Karibia Tersedak Monster Awan Debu Sahara yang Bergerak ke AS
Rabu, 24 Juni 2020 - 14:45 WIB
KINGSTON - Debu pasir Sahara menyelimuti Karibia, mengubah langit biru menjadi berwarna coklat dan memicu peringatan kesehatan di penjuru wilayah saat kualitas udara turun ke level tidak sehat.
Angin kencang bersuhu panas bertiup di atas gurun Sahara dan menerbangkan pasir hingga ribuan mil melintasi Samudera Atlantik menuju benua Amerika. Tebalnya awan debu tersebut sangat tidak biasa dan publik menyebutnya monster.
"Tahun ini, debu itu merupakan yang paling pekat dalam 50 tahun terakhir," ungkap para meteorologis. Tebalnya awan debu itu mengurangi jarak pandang.
Pegunungan Biru Jamaika yang biasanya terlihat jelas di atas Kingston kini tak terlihat di balik awan debu coklat tersebut.
"Saya tidak yakin jika debu ini masuk ke ventilasi, karena udara di dalam terasa tidak sama," papar Sarue Thomas, 31, di kantornya di Kingston, saat suhu mencapai lebih dari 30 derajat Celsius dan udara terasa mencekik.
"Ini sesuatu yang kami tidak pernah lihat sebelumnya," ujar Thomas yang menyatakan putranya yang berumur tiga tahun mengalami batuk.
"Ini yang terburuk yang pernah saya lihat sejak kami melakukan pencatatan," kata Evan Thompson, direktur divisi badan meteorologi di Jamaika.
Dia menambahkan, "Kita melihat jumlah partikel debu yang sangat tebal. Ini sangat berbeda dan dapat mudah terlihat." (Baca Juga: Seorang Pasukan Penjaga Perdamaian PBB dari Indonesia Gugur di Kongo)
Awan debu itu bergerak ke Karibia timur pada akhir pekan dan kini menyelimuti Hispaniola, Jamaika, Puerto Rico dan Kuba bagian timur, bergerak ke Amerika Tengah dan bagian selatan Amerika Serikat. (Baca Juga: Mal Masih Lesu)
Angin kencang bersuhu panas bertiup di atas gurun Sahara dan menerbangkan pasir hingga ribuan mil melintasi Samudera Atlantik menuju benua Amerika. Tebalnya awan debu tersebut sangat tidak biasa dan publik menyebutnya monster.
"Tahun ini, debu itu merupakan yang paling pekat dalam 50 tahun terakhir," ungkap para meteorologis. Tebalnya awan debu itu mengurangi jarak pandang.
Pegunungan Biru Jamaika yang biasanya terlihat jelas di atas Kingston kini tak terlihat di balik awan debu coklat tersebut.
"Saya tidak yakin jika debu ini masuk ke ventilasi, karena udara di dalam terasa tidak sama," papar Sarue Thomas, 31, di kantornya di Kingston, saat suhu mencapai lebih dari 30 derajat Celsius dan udara terasa mencekik.
"Ini sesuatu yang kami tidak pernah lihat sebelumnya," ujar Thomas yang menyatakan putranya yang berumur tiga tahun mengalami batuk.
"Ini yang terburuk yang pernah saya lihat sejak kami melakukan pencatatan," kata Evan Thompson, direktur divisi badan meteorologi di Jamaika.
Dia menambahkan, "Kita melihat jumlah partikel debu yang sangat tebal. Ini sangat berbeda dan dapat mudah terlihat." (Baca Juga: Seorang Pasukan Penjaga Perdamaian PBB dari Indonesia Gugur di Kongo)
Awan debu itu bergerak ke Karibia timur pada akhir pekan dan kini menyelimuti Hispaniola, Jamaika, Puerto Rico dan Kuba bagian timur, bergerak ke Amerika Tengah dan bagian selatan Amerika Serikat. (Baca Juga: Mal Masih Lesu)
(sya)
tulis komentar anda