Putin Diminta Akui Kemerdekaan Republik di Donbass dan Pasok Senjata
Senin, 21 Februari 2022 - 21:24 WIB
DONBASS - Pemimpin Republik Rakyat Donetsk (DPR) Denis Pushilin dan Republik Rakyat Lugansk (LPR) Leonid Pasechnik meminta Presiden Rusia Vladimir Putin mengakui kemerdekaan mereka dari Ukraina.
Pengakuan Putin atas kemerdekaan dua republik di Donbass itu dapat semakin memanaskan konflik di Ukraina saat ini.
"Untuk menentukan kedudukan hukum internasional kami dan, sebagai akibatnya, kemungkinan perlawanan penuh terhadap agresi militer otoritas Ukraina, untuk mencegah jatuhnya korban di antara warga sipil, penghancuran infrastruktur dan perumahan, atas nama seluruh rakyat Republik Rakyat Donetsk, kami meminta Anda untuk mengakui DNR sebagai negara yang independen, demokratis, legal dan sosial," ungkap Pushilin dalam pidatonya Senin. DNR mengaku pada dua republik di Donbass tersebut.
Para pejuang di DPR dan LPR juga meminta Rusia memberikan bantuan militer yang sangat mendesak saat ini.
Para pejabat di wilayah Donetsk, Donbass, telah meminta Moskow mengirim bantuan mendesak di tengah kebuntuan yang memburuk di seluruh jalur kontak. Pasukan Kiev dan milisi separatis di dua republik saling menuduh satu sama lain melakukan penembakan artileri berat.
Berbicara kepada saluran YouTube Live Solovyov pada Senin (21/2/2022), juru bicara Milisi Rakyat Donetsk Eduard Basurin mengatakan Moskow harus memberikan dukungan moral “pertama-tama”.
Namun dia menambahkan, “Saya tidak akan menolak, bantuan militer juga diperlukan, dalam berbagai cara."
Pejabat itu juga mengklaim ada perang yang terjadi di Donbass. "Situasinya tidak hanya sulit, itu benar-benar kritis," ujar dia.
Pasukan separatis dan mereka yang setia kepada pemerintah di Kiev telah memperingatkan peningkatan tajam permusuhan di sepanjang garis kontak dalam beberapa hari terakhir.
Kedua pihak saling menuduh menembakkan roket, mortir, dan senjata ringan melintasi perbatasan Ukraina dan Donbass.
Mengutip ketakutan baru akan pertempuran, para pemimpin pemberontak yang disebut Republik Rakyat Donetsk dan Lugansk mengumumkan pada Jumat bahwa mereka telah mulai mengevakuasi penduduk ke Rusia sebagai akibat dari situasi keamanan yang memburuk.
Kedua republik juga memerintahkan mobilisasi semua pria berbadan sehat untuk siap berperang dalam potensi konflik.
Pada Senin, para pejabat di Donetsk menyatakan keadaan darurat. Mereka mengatakan stasiun pompa mereka telah berhenti bekerja di tengah penembakan dan mereka tidak dapat mendistribusikan air minum.
“Sehubungan dengan serangan artileri intensif … selama beberapa hari terakhir, telah terjadi serangkaian pelanggaran terhadap operasi normal sistem pendukung kehidupan,” ungkap para pejabat.
Menurut mereka, lebih dari 21.000 penduduk tanpa air bersih karena kerusakan itu.
Awal bulan ini, parlemen Rusia memberikan suara mendukung mosi yang menyerukan Presiden Vladimir Putin mengakui kemerdekaan Donetsk dan Lugansk.
Mosi tersebut menimbulkan spekulasi bahwa keputusan seperti itu dapat membuka jalan bagi Moskow untuk mengirim pasukan ke wilayah tersebut atas permintaan para pemimpin lokal.
Namun, sementara Kremlin masih mengembangkan tanggapan formal, pemimpin Rusia itu mengatakan bahwa setiap upaya membantu wilayah yang memisahkan diri harus dilakukan sejalan dengan perjanjian Minsk 2014, yang memerlukan solusi diplomatik untuk kebuntuan tersebut.
Pengakuan Putin atas kemerdekaan dua republik di Donbass itu dapat semakin memanaskan konflik di Ukraina saat ini.
"Untuk menentukan kedudukan hukum internasional kami dan, sebagai akibatnya, kemungkinan perlawanan penuh terhadap agresi militer otoritas Ukraina, untuk mencegah jatuhnya korban di antara warga sipil, penghancuran infrastruktur dan perumahan, atas nama seluruh rakyat Republik Rakyat Donetsk, kami meminta Anda untuk mengakui DNR sebagai negara yang independen, demokratis, legal dan sosial," ungkap Pushilin dalam pidatonya Senin. DNR mengaku pada dua republik di Donbass tersebut.
Para pejuang di DPR dan LPR juga meminta Rusia memberikan bantuan militer yang sangat mendesak saat ini.
Para pejabat di wilayah Donetsk, Donbass, telah meminta Moskow mengirim bantuan mendesak di tengah kebuntuan yang memburuk di seluruh jalur kontak. Pasukan Kiev dan milisi separatis di dua republik saling menuduh satu sama lain melakukan penembakan artileri berat.
Berbicara kepada saluran YouTube Live Solovyov pada Senin (21/2/2022), juru bicara Milisi Rakyat Donetsk Eduard Basurin mengatakan Moskow harus memberikan dukungan moral “pertama-tama”.
Namun dia menambahkan, “Saya tidak akan menolak, bantuan militer juga diperlukan, dalam berbagai cara."
Pejabat itu juga mengklaim ada perang yang terjadi di Donbass. "Situasinya tidak hanya sulit, itu benar-benar kritis," ujar dia.
Pasukan separatis dan mereka yang setia kepada pemerintah di Kiev telah memperingatkan peningkatan tajam permusuhan di sepanjang garis kontak dalam beberapa hari terakhir.
Kedua pihak saling menuduh menembakkan roket, mortir, dan senjata ringan melintasi perbatasan Ukraina dan Donbass.
Mengutip ketakutan baru akan pertempuran, para pemimpin pemberontak yang disebut Republik Rakyat Donetsk dan Lugansk mengumumkan pada Jumat bahwa mereka telah mulai mengevakuasi penduduk ke Rusia sebagai akibat dari situasi keamanan yang memburuk.
Kedua republik juga memerintahkan mobilisasi semua pria berbadan sehat untuk siap berperang dalam potensi konflik.
Pada Senin, para pejabat di Donetsk menyatakan keadaan darurat. Mereka mengatakan stasiun pompa mereka telah berhenti bekerja di tengah penembakan dan mereka tidak dapat mendistribusikan air minum.
“Sehubungan dengan serangan artileri intensif … selama beberapa hari terakhir, telah terjadi serangkaian pelanggaran terhadap operasi normal sistem pendukung kehidupan,” ungkap para pejabat.
Menurut mereka, lebih dari 21.000 penduduk tanpa air bersih karena kerusakan itu.
Awal bulan ini, parlemen Rusia memberikan suara mendukung mosi yang menyerukan Presiden Vladimir Putin mengakui kemerdekaan Donetsk dan Lugansk.
Mosi tersebut menimbulkan spekulasi bahwa keputusan seperti itu dapat membuka jalan bagi Moskow untuk mengirim pasukan ke wilayah tersebut atas permintaan para pemimpin lokal.
Namun, sementara Kremlin masih mengembangkan tanggapan formal, pemimpin Rusia itu mengatakan bahwa setiap upaya membantu wilayah yang memisahkan diri harus dilakukan sejalan dengan perjanjian Minsk 2014, yang memerlukan solusi diplomatik untuk kebuntuan tersebut.
(sya)
tulis komentar anda