Sistem Rudal Buatan Turki Dinilai Tak Layak Jadi Pesaing S-400 Rusia
Sabtu, 08 Januari 2022 - 14:51 WIB
ANKARA - Turki telah membanggakan beberapa sistem pertahanan rudal buatannya sendiri, termasuk HISAR dan SIPER. Namun, para pakar militer menilai sistem antimisil Ankara itu tidak layak untuk jadi pesaing S-400 Rusia maupun Patriot Amerika Serikat (AS).
Pada 28 Desember, pemerintah Presiden Recep Tayyip Erdogan mengumumkan bahwa pada 2022 Turki akan terus mengembangkan sistem pertahanan udara barunya, HISAR dan SIPER, sebagai bagian dari proyek pertahanan rudal domestik dengan tujuan menggantikan S-400 dan Patriot.
Negara ini telah berhasil menguji sistem rudal permukaan ke udara HISAR A+ dan HISAR O+, membawanya selangkah lebih dekat ke sistem pertahanan udara SIPER.
Namun, para ahli percaya bahwa kecil kemungkinan sistem itu, yang diperkirakan akan dioperasikan oleh Ankara pada 2023, akan menjadi alternatif yang layak untuk opsi sistem pertahanan asing dalam waktu dekat.
Gareth Jenkins, pakar senior dari Joint Center Silk Road Studies Program and Turkey Center di Institute for Security and Development Policy di Stockholm, mengatakan Turki awalnya memilih untuk membeli sistem pertahanan dari produsen asing, pertama dari China yang kemudian dibatalkan. Kemudian beralih membeli S-400 Rusia karena prosesnya lebih cepat dan lebih murah.
“Masalahnya adalah bahwa mengembangkan sistem pertahanan udaranya sendiri akan sangat mahal dan memakan waktu lama bahkan jika dapat mengamankan beberapa transfer teknologi dari perusahaan asing—dan akan memakan waktu lebih lama jika Turki harus mencoba untuk memproduksi semua sistem pertahanan udara dengan teknologi itu sendiri," kata Jenkins.
Menurutnya, hambatan utama bagi ambisi Turki untuk menjadi produsen senjata global adalah bahwa Presiden Recep Tayyip Erdogan tidak memahami teknologi militer.
Meskipun masuk akal bagi negara untuk memproduksi beberapa barang di dalam negeri, namun, menurut Jenkins, Turki masih kekurangan sumber daya, baik secara finansial maupun dalam hal keahlian, untuk memproduksi semuanya sendiri.
“Butuh waktu lama untuk mengumpulkan keahlian yang diperlukan dan teknologi militer seringkali sangat mahal. Ada perbedaan besar antara pembuatan drone dan menciptakan sistem pertahanan udara yang efektif atau pesawat tempur siluman,” katanya, seperti dikutip dari EurAsian Times, Sabtu (8/1/2022).
Jenkins menambahkan, gagasan bahwa Turki dapat mengembangkan sistem pertahanan udara untuk menyaingi Rusia dan AS adalah khayalan.
"Ankara tidak punya cukup uang untuk melakukan semuanya sendiri, juga tidak boleh menggunakan uang pembayar pajak untuk sesuatu yang tidak masuk akal ini," katanya.
Mengenai kontrak potensial dengan Ukraina untuk sistem pertahanan udara baru bersama drone Bayraktar, Jenkins meragukan Turki akan dapat menjual SIPER ke negara lain dengan harga yang kompetitif atau Ukraina akan siap menunggu beberapa tahun hingga siap.
Pakar itu mengatakan, pengumuman baru-baru ini tentang keberhasilan pengembangan dan pengujian sistem pertahanan udara kemungkinan besar terkait dengan pemilu mendatang pada tahun 2023 dan popularitas Erdogan yang memudar di tengah krisis ekonomi yang semakin dalam.
“Dia [Erdogan] sedang mencoba untuk meningkatkan popularitasnya yang lesu dengan menghibur orang-orang Turki dengan delusi–apakah teori konspirasi yang menggelikan atau klaim bahwa dia telah mengubah Turki menjadi pemimpin global. Ambisinya yang besar untuk industri pertahanan Turki kemungkinan besar akan terwujud seperti ambisinya untuk program luar angkasa Turki. Dia mencoba menjual mimpi. Itu bukan kenyataan,” kata Jenkins menyimpulkan.
Namun, Huseyin Bagci, presiden Institut Kebijakan Luar Negeri Turki dan profesor hubungan internasional di Universitas Teknik Timur Tengah di Ankara, mengatakan kepada Sputniknews bahwa dia dapat melihat sistem pertahanan udara Turki mencapai kualitas S-400 Rusia atau Patriot AS setelah beberapa waktu.
“Turki membutuhkan sistem ini dalam jangka panjang. Erdogan banyak berinvestasi di sektor pertahanan dan kemajuannya luar biasa. Oleh karena itu untuk bersaing dengan Rusia dan Amerika Serikat terlalu dini, tetapi tujuan akhir pasti untuk mencapai kompetisi ini,” kata Bagci.
Bagci juga meragukan pernyataan capaian di bidang pertahanan terkait langsung dengan pemilu, namun yakin akan berdampak, dan akan digunakan sebagai instrumen pemilu dalam negeri.
Pakar itu juga tidak menutup kemungkinan ekspor ke Ukraina, karena Turki telah mendapatkan reputasi yang baik untuk drone-nya.
Pada 28 Desember, pemerintah Presiden Recep Tayyip Erdogan mengumumkan bahwa pada 2022 Turki akan terus mengembangkan sistem pertahanan udara barunya, HISAR dan SIPER, sebagai bagian dari proyek pertahanan rudal domestik dengan tujuan menggantikan S-400 dan Patriot.
Negara ini telah berhasil menguji sistem rudal permukaan ke udara HISAR A+ dan HISAR O+, membawanya selangkah lebih dekat ke sistem pertahanan udara SIPER.
Baca Juga
Namun, para ahli percaya bahwa kecil kemungkinan sistem itu, yang diperkirakan akan dioperasikan oleh Ankara pada 2023, akan menjadi alternatif yang layak untuk opsi sistem pertahanan asing dalam waktu dekat.
Gareth Jenkins, pakar senior dari Joint Center Silk Road Studies Program and Turkey Center di Institute for Security and Development Policy di Stockholm, mengatakan Turki awalnya memilih untuk membeli sistem pertahanan dari produsen asing, pertama dari China yang kemudian dibatalkan. Kemudian beralih membeli S-400 Rusia karena prosesnya lebih cepat dan lebih murah.
“Masalahnya adalah bahwa mengembangkan sistem pertahanan udaranya sendiri akan sangat mahal dan memakan waktu lama bahkan jika dapat mengamankan beberapa transfer teknologi dari perusahaan asing—dan akan memakan waktu lebih lama jika Turki harus mencoba untuk memproduksi semua sistem pertahanan udara dengan teknologi itu sendiri," kata Jenkins.
Menurutnya, hambatan utama bagi ambisi Turki untuk menjadi produsen senjata global adalah bahwa Presiden Recep Tayyip Erdogan tidak memahami teknologi militer.
Meskipun masuk akal bagi negara untuk memproduksi beberapa barang di dalam negeri, namun, menurut Jenkins, Turki masih kekurangan sumber daya, baik secara finansial maupun dalam hal keahlian, untuk memproduksi semuanya sendiri.
“Butuh waktu lama untuk mengumpulkan keahlian yang diperlukan dan teknologi militer seringkali sangat mahal. Ada perbedaan besar antara pembuatan drone dan menciptakan sistem pertahanan udara yang efektif atau pesawat tempur siluman,” katanya, seperti dikutip dari EurAsian Times, Sabtu (8/1/2022).
Jenkins menambahkan, gagasan bahwa Turki dapat mengembangkan sistem pertahanan udara untuk menyaingi Rusia dan AS adalah khayalan.
"Ankara tidak punya cukup uang untuk melakukan semuanya sendiri, juga tidak boleh menggunakan uang pembayar pajak untuk sesuatu yang tidak masuk akal ini," katanya.
Mengenai kontrak potensial dengan Ukraina untuk sistem pertahanan udara baru bersama drone Bayraktar, Jenkins meragukan Turki akan dapat menjual SIPER ke negara lain dengan harga yang kompetitif atau Ukraina akan siap menunggu beberapa tahun hingga siap.
Pakar itu mengatakan, pengumuman baru-baru ini tentang keberhasilan pengembangan dan pengujian sistem pertahanan udara kemungkinan besar terkait dengan pemilu mendatang pada tahun 2023 dan popularitas Erdogan yang memudar di tengah krisis ekonomi yang semakin dalam.
“Dia [Erdogan] sedang mencoba untuk meningkatkan popularitasnya yang lesu dengan menghibur orang-orang Turki dengan delusi–apakah teori konspirasi yang menggelikan atau klaim bahwa dia telah mengubah Turki menjadi pemimpin global. Ambisinya yang besar untuk industri pertahanan Turki kemungkinan besar akan terwujud seperti ambisinya untuk program luar angkasa Turki. Dia mencoba menjual mimpi. Itu bukan kenyataan,” kata Jenkins menyimpulkan.
Namun, Huseyin Bagci, presiden Institut Kebijakan Luar Negeri Turki dan profesor hubungan internasional di Universitas Teknik Timur Tengah di Ankara, mengatakan kepada Sputniknews bahwa dia dapat melihat sistem pertahanan udara Turki mencapai kualitas S-400 Rusia atau Patriot AS setelah beberapa waktu.
“Turki membutuhkan sistem ini dalam jangka panjang. Erdogan banyak berinvestasi di sektor pertahanan dan kemajuannya luar biasa. Oleh karena itu untuk bersaing dengan Rusia dan Amerika Serikat terlalu dini, tetapi tujuan akhir pasti untuk mencapai kompetisi ini,” kata Bagci.
Bagci juga meragukan pernyataan capaian di bidang pertahanan terkait langsung dengan pemilu, namun yakin akan berdampak, dan akan digunakan sebagai instrumen pemilu dalam negeri.
Pakar itu juga tidak menutup kemungkinan ekspor ke Ukraina, karena Turki telah mendapatkan reputasi yang baik untuk drone-nya.
(min)
tulis komentar anda