Evakuasi Medis Terpanjang, Pasien India Diterbangkan 26 Jam dari AS
Jum'at, 22 Juli 2022 - 16:51 WIB
NEW DELHI - Seorang wanita India yang membutuhkan operasi darurat harus menempuh penerbangan selama 26 jam dari Amerika Serikat (AS) ke negara asalnya. Ini menjadi salah satu evakuasi aeromedis terpanjang dalam beberapa tahun terakhir.
Penerbangan itu berhenti tiga kali dalam perjalanan, sekali di Islandia dan dua kali di Turki, sebelum mencapai kota Chennai di Madras, India selatan pada Selasa pagi.
Pasien sekarang tengag menunggu operasi di rumah sakit.
"Pasien stabil. Dia memiliki masalah katup jantung dan sedang dalam pengawasan saat ini," kata seorang pejabat rumah sakit seperti dikutip dari BBC, Jumat (22/7/2022).
Wanita berusia 67 tahun - yang identitasnya belum diungkapkan - tinggal bersama anak-anaknya di kota Portland di negara bagian Oregon ketika dia mengalami masalah jantung, yang mengharuskannya menjalani operasi.
Keluarganya merasa akan lebih baik baginya untuk dirawat di rumah dan menghubungi International Critical-Care Air Transfer Team (ICATT), layanan ambulans udara yang berbasis di kota Bangalore, India selatan, tempat wanita itu berasal.
"Kami menggunakan dua pesawat untuk mengurangi waktu pengisian bahan bakar dan perawatan wajib di bandara untuk menerbangkannya ke Chennai, di mana dia akan menjalani operasinya," kata Dr Shalini Nalwad, salah satu pendiri dan direktur ICATT.
Waktu penerbangan, kata Nalwad, mengalahkan rekor perusahaan sebelumnya dalam perjalanan 18 jam dari Johannesburg di Afrika Selatan ke Chennai dengan seorang pasien kanker. Ini dilakukan selama puncak penguncian COVID-19 pada tahun 2020, ketika layanan penerbangan dibatasi.
Tim medis dari ICATT tiba di Portland dua hari sebelum jadwal penerbangan untuk membuat pengaturan dan mempersiapkan pasien. Tim tersebut termasuk dokter perawatan kritis dan dua ahli perfusi (yang mengoperasikan mesin jantung-paru).
Mereka pertama kali terbang dengan pesawat Challenger 605 - yang telah diubah menjadi "ICU terbang" - ke Reykjavik di Islandia, tempat pesawat itu mengisi bahan bakar.
Kemudian mereka terbang ke Istanbul, di Turki, di mana pasien dipindahkan ke pesawat lain yang memiliki kru baru. Mereka kemudian berhenti sekali lagi untuk mengisi bahan bakar di Diyarbakir, Turki, sebelum terbang ke Chennai di India.
Nalwad mengatakan pesawat itu diubah untuk mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk pemeriksaan wajib setiap kali pesawat berhenti untuk mengisi bahan bakar.
"Pilot juga wajib istirahat setelah delapan jam terbang, jadi awaknya juga diganti," tambahnya.
ICATT yang didirikan pada tahun 2017 memiliki 25 dokter dan 25 ahli perfusi. Badan ini memiliki dua pesawat di India, satu biasanya diparkir di kota selatan sementara yang lain di kota timur Kolkata di negara bagian Benggala Barat.
"Pesawat kedua dipindahkan dari Ibu Kota, New Delhi, ke Kolkata karena permintaan yang tinggi dari pasien di negara bagian timur laut," ujar Nalwad.
Banyak pasien dari negara bagian timur laut dan utara India menggunakan layanan ini untuk bepergian ke rumah sakit di selatan, di mana infrastruktur dan fasilitas medisnya lebih baik.
Diungkapkan Nalwad, memindahkan pesawat ke Kolkata telah memangkas biaya. Sebelumnya seorang pasien akan membayar USD17.500 atau sekitar Rp262,5 jutauntuk terbang dari Kolkata ke kota besar di selatan, sekarang mereka hanya akan dikenakan biaya sekitar setengah dari jumlah itu.
"Penerbangan baru-baru ini, dari Portland ke Chennai mahal," ucap Nalwad, tanpa memberikan nominalnya. Tetapi laporan berita memperkirakan bahwa biaya perjalanan sekitar 10 juta rupee atau sekitar Rp1,8 miliar.
ICATT, kata Dr Nalwad, mengangkut sekitar dua-tiga pasien setiap hari. Mereka juga mengangkut organ untuk transplantasi dan tim bedah.
Penerbangan itu berhenti tiga kali dalam perjalanan, sekali di Islandia dan dua kali di Turki, sebelum mencapai kota Chennai di Madras, India selatan pada Selasa pagi.
Pasien sekarang tengag menunggu operasi di rumah sakit.
"Pasien stabil. Dia memiliki masalah katup jantung dan sedang dalam pengawasan saat ini," kata seorang pejabat rumah sakit seperti dikutip dari BBC, Jumat (22/7/2022).
Wanita berusia 67 tahun - yang identitasnya belum diungkapkan - tinggal bersama anak-anaknya di kota Portland di negara bagian Oregon ketika dia mengalami masalah jantung, yang mengharuskannya menjalani operasi.
Keluarganya merasa akan lebih baik baginya untuk dirawat di rumah dan menghubungi International Critical-Care Air Transfer Team (ICATT), layanan ambulans udara yang berbasis di kota Bangalore, India selatan, tempat wanita itu berasal.
"Kami menggunakan dua pesawat untuk mengurangi waktu pengisian bahan bakar dan perawatan wajib di bandara untuk menerbangkannya ke Chennai, di mana dia akan menjalani operasinya," kata Dr Shalini Nalwad, salah satu pendiri dan direktur ICATT.
Waktu penerbangan, kata Nalwad, mengalahkan rekor perusahaan sebelumnya dalam perjalanan 18 jam dari Johannesburg di Afrika Selatan ke Chennai dengan seorang pasien kanker. Ini dilakukan selama puncak penguncian COVID-19 pada tahun 2020, ketika layanan penerbangan dibatasi.
Tim medis dari ICATT tiba di Portland dua hari sebelum jadwal penerbangan untuk membuat pengaturan dan mempersiapkan pasien. Tim tersebut termasuk dokter perawatan kritis dan dua ahli perfusi (yang mengoperasikan mesin jantung-paru).
Mereka pertama kali terbang dengan pesawat Challenger 605 - yang telah diubah menjadi "ICU terbang" - ke Reykjavik di Islandia, tempat pesawat itu mengisi bahan bakar.
Kemudian mereka terbang ke Istanbul, di Turki, di mana pasien dipindahkan ke pesawat lain yang memiliki kru baru. Mereka kemudian berhenti sekali lagi untuk mengisi bahan bakar di Diyarbakir, Turki, sebelum terbang ke Chennai di India.
Nalwad mengatakan pesawat itu diubah untuk mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk pemeriksaan wajib setiap kali pesawat berhenti untuk mengisi bahan bakar.
"Pilot juga wajib istirahat setelah delapan jam terbang, jadi awaknya juga diganti," tambahnya.
ICATT yang didirikan pada tahun 2017 memiliki 25 dokter dan 25 ahli perfusi. Badan ini memiliki dua pesawat di India, satu biasanya diparkir di kota selatan sementara yang lain di kota timur Kolkata di negara bagian Benggala Barat.
"Pesawat kedua dipindahkan dari Ibu Kota, New Delhi, ke Kolkata karena permintaan yang tinggi dari pasien di negara bagian timur laut," ujar Nalwad.
Banyak pasien dari negara bagian timur laut dan utara India menggunakan layanan ini untuk bepergian ke rumah sakit di selatan, di mana infrastruktur dan fasilitas medisnya lebih baik.
Diungkapkan Nalwad, memindahkan pesawat ke Kolkata telah memangkas biaya. Sebelumnya seorang pasien akan membayar USD17.500 atau sekitar Rp262,5 jutauntuk terbang dari Kolkata ke kota besar di selatan, sekarang mereka hanya akan dikenakan biaya sekitar setengah dari jumlah itu.
"Penerbangan baru-baru ini, dari Portland ke Chennai mahal," ucap Nalwad, tanpa memberikan nominalnya. Tetapi laporan berita memperkirakan bahwa biaya perjalanan sekitar 10 juta rupee atau sekitar Rp1,8 miliar.
ICATT, kata Dr Nalwad, mengangkut sekitar dua-tiga pasien setiap hari. Mereka juga mengangkut organ untuk transplantasi dan tim bedah.
(ian)
tulis komentar anda