Rugi Besar karena Perang, Orang Terkaya Ukraina Akan Tuntut Rusia
Jum'at, 27 Mei 2022 - 01:27 WIB
KIEV - Orang terkaya Ukraina , Rinat Akhmetov mengatakan, dia berencana untuk menuntut Rusia atas kerugian sebesar USD17 miliar (Rp248,2 triliun) hingga USD20 miliar (Rp292 triliun) yang disebabkan oleh pemboman pabrik baja miliknya di kota Mariupol yang hancur.
Pabrik baja Azovstal mengalami kerusakan parah akibat pemboman dan penembakan Rusia, setelah pabrik yang luas itu menjadi benteng pertahanan terakhir di kota pelabuhan selatan. Pabrik Baja dan Besi Illich, yang juga dimiliki oleh Rinat Akhmetov, juga rusak parah selama serangan artileri Rusia di Mariupol.
"Kami pasti akan menuntut Rusia dan menuntut kompensasi yang layak untuk semua kerugian dan bisnis yang hilang," tegas Akhmetov kepada portal berita Ukraina mrpl.city dalam sebuah wawancara, seperti dikutip dari Ruters.
Ketika ditanya berapa banyak uang Metinvest yang hilang karena kerusakan Azovstal dan Illich, dia berkata: "Biaya penggantian karena agresi Rusia adalah dari USD17 hingga USD20 miliar. Jumlah akhir akan ditentukan dalam gugatan terhadap Rusia".
Sejak invasi Rusia pada 24 Februari, Metinvest telah mengumumkan tidak dapat memberikan kontrak pasokannya. Sementara Grup SCM keuangan dan industri Akhmetov melayani kewajiban utangnya, produsen listrik swastanya DTEK telah merestrukturisasi portofolio utangnya, katanya.
Akhmetov telah melihat kerajaan bisnisnya hancur sebelum perang oleh delapan tahun pertempuran di timur Ukraina, setelah separatis pro-Rusia mengambil alih petak-petak wilayah di sana. “Saya tetap di Ukraina sejak perang dengan Rusia dimulai. Kami percaya pada negara kami dan percaya pada kemenangan kami," tegasnya.
Sementara itu, banyak warga Mariupol yang tak lagi melihat masa depan di kotanya. Salah satunya adalah Angela Kopytsa, 52 tahun. "Tidak ada pekerjaan, tidak ada makanan, tidak ada air," katanya, seraya menambahkan bahwa baik rumah maupun kehidupannya telah "hancur". Kota ini telah hidup tanpa listrik sejak awal Maret.
Kopytsa menangis ketika dia menceritakan bagaimana selama perang dia harus berbagi makanan dengan anak-anak dan cucunya dan bagaimana "anak-anak di bangsal bersalin sekarat karena kelaparan".
"Masa depan apa?" katanya dalam bahasa Rusia. "Aku tidak punya harapan untuk apa pun". Tiga bulan pertempuran di Mariupol telah membuat ratusan ribu orang lari menyelamatkan diri dan menyebabkan penderitaan dan kematian yang tak terhitung.
Pabrik baja Azovstal mengalami kerusakan parah akibat pemboman dan penembakan Rusia, setelah pabrik yang luas itu menjadi benteng pertahanan terakhir di kota pelabuhan selatan. Pabrik Baja dan Besi Illich, yang juga dimiliki oleh Rinat Akhmetov, juga rusak parah selama serangan artileri Rusia di Mariupol.
"Kami pasti akan menuntut Rusia dan menuntut kompensasi yang layak untuk semua kerugian dan bisnis yang hilang," tegas Akhmetov kepada portal berita Ukraina mrpl.city dalam sebuah wawancara, seperti dikutip dari Ruters.
Ketika ditanya berapa banyak uang Metinvest yang hilang karena kerusakan Azovstal dan Illich, dia berkata: "Biaya penggantian karena agresi Rusia adalah dari USD17 hingga USD20 miliar. Jumlah akhir akan ditentukan dalam gugatan terhadap Rusia".
Sejak invasi Rusia pada 24 Februari, Metinvest telah mengumumkan tidak dapat memberikan kontrak pasokannya. Sementara Grup SCM keuangan dan industri Akhmetov melayani kewajiban utangnya, produsen listrik swastanya DTEK telah merestrukturisasi portofolio utangnya, katanya.
Akhmetov telah melihat kerajaan bisnisnya hancur sebelum perang oleh delapan tahun pertempuran di timur Ukraina, setelah separatis pro-Rusia mengambil alih petak-petak wilayah di sana. “Saya tetap di Ukraina sejak perang dengan Rusia dimulai. Kami percaya pada negara kami dan percaya pada kemenangan kami," tegasnya.
Sementara itu, banyak warga Mariupol yang tak lagi melihat masa depan di kotanya. Salah satunya adalah Angela Kopytsa, 52 tahun. "Tidak ada pekerjaan, tidak ada makanan, tidak ada air," katanya, seraya menambahkan bahwa baik rumah maupun kehidupannya telah "hancur". Kota ini telah hidup tanpa listrik sejak awal Maret.
Kopytsa menangis ketika dia menceritakan bagaimana selama perang dia harus berbagi makanan dengan anak-anak dan cucunya dan bagaimana "anak-anak di bangsal bersalin sekarat karena kelaparan".
"Masa depan apa?" katanya dalam bahasa Rusia. "Aku tidak punya harapan untuk apa pun". Tiga bulan pertempuran di Mariupol telah membuat ratusan ribu orang lari menyelamatkan diri dan menyebabkan penderitaan dan kematian yang tak terhitung.
(esn)
Lihat Juga :
tulis komentar anda