UE Akui Kesepakatan Abraham Tak Ubah Situasi Palestina
Kamis, 25 Agustus 2022 - 08:47 WIB
BRUSSELS - Normalisasi antara Israel dan negara-negara Arab seharusnya terjadi bersamaan dengan penyelesaian konflik regional yang memanas karena Kesepakatan Abraham saja.
“Tidak secara mendasar mengubah situasi bagi Palestina,” ujar Sven Koopmans, perwakilan khusus UE untuk Proses Perdamaian Timur Tengah.
Kesepakatan Abraham adalah serangkaian perjanjian yang telah menghasilkan pembentukan hubungan diplomatik antara Israel dan empat negara Arab.
Uni Emirat Arab (UEA) adalah yang pertama menandatangani pakta tersebut pada 2020, meresmikan era baru kerja sama politik, ekonomi, dan keamanan dengan Israel dalam menghadapi masalah strategis bersama dan ancaman regional.
“Saya pikir kesepakatan ini, dalam beberapa hal, menunjukkan bahwa perubahan mungkin terjadi,” ujar Koopmans, pengacara internasional Belanda dan mantan politisi, mengatakan kepada Arab News saat berkunjung ke Riyadh pada Senin.
“Hubungan antar negara (yang bersangkutan) telah berubah dan kami melihat hal-hal positif keluar darinya. Pada saat yang sama, saya tidak percaya bahwa perjanjian itu secara mendasar mengubah situasi bagi Palestina,” papar dia.
Meskipun disambut sebagian besar komunitas internasional pada saat itu, para skeptis telah memperingatkan normalisasi saja tidak akan banyak membantu menyelesaikan konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung lama, juga tidak akan membawa penyelesaian akhir berdasarkan solusi dua negara.
Dengan tidak adanya kemajuan nyata menuju penyelesaian damai yang memenuhi kebutuhan Palestina, sebagian besar negara Arab menolak menerima logika normalisasi hubungan dengan Israel.
Koopmans mengatakan dia telah melakukan pembicaraan pada Senin dengan Menteri Luar Negeri Saudi Adel Al-Jubeir.
Keduanya membahas konflik Israel-Palestina dan Israel-Arab dan kebutuhan menemukan solusi positif yang akan menawarkan perdamaian, tidak hanya untuk Palestina dan Israel tetapi untuk wilayah yang lebih luas.
“Saya percaya Arab Saudi memiliki peran yang sangat penting untuk dimainkan,” papar Koopmans kepada Arab News.
“Adalah harapan semua orang bahwa konflik Israel-Palestina diselesaikan dan bahwa negara Palestina muncul sepenuhnya dan diakui. Untuk itu, kami membutuhkan lebih banyak,” papar dia.
“Jadi, itu juga yang saya diskusikan dengan pemerintah Saudi dan dengan banyak pemerintah lain di kawasan ini. Bagaimana kita bisa melakukan segalanya sedemikian rupa sehingga, pada saat yang sama Anda memiliki normalisasi, Anda juga memiliki kedamaian yang sebenarnya? Kita tidak bisa meninggalkan satu hal untuk nanti. Itu mungkin tidak akan pernah terjadi,” ujar dia.
Koopmans yang telah ditugaskan Uni Eropa dengan memberikan kontribusi aktif untuk penyelesaian akhir konflik Israel-Palestina, menyoroti relevansi lanjutan Inisiatif Perdamaian Arab yang diusulkan mendiang Raja Abdullah dari Arab Saudi pada 2002.
Inisiatif tersebut, yang didukung kembali pada KTT Liga Arab 2007 dan 2017, menawarkan normalisasi hubungan dengan imbalan penarikan penuh oleh Israel dari wilayah Arab yang diduduki, “penyelesaian yang adil” dari masalah pengungsi Palestina, dan pembentukan negara Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Arab Saudi dan beberapa negara lain ingin melihat Prakarsa Perdamaian Arab diimplementasikan sebelum mereka setuju mempertimbangkan normalisasi formal dengan Israel.
“Pertama-tama saya harus mengatakan bahwa UE juga mendukung Prakarsa Perdamaian Arab, dan prakarsa Raja Abdullah pada waktu itu sangat berani dan sangat penting, dan saya yakin itu masih berlaku dan kami masih mendukung ini,” papar Koopmans.
Dia menambahkan, “Ada banyak kendala untuk melihatnya menjadi kenyataan, dan kendala itulah yang sedang kami kerjakan saat ini.”
Perpecahan dalam tubuh politik Palestina, bersama dengan kesulitan politik Israel yang berlarut-larut, hanyalah beberapa dari banyak hambatan yang menghambat proses perdamaian.
Koopmans percaya, jalan ke depan adalah bagi semua pihak untuk mengakui kepentingan yang mereka miliki bersama.
“Kita perlu sampai pada titik di mana semua orang cukup kuat dan cukup bersedia mengatakan sekarang adalah waktu untuk perdamaian, seperti yang saya yakini,” papar Koopmans.
Dia menambahkan, “Jika kita semua melihat apa kepentingan kita yang sebenarnya, maka kita menemukan banyak hal yang menyatukan kita, termasuk orang Eropa.”
“Kami menginginkan keamanan untuk Timur Tengah. Kami ingin semua orang hidup dalam kebebasan. Kami ingin orang menikmati hak yang sama. Dan kami ingin semua negara di bagian dunia yang begitu dekat dengan kami ini memiliki hubungan perdagangan yang baik, memiliki perjanjian dan pertukaran energi dan air serta perubahan iklim,” ujar dia.
“Ada banyak yang harus dilakukan di depan itu, dan saya percaya itu adalah kepentingan semua orang. Dan itulah upaya saya datang ke Arab Saudi untuk berdiskusi dengan pemerintah Anda,” papar dia.
Bagi sebagian pengamat, pengakuan formal atas negara Palestina merupakan prasyarat penting untuk menghidupkan kembali proses perdamaian. Untuk Koopmans, bagaimanapun, waktu pengakuan tersebut penting.
“Ada beberapa negara anggota Eropa, beberapa negara yang mengakui negara Palestina. Mayoritas tidak,” ujar Koopmans.
“Tidak secara mendasar mengubah situasi bagi Palestina,” ujar Sven Koopmans, perwakilan khusus UE untuk Proses Perdamaian Timur Tengah.
Kesepakatan Abraham adalah serangkaian perjanjian yang telah menghasilkan pembentukan hubungan diplomatik antara Israel dan empat negara Arab.
Uni Emirat Arab (UEA) adalah yang pertama menandatangani pakta tersebut pada 2020, meresmikan era baru kerja sama politik, ekonomi, dan keamanan dengan Israel dalam menghadapi masalah strategis bersama dan ancaman regional.
“Saya pikir kesepakatan ini, dalam beberapa hal, menunjukkan bahwa perubahan mungkin terjadi,” ujar Koopmans, pengacara internasional Belanda dan mantan politisi, mengatakan kepada Arab News saat berkunjung ke Riyadh pada Senin.
“Hubungan antar negara (yang bersangkutan) telah berubah dan kami melihat hal-hal positif keluar darinya. Pada saat yang sama, saya tidak percaya bahwa perjanjian itu secara mendasar mengubah situasi bagi Palestina,” papar dia.
Meskipun disambut sebagian besar komunitas internasional pada saat itu, para skeptis telah memperingatkan normalisasi saja tidak akan banyak membantu menyelesaikan konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung lama, juga tidak akan membawa penyelesaian akhir berdasarkan solusi dua negara.
Dengan tidak adanya kemajuan nyata menuju penyelesaian damai yang memenuhi kebutuhan Palestina, sebagian besar negara Arab menolak menerima logika normalisasi hubungan dengan Israel.
Koopmans mengatakan dia telah melakukan pembicaraan pada Senin dengan Menteri Luar Negeri Saudi Adel Al-Jubeir.
Keduanya membahas konflik Israel-Palestina dan Israel-Arab dan kebutuhan menemukan solusi positif yang akan menawarkan perdamaian, tidak hanya untuk Palestina dan Israel tetapi untuk wilayah yang lebih luas.
“Saya percaya Arab Saudi memiliki peran yang sangat penting untuk dimainkan,” papar Koopmans kepada Arab News.
“Adalah harapan semua orang bahwa konflik Israel-Palestina diselesaikan dan bahwa negara Palestina muncul sepenuhnya dan diakui. Untuk itu, kami membutuhkan lebih banyak,” papar dia.
“Jadi, itu juga yang saya diskusikan dengan pemerintah Saudi dan dengan banyak pemerintah lain di kawasan ini. Bagaimana kita bisa melakukan segalanya sedemikian rupa sehingga, pada saat yang sama Anda memiliki normalisasi, Anda juga memiliki kedamaian yang sebenarnya? Kita tidak bisa meninggalkan satu hal untuk nanti. Itu mungkin tidak akan pernah terjadi,” ujar dia.
Koopmans yang telah ditugaskan Uni Eropa dengan memberikan kontribusi aktif untuk penyelesaian akhir konflik Israel-Palestina, menyoroti relevansi lanjutan Inisiatif Perdamaian Arab yang diusulkan mendiang Raja Abdullah dari Arab Saudi pada 2002.
Inisiatif tersebut, yang didukung kembali pada KTT Liga Arab 2007 dan 2017, menawarkan normalisasi hubungan dengan imbalan penarikan penuh oleh Israel dari wilayah Arab yang diduduki, “penyelesaian yang adil” dari masalah pengungsi Palestina, dan pembentukan negara Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Arab Saudi dan beberapa negara lain ingin melihat Prakarsa Perdamaian Arab diimplementasikan sebelum mereka setuju mempertimbangkan normalisasi formal dengan Israel.
“Pertama-tama saya harus mengatakan bahwa UE juga mendukung Prakarsa Perdamaian Arab, dan prakarsa Raja Abdullah pada waktu itu sangat berani dan sangat penting, dan saya yakin itu masih berlaku dan kami masih mendukung ini,” papar Koopmans.
Dia menambahkan, “Ada banyak kendala untuk melihatnya menjadi kenyataan, dan kendala itulah yang sedang kami kerjakan saat ini.”
Perpecahan dalam tubuh politik Palestina, bersama dengan kesulitan politik Israel yang berlarut-larut, hanyalah beberapa dari banyak hambatan yang menghambat proses perdamaian.
Koopmans percaya, jalan ke depan adalah bagi semua pihak untuk mengakui kepentingan yang mereka miliki bersama.
“Kita perlu sampai pada titik di mana semua orang cukup kuat dan cukup bersedia mengatakan sekarang adalah waktu untuk perdamaian, seperti yang saya yakini,” papar Koopmans.
Dia menambahkan, “Jika kita semua melihat apa kepentingan kita yang sebenarnya, maka kita menemukan banyak hal yang menyatukan kita, termasuk orang Eropa.”
“Kami menginginkan keamanan untuk Timur Tengah. Kami ingin semua orang hidup dalam kebebasan. Kami ingin orang menikmati hak yang sama. Dan kami ingin semua negara di bagian dunia yang begitu dekat dengan kami ini memiliki hubungan perdagangan yang baik, memiliki perjanjian dan pertukaran energi dan air serta perubahan iklim,” ujar dia.
“Ada banyak yang harus dilakukan di depan itu, dan saya percaya itu adalah kepentingan semua orang. Dan itulah upaya saya datang ke Arab Saudi untuk berdiskusi dengan pemerintah Anda,” papar dia.
Bagi sebagian pengamat, pengakuan formal atas negara Palestina merupakan prasyarat penting untuk menghidupkan kembali proses perdamaian. Untuk Koopmans, bagaimanapun, waktu pengakuan tersebut penting.
“Ada beberapa negara anggota Eropa, beberapa negara yang mengakui negara Palestina. Mayoritas tidak,” ujar Koopmans.
(sya)
tulis komentar anda