Eks PM Israel Ehud Barak: Sudah Terlambat Hentikan Nuklir Iran dengan Aksi Militer

Kamis, 28 Juli 2022 - 15:41 WIB
Mantan Perdana Menteri Israel Ehud Barak menyatakan sudah terlambat menghentikan program nuklir Iran dengan aksi militer. Foto/REUTERS/Corinna Kern
TEL AVIV - Mantan Perdana Menteri (PM) Israel Ehud Barak mengatakan Iran hampir menjadi negara nuklir dan aksi militer tidak akan lagi efektif dalam menghentikan program nuklirnya.

Barak membuat penilaian itu dalam kolom yang dia tulis untuk majalah TIME di mana dia berpendapat bahwa meskipun serangan militer dapat dilakukan, itu tidak mungkin berhasil menunda program nuklir Iran.

“Baik Israel dan (pasti) AS dapat beroperasi di atas langit Iran terhadap situs atau instalasi ini atau itu dan menghancurkannya. Tetapi begitu Iran adalah negara nuklir ambang de facto, serangan semacam ini tidak dapat menunda program nuklir Iran untuk



berbalik. Memang, dalam keadaan tertentu itu mungkin mempercepat mereka untuk merakit bom [nuklir], dan memberi mereka ukuran legitimasi atas dasar pertahanan diri," tulis Barak.



Dengan mengatakan itu, mantan PM yang juga mantan kepala staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF) tersebut meminta Amerika Serikat untuk membantu menyediakan sarana yang diperlukan Israel untuk melakukan serangan militer independen terhadap program nuklir Iran jika "kedua pemerintah yakin itu benar-benar diperlukan."

Kapan Iran Akan Jadi Negara Nuklir?

Barak mengatakan Israel harus dilindungi haknya untuk operasi militer skala besar terhadap Republik Islam Iran. Menurutnya, ledakan nuklir kemungkinan besar akan terjadi ketika AS memiliki tangan penuh dengan krisis lain di seluruh dunia.

"Musim panas ini, Iran akan berubah menjadi negara nuklir ambang de facto," kata Barak, yang memperingatkan bahwa operasi di atas langit Iran tidak dapat menunda Iran untuk mengubahnya menjadi negara nuklir.

Sebaliknya, Barak berpendapat bahwa operasi skala kecil oleh Israel dan AS hanya dapat mempercepat Republik Islam Iran memperoleh bom nuklir, di mana mereka memberikan legitimasi program nuklir Iran dengan alasan membela diri.

Terlepas dari peringatannya, mantan PM Israel itu masih berharap ultimatum diplomatik yang didukung oleh ancaman yang kredibel dari perang skala luas bisa menjadi pendekatan yang realistis.

"Tidak kurang dari itu yang bisa menjamin hasil," katanya, yang dilansir The Jerusalem Post, Kamis (28/7/2022).

"Jika Iran memang diizinkan untuk menyelesaikan misi nuklirnya, Israel akan menghadapi perubahan baru dan parah yang lebih buruk dalam keseimbangan keamanan di Timur Tengah," ujar Barak.

“Iran sudah menjadi saingan yang tangguh dan sengit, beroperasi melawan Israel dan lainnya, secara langsung dan oleh proksi di Irak, di Suriah, Lebanon, dan Yaman, sambil menyebarkan teror, kekacauan, dan pemberontakan di mana pun mereka bisa.”

"Saya tidak akan meremehkan kemampuan mereka untuk melecehkan Israel dan lainnya, mengganggu kehidupan normal, atau keinginan mereka untuk melihat Israel dikalahkan," kata Barak.

Ini, kata Barak, karena kelangsungan hidup rezim Republik Islam Iran bergantung pada kemampuan nuklirnya.

"Ini memastikan bahwa tidak ada yang berani melakukan intervensi dalam skala luas di Iran, tidak peduli seberapa rentan rezim itu," jelas Barak. "Kemampuan nuklir juga akan...memberi Iran lebih banyak kebebasan untuk menabur konflik dan kekacauan di seluruh wilayah."

Barak menambahkan korban lain dari program nuklir Iran adalah Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir atau NPT. Menurut mantan PM tersebut, ambisi nuklir Iran dapat ditiru oleh Turki, Mesir dan Arab Saudi, melihat runtuhnya NPT di Timur Tengah.

Barak berpendapat, keberhasilan negosiasi antara Iran dan kekuatan dunia tentang kebangkitan Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) 2015 dapat membantu mencegah negara-negara lain mencari senjata nuklir, bahkan kesepakatan yang meragukan masih akan bermanfaat.

“Banyak yang harus dilakukan dengan kerja sama operasional dan diplomatik, dari operasi rahasia hingga kebijakan publik,” kata Barak. "Untuk mempersiapkan sanksi yang lebih keras serta kontinjensi operasional yang akan diaktifkan jika atau ketika Iran tampaknya terburu-buru untuk merakit senjata.”

"AS harus memastikan investasi tinggi dalam intelijen meminimalkan risiko kehilangan perkembangan penting apa pun."
(min)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More