Kritikus Sebut Partai PM Modi Mencari Suara di Balik Kontroversi Larangan Jilbab
Jum'at, 18 Februari 2022 - 19:09 WIB
NEW DELHI - Serangkaian undang-undang agama yang dipromosikan oleh partai nasionalis Hindu yang berkuasa di India di negara bagian Karnataka selatan, termasuk larangan mengenakan jilbab , meningkatkan kekhawatiran bahwa tindakan memecah belah itu akan memicu ketegangan sektarian yang lebih umum di utara negara tersebut.
Partai Bharatiya Janata Party (BJP) pimpinan Perdana Menteri Narendra Modi baru-baru ini melarang mengenakan jilbab di ruang kelas di Karnataka, satu-satunya dari lima negara bagian selatan India yang diperintahnya. Sementara itu sebuah proposal untuk membuat pindah agama menjadi tindakan ilegal juga sedang dipertimbangkan oleh legislatif lokal.
Langkah tersebut telah menjadi isu perdebatan yang melibatkan minoritas Muslim India. Partai-partai oposisi dan banyak analis politik menuduh BJP mengobarkan ketegangan di Karnataka untuk mengkonsolidasikan daya tariknya kepada mayoritas umat Hindu, seperti yang mereka lakukan di tempat lain di negara itu.
Kantor Modi tidak segera menanggapi permintaan yang meminta komentar.
BJP telah membantah bahwa larangan hijab yang diberlakukan di Karnataka pada 5 Februari lalu, sebuah undang-undang yang baru-baru ini ditujukan terutama untuk mencegah umat Hindu yang miskin pindah agama menjadi Kristen dan Islam, dan undang-undang tahun 2021 yang melarang penyembelihan sapi - yang dianggap suci dalam agama Hindu - dirancang untuk memanjakan mayoritas masyarakat India.
"Kontroversi jilbab dimulai sebagai masalah yang sangat lokal yang bisa saja dihentikan," kata Sandeep Shastri, seorang ilmuwan politik yang telah mengajar di Karnataka.
"Saya terus menyilangkan jari saya tentang apa yang akan menjadi akibat dari putusan tentang masalah ini," tambah Shastri, merujuk pada petisi di pengadilan tinggi yang berusaha untuk membatalkan larangan jilbab.
"Apakah itu akan semakin merusak tatanan sosial di negara bagian?" tanyannya seperti dikutip dari Reuters, Jumat (18/2/2022).
Ibu Kota Karnataka adalah pusat kosmopolitan Bengaluru, sebuah kota berpenduduk sekitar 12 juta orang yang merupakan pusat industri IT India yang sedang berkembang pesat.
Partai Bharatiya Janata Party (BJP) pimpinan Perdana Menteri Narendra Modi baru-baru ini melarang mengenakan jilbab di ruang kelas di Karnataka, satu-satunya dari lima negara bagian selatan India yang diperintahnya. Sementara itu sebuah proposal untuk membuat pindah agama menjadi tindakan ilegal juga sedang dipertimbangkan oleh legislatif lokal.
Langkah tersebut telah menjadi isu perdebatan yang melibatkan minoritas Muslim India. Partai-partai oposisi dan banyak analis politik menuduh BJP mengobarkan ketegangan di Karnataka untuk mengkonsolidasikan daya tariknya kepada mayoritas umat Hindu, seperti yang mereka lakukan di tempat lain di negara itu.
Kantor Modi tidak segera menanggapi permintaan yang meminta komentar.
BJP telah membantah bahwa larangan hijab yang diberlakukan di Karnataka pada 5 Februari lalu, sebuah undang-undang yang baru-baru ini ditujukan terutama untuk mencegah umat Hindu yang miskin pindah agama menjadi Kristen dan Islam, dan undang-undang tahun 2021 yang melarang penyembelihan sapi - yang dianggap suci dalam agama Hindu - dirancang untuk memanjakan mayoritas masyarakat India.
"Kontroversi jilbab dimulai sebagai masalah yang sangat lokal yang bisa saja dihentikan," kata Sandeep Shastri, seorang ilmuwan politik yang telah mengajar di Karnataka.
"Saya terus menyilangkan jari saya tentang apa yang akan menjadi akibat dari putusan tentang masalah ini," tambah Shastri, merujuk pada petisi di pengadilan tinggi yang berusaha untuk membatalkan larangan jilbab.
"Apakah itu akan semakin merusak tatanan sosial di negara bagian?" tanyannya seperti dikutip dari Reuters, Jumat (18/2/2022).
Ibu Kota Karnataka adalah pusat kosmopolitan Bengaluru, sebuah kota berpenduduk sekitar 12 juta orang yang merupakan pusat industri IT India yang sedang berkembang pesat.
Lihat Juga :
tulis komentar anda