141 Negara Termasuk Indonesia Menentang Invasi Rusia ke Ukraina, 5 Dukung, 35 Abstain
Kamis, 03 Maret 2022 - 12:00 WIB
NEW YORK - Sebanyak 141 dari 193 negara anggota PBB mendukung resolusi yang menentang invasi Rusia ke Ukraina . Lima negara mendukung membela Moskow dan 35 negara memilih abstain.
Ratusan negara pendukung resolusi yang menentang invasi itu termasuk Indonesia. Resolusi tersebut menuntut agar Rusia segera menarik pasukan militernya dari Ukraina.
Resolusi diadopsi atau disahkan pada hari Rabu waktu New York dalam sesi darurat yang langka di Majelis Umum PBB.
China, India, dan Afrika Selatan termasuk di antara 35 negara yang abstain. Sedangkan lima negara pendukung Moskow adalah Eritrea, Korea Utara, Suriah, Belarusia, dan tentu saja Rusia.
Resolusi itu menyesalkan agresi Rusia terhadap Ukraina dan mengutuk keputusan Presiden Vladimir Putin untuk menempatkan pasukan nuklirnya dalam siaga tempur.
Resolusi Majelis Umum PBB ini tidak mengikat, namun membawa bobot politik di mana voting tersebut mewakili kemenangan simbolis untuk Ukraina dan meningkatkan isolasi internasional terhadap Moskow.
Bahkan sekutu tradisional Rusia; Serbia, memberikan suara yang menentang invasi Moskow.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan pesan Majelis Umum “keras dan jelas”.
“Akhiri permusuhan di Ukraina, sekarang. Diamkan senjata, sekarang,” katanya dalam sebuah pernyataan.
“Seburuk apa pun situasinya bagi orang-orang di Ukraina saat ini, itu mengancam untuk menjadi jauh lebih buruk. Jam yang berdetak adalah bom waktu," ujarnya, seperti dikutip Al Jazeera, Kamis (3/3/2022).
“Jika PBB memiliki tujuan, itu untuk mencegah perang,” kata Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield.
"Rusia bersiap untuk meningkatkan kebrutalan kampanyenya dan memindahkan persenjataan yang sangat mematikan ke Ukraina, termasuk munisi tandan dan bom vakum," ujarnya.
Duta Besar Ukraina untuk PBB, Sergiy Kyslytsya, menyebut resolusi itu salah satu blok bangunan untuk membangun tembok guna menghentikan serangan Rusia. Dia sebelumnya mendesak negara-negara di dunia untuk mendukung draft resolusi tersebut.
“Mereka [Rusia] datang untuk merampas hak Ukraina untuk hidup,” kata Kyslytsya kepada Majelis Umum PBB menjelang pemungutan suara.
“Sudah jelas bahwa tujuan Rusia bukan hanya pendudukan. Ini adalah genosida.”
Tetapi Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia membantah militer Moskow menargetkan warga sipil Ukraina.
Dia mengulangi pernyataan pemerintah Rusia bahwa tindakannya adalah operasi militer khusus yang bertujuan untuk mengakhiri serangan Ukraina terhadap warga sipil di Republik Donetsk dan Republik Luhansk, dua wilayah Ukraina timur yang diakui sebagai negara merdeka oleh Moskow.
Nebenzia menuduh bahwa pasukan Ukraina menggunakan warga sipil sebagai perisai manusia dan menyebarkan senjata berat di wilayah sipil.
Sekutu Rusia, Belarusia, juga menawarkan pertahanan yang gigih terhadap invasi tersebut.
Duta Besar Belarusia untuk PBB Valentin Rybakov mengecam sanksi yang dijatuhkan oleh Barat terhadap Rusia sebagai contoh terburuk terorisme ekonomi dan keuangan.
Dan dia mengikuti sekutu Rusia lainnya, seperti Suriah, dalam mengutuk “standar ganda” negara-negara Barat yang telah menginvasi negara-negara lain termasuk Libya, Irak dan Afghanistan dalam beberapa dekade terakhir.
Ratusan negara pendukung resolusi yang menentang invasi itu termasuk Indonesia. Resolusi tersebut menuntut agar Rusia segera menarik pasukan militernya dari Ukraina.
Resolusi diadopsi atau disahkan pada hari Rabu waktu New York dalam sesi darurat yang langka di Majelis Umum PBB.
China, India, dan Afrika Selatan termasuk di antara 35 negara yang abstain. Sedangkan lima negara pendukung Moskow adalah Eritrea, Korea Utara, Suriah, Belarusia, dan tentu saja Rusia.
Resolusi itu menyesalkan agresi Rusia terhadap Ukraina dan mengutuk keputusan Presiden Vladimir Putin untuk menempatkan pasukan nuklirnya dalam siaga tempur.
Resolusi Majelis Umum PBB ini tidak mengikat, namun membawa bobot politik di mana voting tersebut mewakili kemenangan simbolis untuk Ukraina dan meningkatkan isolasi internasional terhadap Moskow.
Bahkan sekutu tradisional Rusia; Serbia, memberikan suara yang menentang invasi Moskow.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan pesan Majelis Umum “keras dan jelas”.
“Akhiri permusuhan di Ukraina, sekarang. Diamkan senjata, sekarang,” katanya dalam sebuah pernyataan.
“Seburuk apa pun situasinya bagi orang-orang di Ukraina saat ini, itu mengancam untuk menjadi jauh lebih buruk. Jam yang berdetak adalah bom waktu," ujarnya, seperti dikutip Al Jazeera, Kamis (3/3/2022).
“Jika PBB memiliki tujuan, itu untuk mencegah perang,” kata Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield.
"Rusia bersiap untuk meningkatkan kebrutalan kampanyenya dan memindahkan persenjataan yang sangat mematikan ke Ukraina, termasuk munisi tandan dan bom vakum," ujarnya.
Duta Besar Ukraina untuk PBB, Sergiy Kyslytsya, menyebut resolusi itu salah satu blok bangunan untuk membangun tembok guna menghentikan serangan Rusia. Dia sebelumnya mendesak negara-negara di dunia untuk mendukung draft resolusi tersebut.
“Mereka [Rusia] datang untuk merampas hak Ukraina untuk hidup,” kata Kyslytsya kepada Majelis Umum PBB menjelang pemungutan suara.
“Sudah jelas bahwa tujuan Rusia bukan hanya pendudukan. Ini adalah genosida.”
Tetapi Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia membantah militer Moskow menargetkan warga sipil Ukraina.
Dia mengulangi pernyataan pemerintah Rusia bahwa tindakannya adalah operasi militer khusus yang bertujuan untuk mengakhiri serangan Ukraina terhadap warga sipil di Republik Donetsk dan Republik Luhansk, dua wilayah Ukraina timur yang diakui sebagai negara merdeka oleh Moskow.
Nebenzia menuduh bahwa pasukan Ukraina menggunakan warga sipil sebagai perisai manusia dan menyebarkan senjata berat di wilayah sipil.
Sekutu Rusia, Belarusia, juga menawarkan pertahanan yang gigih terhadap invasi tersebut.
Duta Besar Belarusia untuk PBB Valentin Rybakov mengecam sanksi yang dijatuhkan oleh Barat terhadap Rusia sebagai contoh terburuk terorisme ekonomi dan keuangan.
Dan dia mengikuti sekutu Rusia lainnya, seperti Suriah, dalam mengutuk “standar ganda” negara-negara Barat yang telah menginvasi negara-negara lain termasuk Libya, Irak dan Afghanistan dalam beberapa dekade terakhir.
(min)
tulis komentar anda