Turki Berjanji Dukung NATO jika Terjadi Serangan Sekecil Apapun
Senin, 02 Mei 2022 - 08:03 WIB
ANKARA - Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengklaim pada Minggu (1/5/2022) bahwa NATO "tidak berniat" campur tangan dalam konflik Ukraina-Rusia.
Namun dia berjanji bahwa negaranya akan menanggapi setiap serangan terhadap sekutu NATO.
Sepanjang konflik, Turki telah berusaha menyeimbangkan hubungannya dengan aliansi dan Rusia.
“Posisi NATO jelas. Aliansi itu tidak berniat ikut campur dalam konflik Ukraina," ungkap Cavusoglu kepada wartawan pada Minggu setelah melakukan perjalanan ke Amerika Latin.
Namun, diplomat top Turki itu menambahkan, “Jika terjadi serangan sekecil apa pun terhadap sekutu mana pun, kami akan merespons secara memadai."
NATO bukan peserta langsung dalam konflik Ukraina, tetapi negara-negara anggotanya telah mengirimkan senjata dan amunisi ke pemerintah Volodymyr Zelensky, AS telah berbagi intelijen dengan Kiev, dan pasukan Ukraina sedang dilatih di pangkalan NATO di Eropa.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergey Lavrov menuduh NATO "pada dasarnya berperang dengan Rusia melalui proxy dan mempersenjatai proxy itu."
Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan pemain luar agar tidak campur tangan dalam konflik pekan lalu. Dia mengancam akan melepaskan "respon cepat-kilat” jika keamanan Rusia terancam.
Meskipun anggota NATO, Turki memiliki beberapa sistem senjata Rusia, dan langkahnya membeli sistem pertahanan udara S-400 buatan Rusia membuatnya dikeluarkan dari program jet tempur F-35 AS pada 2019.
Turki telah berusaha mempertahankan hubungan dengan aliansi dan Moskow sejak operasi Rusia di Ukraina dimulai pada Februari.
Turki telah menjual drone Bayraktar yang diproduksi di dalam negeri ke Ukraina, tetapi menolak menjatuhkan sanksi pada Moskow.
Sementara itu, Istanbul telah menjadi tuan rumah pembicaraan damai antara negosiator Ukraina dan Rusia, dan Presiden Recep Tayyip Erdogan telah menawarkan untuk menjadi tuan rumah pembicaraan antara Putin dan Zelensky.
Pembicaraan semacam itu belum terwujud, dan dalam wawancara akhir bulan lalu dengan CNN Turk, Cavusoglu mengatakan, “Ada negara-negara di dalam NATO yang ingin perang berlanjut untuk membuat Rusia lebih lemah.” Namun, dia tidak menyebutkan salah satu negara itu.
Diplomat itu mengatakan beberapa pemimpin Amerika Selatan telah menawarkan menengahi antara Rusia dan Ukraina, termasuk Presiden Brasil Jair Bolsonaro, yang dilaporkan menawarkan mengunjungi Moskow untuk melakukan pembicaraan.
"Venezuela memiliki hubungan baik dengan Rusia. Baik Brasil dan Venezuela telah mengatakan perang harus dihentikan," papar Cavusoglu.
"Kami mengatakan kami ingin berkontribusi pada upaya itu."
Rusia mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari, menyusul kegagalan Kiev untuk menerapkan persyaratan perjanjian Minsk, yang pertama kali ditandatangani pada 2014, dan pengakuan akhirnya Moskow atas republik Donbass di Donetsk dan Lugansk.
Protokol Minsk yang ditengahi Jerman dan Perancis dirancang untuk memberikan status khusus kepada daerah-daerah yang memisahkan diri di dalam negara Ukraina.
Kremlin sejak itu menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan NATO.
Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan membantah klaim pihaknya berencana merebut kembali kedua republik dengan paksa.
Namun dia berjanji bahwa negaranya akan menanggapi setiap serangan terhadap sekutu NATO.
Sepanjang konflik, Turki telah berusaha menyeimbangkan hubungannya dengan aliansi dan Rusia.
“Posisi NATO jelas. Aliansi itu tidak berniat ikut campur dalam konflik Ukraina," ungkap Cavusoglu kepada wartawan pada Minggu setelah melakukan perjalanan ke Amerika Latin.
Namun, diplomat top Turki itu menambahkan, “Jika terjadi serangan sekecil apa pun terhadap sekutu mana pun, kami akan merespons secara memadai."
NATO bukan peserta langsung dalam konflik Ukraina, tetapi negara-negara anggotanya telah mengirimkan senjata dan amunisi ke pemerintah Volodymyr Zelensky, AS telah berbagi intelijen dengan Kiev, dan pasukan Ukraina sedang dilatih di pangkalan NATO di Eropa.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergey Lavrov menuduh NATO "pada dasarnya berperang dengan Rusia melalui proxy dan mempersenjatai proxy itu."
Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan pemain luar agar tidak campur tangan dalam konflik pekan lalu. Dia mengancam akan melepaskan "respon cepat-kilat” jika keamanan Rusia terancam.
Meskipun anggota NATO, Turki memiliki beberapa sistem senjata Rusia, dan langkahnya membeli sistem pertahanan udara S-400 buatan Rusia membuatnya dikeluarkan dari program jet tempur F-35 AS pada 2019.
Turki telah berusaha mempertahankan hubungan dengan aliansi dan Moskow sejak operasi Rusia di Ukraina dimulai pada Februari.
Turki telah menjual drone Bayraktar yang diproduksi di dalam negeri ke Ukraina, tetapi menolak menjatuhkan sanksi pada Moskow.
Sementara itu, Istanbul telah menjadi tuan rumah pembicaraan damai antara negosiator Ukraina dan Rusia, dan Presiden Recep Tayyip Erdogan telah menawarkan untuk menjadi tuan rumah pembicaraan antara Putin dan Zelensky.
Pembicaraan semacam itu belum terwujud, dan dalam wawancara akhir bulan lalu dengan CNN Turk, Cavusoglu mengatakan, “Ada negara-negara di dalam NATO yang ingin perang berlanjut untuk membuat Rusia lebih lemah.” Namun, dia tidak menyebutkan salah satu negara itu.
Diplomat itu mengatakan beberapa pemimpin Amerika Selatan telah menawarkan menengahi antara Rusia dan Ukraina, termasuk Presiden Brasil Jair Bolsonaro, yang dilaporkan menawarkan mengunjungi Moskow untuk melakukan pembicaraan.
"Venezuela memiliki hubungan baik dengan Rusia. Baik Brasil dan Venezuela telah mengatakan perang harus dihentikan," papar Cavusoglu.
"Kami mengatakan kami ingin berkontribusi pada upaya itu."
Rusia mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari, menyusul kegagalan Kiev untuk menerapkan persyaratan perjanjian Minsk, yang pertama kali ditandatangani pada 2014, dan pengakuan akhirnya Moskow atas republik Donbass di Donetsk dan Lugansk.
Protokol Minsk yang ditengahi Jerman dan Perancis dirancang untuk memberikan status khusus kepada daerah-daerah yang memisahkan diri di dalam negara Ukraina.
Kremlin sejak itu menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan NATO.
Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan membantah klaim pihaknya berencana merebut kembali kedua republik dengan paksa.
(sya)
tulis komentar anda