Letusan Gunung Berapi Setara 500 Bom Hiroshima, Orang-orang Tonga Menjadi Tuli
Kamis, 20 Januari 2022 - 10:43 WIB
NUKUALOFA - Ilmuwan NASA memperkirakan letusan gunung berapi bawah laut di Tonga setara dengan 500 bom nuklir Amerika Serikat (AS) yang menghancurkan Hiroshima, Jepang. Erupsi itu menyebabkan orang-orang Tonga menjadi tuli.
Prediksi ilmuwan NASA ini berbeda dengan dua ilmuwan Australia yang sebelumnya menyebut erupsi gunung berapi Hunga Tonga-Hunga Ha'apai pada Sabtu malam lalu setara 1.000 bom Hiroshima.
"Kami menemukan angka yang setara dengan 10 megaton TNT," kata James Garvin, kepala ilmuwan di Pusat Penerbangan Luar Angkasa Goddard NASA, kepada NPR, Kamis (20/1/2022).
Itu berarti daya ledaknya lebih dari 500 kali lebih kuat dari bom nuklir yang dijatuhkan di Hiroshima, Jepang, pada akhir Perang Dunia II.
Letusan gunung berapi itu telah memicu tsunami 15 meter di Tonga. Tsunami juga terjadi di beberapa wilayah di kawasan Pasifik.
Tak hanya itu, erupsi tersebut sangat memekakkan telinga sehingga banyak keluarga yang berlari menyelamatkan diri hanya bisa melambaikan tangan kepada orang yang mereka cintai untuk lari.
"Ledakan pertama...telinga kami berdenging dan kami bahkan tidak bisa mendengar satu sama lain, jadi yang kami lakukan hanyalah menunjuk keluarga kami untuk bangun, bersiap-siap untuk lari," kata jurnalis lokal, Marian Kupu, kepada Reuters.
"Kami mengungsi dan kemudian kami sekeluarga kabur begitu saja dari kawasan Kolovai, karena Kolovai berada tepat di tepi pantai," kata Kupu menjelaskan suasana kisruh di luar ibu kota; Nuku'alofa, pada Sabtu malam.
Erupsi juga memutus komunikasi domestik dan luar negeri karena kabel internet bawah laut terputus.
Lima hari setelah erupsi komunikasi baru bisa dipulihkan hanya sebagian. Laporan dari saksi mata mulai bermunculan.
Berdiri di pinggir jalan ibu kota, Kupu mengenakan masker dan selendang putih untuk melindungi dirinya dari debu vulkanik yang menyelimuti Tonga dan mencemari persediaan air minum.
"Debu ada di atap, pohon, di mana-mana," katanya.
"Yang kita khawatirkan sekarang adalah air minum yang bersih. Sebagian besar air minum kita sudah tercemar debu vulkanik."
Ketika ditanya tentang persediaan makanan untuk sekitar 105.000 orang Tonga, Kupu berkata: "Mungkin kita bisa bertahan selama beberapa minggu ke depan tapi saya tidak yakin tentang air".
"Listrik sudah hidup, tapi mati-matian. Ini karena banyak abu di trafo dan lampu jalan yang rusak. Ada yang padam berjam-jam, ada yang berhari-hari," kata Kupu.
Di sekitar ibu kota dan di pulau-pulau terluar, orang-orang pada hari Kamis menyaring puing-puing dan debu ketika mereka memulai tugas panjang untuk membangun kembali dan menunggu bantuan asing tiba.
Kupu mengatakan beberapa desa di sisi barat Tonga terkena dampak yang sangat parah.
"Saya tidak akan mengatakan kami mengharapkan lebih banyak kematian tetapi ketika kami berbicara, pemerintah sedang mencoba untuk terbang ke pulau-pulau lain untuk memeriksa mereka," katanya.
Prediksi ilmuwan NASA ini berbeda dengan dua ilmuwan Australia yang sebelumnya menyebut erupsi gunung berapi Hunga Tonga-Hunga Ha'apai pada Sabtu malam lalu setara 1.000 bom Hiroshima.
"Kami menemukan angka yang setara dengan 10 megaton TNT," kata James Garvin, kepala ilmuwan di Pusat Penerbangan Luar Angkasa Goddard NASA, kepada NPR, Kamis (20/1/2022).
Itu berarti daya ledaknya lebih dari 500 kali lebih kuat dari bom nuklir yang dijatuhkan di Hiroshima, Jepang, pada akhir Perang Dunia II.
Letusan gunung berapi itu telah memicu tsunami 15 meter di Tonga. Tsunami juga terjadi di beberapa wilayah di kawasan Pasifik.
Tak hanya itu, erupsi tersebut sangat memekakkan telinga sehingga banyak keluarga yang berlari menyelamatkan diri hanya bisa melambaikan tangan kepada orang yang mereka cintai untuk lari.
"Ledakan pertama...telinga kami berdenging dan kami bahkan tidak bisa mendengar satu sama lain, jadi yang kami lakukan hanyalah menunjuk keluarga kami untuk bangun, bersiap-siap untuk lari," kata jurnalis lokal, Marian Kupu, kepada Reuters.
"Kami mengungsi dan kemudian kami sekeluarga kabur begitu saja dari kawasan Kolovai, karena Kolovai berada tepat di tepi pantai," kata Kupu menjelaskan suasana kisruh di luar ibu kota; Nuku'alofa, pada Sabtu malam.
Erupsi juga memutus komunikasi domestik dan luar negeri karena kabel internet bawah laut terputus.
Lima hari setelah erupsi komunikasi baru bisa dipulihkan hanya sebagian. Laporan dari saksi mata mulai bermunculan.
Berdiri di pinggir jalan ibu kota, Kupu mengenakan masker dan selendang putih untuk melindungi dirinya dari debu vulkanik yang menyelimuti Tonga dan mencemari persediaan air minum.
"Debu ada di atap, pohon, di mana-mana," katanya.
"Yang kita khawatirkan sekarang adalah air minum yang bersih. Sebagian besar air minum kita sudah tercemar debu vulkanik."
Ketika ditanya tentang persediaan makanan untuk sekitar 105.000 orang Tonga, Kupu berkata: "Mungkin kita bisa bertahan selama beberapa minggu ke depan tapi saya tidak yakin tentang air".
"Listrik sudah hidup, tapi mati-matian. Ini karena banyak abu di trafo dan lampu jalan yang rusak. Ada yang padam berjam-jam, ada yang berhari-hari," kata Kupu.
Di sekitar ibu kota dan di pulau-pulau terluar, orang-orang pada hari Kamis menyaring puing-puing dan debu ketika mereka memulai tugas panjang untuk membangun kembali dan menunggu bantuan asing tiba.
Kupu mengatakan beberapa desa di sisi barat Tonga terkena dampak yang sangat parah.
"Saya tidak akan mengatakan kami mengharapkan lebih banyak kematian tetapi ketika kami berbicara, pemerintah sedang mencoba untuk terbang ke pulau-pulau lain untuk memeriksa mereka," katanya.
(min)
tulis komentar anda