Pejuang AS Hilang dalam Perang, Biden: Warga Amerika Seharusnya Tidak ke Ukraina

Sabtu, 18 Juni 2022 - 00:34 WIB
Presiden AS Joe Biden. Foto/REUTERS
WASHINGTON - Departemen Luar Negeri (Deplu) Amerika Serikat (AS) mengatakan mereka "mengetahui" laporan tentang warga Amerika yang hilang di Ukraina.

Meski demikian, Deplu AS tidak memiliki informasi lebih lanjut untuk diungkapkan ke publik.

"Orang Amerika seharusnya tidak pergi ke Ukraina," ujar Presiden AS Joe Biden setelah diberi pengarahan tentang laporan beberapa warga Amerika yang hilang di negara Eropa Timur itu.





“Kami tidak tahu di mana mereka berada,” papar Biden, ketika dia ditanya apakah dia khawatir dengan laporan tentang tiga warga Amerika yang dilaporkan hilang di Ukraina.



Laporan media yang belum dikonfirmasi menunjukkan warga negara AS Alexander Drueke (39) dan Andy Huynh (27) ditangkap pasukan Rusia di dekat Kharkov.



Laporan tersebut mengatakan dua warga Amerika yang pergi ke Ukraina untuk berperang melawan Rusia adalah veteran Angkatan Darat AS dan veteran Korps Marinir AS.

“Seorang pejuang ketiga yang diduga hilang di negara Eropa Timur itu diyakini adalah mantan Marinir AS Grady Kurpasi,” ungkap laporan CNN, mengutip istrinya.

Menurut CNN, terakhir kali Kurpasi berbicara dengan teman-temannya pada 23-24 April.

Dia dilaporkan bertugas di Korps Marinir AS selama sekitar 20 tahun dan pensiun pada November 2021. Dia diyakini tiba di Ukraina pada 7 Maret.

"Bagi dia secara pribadi, dia memiliki keahlian yang dia rasa bisa dia berikan kembali. Dia ingin pergi dan membantu orang-orang Ukraina. Dia tidak benar-benar berencana untuk bertarung," papar George Heath, seorang teman keluarga, mengatakan kepada CNN.

Heath mengatakan kepada saluran itu bahwa pada akhir April, Kurpasi, bersama dengan sukarelawan lain yang melakukan perjalanan ke Ukraina untuk berperang melawan pasukan Rusia dan Donbass, ditugaskan untuk menjalankan pos pengamatan di dekat Kherson, sekitar waktu mantan marinir itu berhenti berkomunikasi dengan istrinya dan teman-temannya di Amerika Serikat.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price mengatakan pada konferensi pers Kamis (16/6/2022) bahwa pemerintahan Biden telah berhubungan dengan keluarga dua warga Amerika yang diduga ditangkap militer Rusia di Ukraina, tetapi belum membahas masalah tersebut dengan pemerintah Rusia.

"Kami memantau situasi dengan cermat. Kami berhubungan dengan pihak berwenang Ukraina, serta dengan Komite Internasional Palang Merah, dan keluarga dari dua warga AS yang dilaporkan hilang," ungkap Price tentang laporan yang belum diverifikasi.

Sementara itu, juru bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre mengatakan laporan tersebut sejauh ini belum dapat dikonfirmasi.

"Kami tidak tahu di mana keberadaan mereka. Kami bekerja sangat keras untuk mempelajari lebih lanjut tentang warga Amerika yang sekarang hilang ini. Hati kami tertuju pada keluarga mereka selama masa sulit yang mereka alami ini," ujar Jean-Pierre selama konferensi pers, saat dia meminta warga Amerika untuk menahan diri dari bepergian ke Ukraina.

Sementara itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan Washington belum mengajukan pertanyaan resmi dengan Moskow tentang dua tentara bayaran AS yang dilaporkan ditangkap pasukan Rusia di dekat Kharkov.

“Saya tidak memiliki informasi seperti itu, dan saya telah memeriksanya setiap hari. Saya akan memeriksanya hari ini juga. Kami mengungkapkan kepada publik semua informasi tentang nasib tentara bayaran yang ditahan atau mereka yang diadili… Saya ingin menegaskan kembali bahwa Saya akan memeriksa ulang apakah ada informasi tambahan tentang masalah ini," papar Zakharova kepada acara Solovyov Live.

Pada Jumat (17/6/2022), Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan saat ini, Polandia memimpin daftar negara dalam hal jumlah tentara bayaran yang dikirim ke Ukraina dengan 1.831 tentara, diikuti Kanada dengan 601 pejuang dan Amerika Serikat dengan 530 orang.

Pada 17 Juni, total 6.956 tentara bayaran dan spesialis senjata dari 64 negara telah tiba di Ukraina sejak awal operasi khusus, menurut Kementerian Pertahanan Rusia.

Rusia melancarkan operasi militer khusus di Ukraina pada 24 Februari 2022 setelah Republik Donbass yang baru diakui kemerdekaannya meminta bantuan dalam mempertahankan diri dari serangan intensif oleh pasukan Ukraina dan batalyon nasionalis.

Sejak itu, Moskow telah berulang kali menekankan hukum internasional melarang penggunaan tentara bayaran dalam konflik bersenjata, dan tentara bayaran tidak berhak atas status kombatan, tawanan perang (POW), atau salah satu kategori orang yang dilindungi yang disediakan Konvensi Jenewa.
(sya)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More