Protes Cara Trump Atasi Demo Rasial, Pejabat Deplu AS Resign

Jum'at, 19 Juni 2020 - 16:15 WIB
Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk urusan legislatif, Mary Elizabeth Taylor, mengundurkan diri sebagai bentuk protes atas respon Presiden Trump menghadapi demonstrasi rasial. Foto/The Sun
WASHINGTON - Seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mengundurkan diri sebagai bentuk protes atas tanggapan Presiden Donald Trump dalam menangani demonstrasi rasial di negara itu.

Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk urusan legislatif, Mary Elizabeth Taylor, mengajukan pengunduran diri. Dalam surat pengunduran dirinya, Taylor mengatakan bahwa tindakan Trump dalam menangani demonstrasi rasial telah melukai nilai-nilai dan keyakinannya.

“Momen pergolakan dapat mengubahmu, mengubah lintasan hidupmu, dan membentuk karaktermu. Komentar dan tindakan Presiden seputar ketidakadilan rasial dan warga kulit hitam Amerika menentang keras nilai-nilai inti dan keyakinan saya,” tulis Taylor dalam surat pengunduran dirinya kepada Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo.



"Saya harus mengikuti perintah hati nurani saya dan mengundurkan diri sebagai Asisten Menteri Luar Negeri untuk Urusan Legislatif," sambungnya seperti dikutip dari Washington Post, Jumat (19/6/2020).

Dalam suratnya, Taylor juga memuji Menteri Luar Negeri Mike Pompeo atas kepemimpinannya yang luar biasa.

"Saya sangat berterima kasih kepada Anda, Bapak Menteri, karena memberdayakan saya untuk memimpin tim ini dan secara strategis memberi saran kepada Anda selama dua tahun terakhir ini," tulis Taylor dalam surat pengunduran diri yang ia kirimkan ke Pompeo.

Keputusan Taylor untuk meninggalkan pemerintahan di tengah-tengah ketegangan rasilan yang meluas di AS tampaknya menjadi pengunduran tingkat tinggi pertama yang terjadi atas tindakan presiden yang dipublikasikan.

Gedung Putih tidak segera menanggapi permintaan komentar.

Sebelumnya, Taylor juga mengungkapkan betapa dirinya begitu terpukul dengan kematian George Floyd . Flody, pria kulit hitam tidak bersenjata, meninggal setelah lehernya dijepit dengan lutut hingga meninggal saat ditangkap oleh perwira polisi kulit putih.

Pada 3 Juni, Taylor mengirim pesan kepada timnya yang terdiri dari sekitar 60 pegawai Departemen Luar Negeri AS, mengakui bahwa setelah kematian Floyd hatinya hancur dan ia harus berkali-kali menyembuhkannya.

“Pembunuhan mengerikan George Floyd dan kematian baru-baru ini dari orang kulit hitam Amerika lainnya pada intinya telah mengguncang bangsa kita. Setiap kali kita menyaksikan peristiwa keji dan mematikan ini, kita diingatkan bahwa luka negara kita sangat dalam dan tetap tidak diobati,” tulis Taylor dalam catatannya, yang diperoleh The Washington Post.

“Untuk anggota tim kami yang terluka sekarang, ketahuilah bahwa kamu tidak sendirian. Anda dilihat, dikenali, didengar, dan didukung. Aku di sini bersamamu,” imbuhnya.

Gedung Putih mendapat kecaman keras setelah otoritas federal dengan paksa menyapu para demonstran damai yang memprotes kematian Floyd di Lafayette Square di seberang jalan dari Gedung Putih. Tindakan ini dilakukan untuk membuka jalan bagi Trump untuk berjalan beberapa ratus meter ke Gereja St. John yang ikonis, tempat ia mengangkat Alkitab dan berpose untuk foto-foto. Gedung Putih telah membantah para pengunjuk rasa telah diusir sehingga presiden bisa mengambil foto tersebut.
(ber)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More