AS Kecam Pengerahan Pasukan Penjaga Perdamaian Rusia ke Ukraina Timur: Omong Kosong!
Selasa, 22 Februari 2022 - 15:25 WIB
NEW YORK - Amerika Serikat (AS) mengecam pengerahan pasukan militer Rusia sebagai penjaga perdamaian ke Ukraina timur yang dikuasai separatis pro-Moskow. Washington anggap dalih sebagai penjaga perdamaian itu hanya omong kosong.
Kecaman disampaikan Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield.
Dia mengatakan pengerahan pasukan penjaga perdamaian Rusia ke Ukraina timur adalah bagian dari dalihnya untuk perang.
"Konsekuensi dari tindakan Rusia akan mengerikan-di seluruh Ukraina, di seluruh Eropa, dan di seluruh dunia," kata Thomas-Greenfield, pada pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB dengan 15 anggota.
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan pengerahan pasukan militer penjaga perdamaian ke Donetsk dan Luhansk, wilayah yang dikuasasi separatis pro-Moskow di Ukraina timur.
Perintah pengerahan pasukan Rusia muncul setelah Putin mengakui Donetsk dan Luhansk sebagai negara merdeka.
Ketegangan antara Rusia dan Barat telah meningkat setelah berminggu-minggu tuduhan Amerika Serikat bahwa Moskow telah mengerahkan hingga 150.000 tentara di dekat perbatasan Ukraina untuk melakukan invasi.
Rusia telah membantah ingin menyerang Ukraina dan menuduh Barat memicu histeria.
“Presiden Putin telah mencabik-cabik Perjanjian Minsk. Kami sudah jelas bahwa kami tidak percaya dia akan berhenti di situ,” kata Thomas-Greenfield, mengacu pada perjanjian 2014 dan 2015 yang bertujuan untuk mengakhiri konflik antara tentara Ukraina dan separatis pro-Rusia di Ukraina timur.
Sementara itu, Moskow menyatakan kesediannya untuk berdiplomasi.
“Kami tetap terbuka untuk diplomasi untuk solusi diplomatik, namun membiarkan pertumpahan darah baru di Donbass adalah sesuatu yang tidak ingin kami lakukan,” kata Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB.
Rusia secara luas dikritik oleh sebagian besar anggota Dewan Keamanan PBB atas tindakannya pada hari Senin.
Duta Besar Kenya untuk PBB Martin Kimani mengutuk apa yang disebutnya tren negara-negara kuat yang melanggar hukum internasional dengan sedikit perhatian.
“Multilateralisme terletak di ranjang kematiannya malam ini," katanya, seperti dikutip Reuters.
Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun mengatakan semua pihak terkait harus menahan diri, dan menghindari tindakan apa pun yang dapat memicu ketegangan. Beijing, kata dia, menyambut dan mendorong setiap upaya untuk solusi diplomatik.
Delapan anggota dewan, termasuk Amerika Serikat, Inggris dan Prancis, mendukung permintaan Kiev agar Dewan Keamanan PBB bertemu setelah pengumuman Putin.
Itu adalah pertemuan Dewan Keamanan ketiga soal Ukraina dalam beberapa minggu. Badan tersebut telah bertemu puluhan kali untuk membahas krisis Ukraina sejak Rusia mencaplok wilayah Crimea dari Ukraina pada tahun 2014.
Moskow menolak narasi mencaplok Ukraina dengan menegaskan bahwa wilayah itu sendiri yang memilih pisah dari Ukraina dan bergabung dengan Federasi Rusia.
Dewan Keamanan PBB tidak dapat mengambil tindakan apa pun karena Rusia memiliki hak veto bersama dengan Prancis, Inggris, China, dan Amerika Serikat.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres yakin Rusia telah melanggar integritas teritorial dan kedaulatan Ukraina dengan keputusannya untuk mengakui Ukraina timur sebagai entitas independen.
Kepala urusan politik PBB Rosemary DiCarlo mengatakan kepada Dewan Keamanan bahwa PBB menyesali perintah Rusia untuk mengerahkan pasukan ke Ukraina timur dalam misi penjaga perdamaian.
Kecaman disampaikan Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield.
Dia mengatakan pengerahan pasukan penjaga perdamaian Rusia ke Ukraina timur adalah bagian dari dalihnya untuk perang.
"Konsekuensi dari tindakan Rusia akan mengerikan-di seluruh Ukraina, di seluruh Eropa, dan di seluruh dunia," kata Thomas-Greenfield, pada pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB dengan 15 anggota.
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan pengerahan pasukan militer penjaga perdamaian ke Donetsk dan Luhansk, wilayah yang dikuasasi separatis pro-Moskow di Ukraina timur.
Perintah pengerahan pasukan Rusia muncul setelah Putin mengakui Donetsk dan Luhansk sebagai negara merdeka.
Ketegangan antara Rusia dan Barat telah meningkat setelah berminggu-minggu tuduhan Amerika Serikat bahwa Moskow telah mengerahkan hingga 150.000 tentara di dekat perbatasan Ukraina untuk melakukan invasi.
Rusia telah membantah ingin menyerang Ukraina dan menuduh Barat memicu histeria.
“Presiden Putin telah mencabik-cabik Perjanjian Minsk. Kami sudah jelas bahwa kami tidak percaya dia akan berhenti di situ,” kata Thomas-Greenfield, mengacu pada perjanjian 2014 dan 2015 yang bertujuan untuk mengakhiri konflik antara tentara Ukraina dan separatis pro-Rusia di Ukraina timur.
Sementara itu, Moskow menyatakan kesediannya untuk berdiplomasi.
“Kami tetap terbuka untuk diplomasi untuk solusi diplomatik, namun membiarkan pertumpahan darah baru di Donbass adalah sesuatu yang tidak ingin kami lakukan,” kata Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB.
Rusia secara luas dikritik oleh sebagian besar anggota Dewan Keamanan PBB atas tindakannya pada hari Senin.
Duta Besar Kenya untuk PBB Martin Kimani mengutuk apa yang disebutnya tren negara-negara kuat yang melanggar hukum internasional dengan sedikit perhatian.
“Multilateralisme terletak di ranjang kematiannya malam ini," katanya, seperti dikutip Reuters.
Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun mengatakan semua pihak terkait harus menahan diri, dan menghindari tindakan apa pun yang dapat memicu ketegangan. Beijing, kata dia, menyambut dan mendorong setiap upaya untuk solusi diplomatik.
Delapan anggota dewan, termasuk Amerika Serikat, Inggris dan Prancis, mendukung permintaan Kiev agar Dewan Keamanan PBB bertemu setelah pengumuman Putin.
Itu adalah pertemuan Dewan Keamanan ketiga soal Ukraina dalam beberapa minggu. Badan tersebut telah bertemu puluhan kali untuk membahas krisis Ukraina sejak Rusia mencaplok wilayah Crimea dari Ukraina pada tahun 2014.
Moskow menolak narasi mencaplok Ukraina dengan menegaskan bahwa wilayah itu sendiri yang memilih pisah dari Ukraina dan bergabung dengan Federasi Rusia.
Dewan Keamanan PBB tidak dapat mengambil tindakan apa pun karena Rusia memiliki hak veto bersama dengan Prancis, Inggris, China, dan Amerika Serikat.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres yakin Rusia telah melanggar integritas teritorial dan kedaulatan Ukraina dengan keputusannya untuk mengakui Ukraina timur sebagai entitas independen.
Kepala urusan politik PBB Rosemary DiCarlo mengatakan kepada Dewan Keamanan bahwa PBB menyesali perintah Rusia untuk mengerahkan pasukan ke Ukraina timur dalam misi penjaga perdamaian.
(min)
tulis komentar anda