China, Negara Mengaku Komunis tapi Sistem Kapitalis

Sabtu, 22 Januari 2022 - 05:30 WIB
Presiden China Xi Jinping. China membanggakan diri sebagai negara komunis, namun mempraktikkan sistem ekonomi kapitalis. Foto/REUTERS
BEIJING - China membanggakan diri sebagai negara komunis. Namun, mereka mempraktikkan sistem kapitalis, yang membuatnya menjadi raksasa ekonomi nomor dua di dunia setelah Amerika Serikat (AS).

Sekadar diketahui komunisme adalah ideologi dan gerakan filosofis, sosial, politik, dan ekonomi yang tujuannya adalah pembentukan masyarakat komunis, yaitu tatanan sosial ekonomi yang terstruktur di atas gagasan kepemilikan bersama atas alat-alat produksi dan tidak adanya kelas sosial, uang, dan negara.

Sedangkan kapitalisme adalah sistem ekonomi yang didasarkan pada kepemilikan dan kontrol pribadi atas alat-alat produksi dan operasinya untuk mendapatkan keuntungan.



Marxisme abad ke-21 Beijing tidak melihat kontradiksi intrinsik dalam sistemnya, selama itu sesuai dengan bagaimana China telah diperintah selama ribuan tahun.



Desember tahun lalu, tepat seratus tahun Partai Komunis China (PKC) berdiri dan berkuasa, periode yang didefinisikan Beijing sebagai “perjalanan mulia” dalam pertemuan Komite Sentral terbaru pada bulan November.

Pada bulan Juli 1921, kongres pertama PKC diadakan dengan 12 atau 13 orang yang hadir, termasuk Mao Zedong yang kemudian menjadi "pemimpin seumur hidup" negara itu. Para peserta pertemuan Shanghai bahkan tidak dapat mengingat hari tepatnya. Tapi hari ini partai yang sama memiliki jutaan anggota, terus memetakan nasib China.

Sementara eksperimen komunis Rusia, Uni Soviet, gagal total pada tahun 1991 bersama banyak negara sosialis lainnya di Eropa Timur, China masih menganggap dirinya sebagai negara komunis, namun menjalankan sistem kapitalis.

Charlie Parton, seorang ahli terkemuka tentang China dan senior associate fellow di Royal United States Institute (RUSI), sebuah think tank Inggris, berpendapat bahwa sistem tersebut bekerja berkat interpretasi China tentang Marxisme dan penekanan berlebihan PKC pada "kesinambungan sejarah".
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More