan kegiatan nuklir di situs-situs tersebut.
(ber)
tulis komentar anda