Wanita Miskin Mengaku Pewaris Dinasti Mughal, Klaim Kepemilikan Istana Megah Delhi
Sabtu, 08 Januari 2022 - 05:30 WIB
NEW DELHI - Seorang wanita India yang miskin mengaku sebagai pewaris dinasti Mughal yang membangun Taj Mahal. Dia menuntut kepemilikan satu istana megah yang pernah menjadi rumah bagi kaisar Mughal.
Wanita bernama Sultana Begum itu tinggal di gubuk dua kamar sempit yang terletak di daerah kumuh di pinggiran Kolkata. Dia bertahan hidup dengan uang pensiun yang sedikit.
Di antara hartanya yang sederhana adalah catatan pernikahannya dengan Mirza Mohammad Bedar Bakht, yang dianggap sebagai cicit dari penguasa Mughal terakhir India.
Kematian suaminya pada 1980 membuatnya berjuang untuk bertahan hidup. Dia telah menghabiskan dekade terakhir mengajukan petisi kepada pihak berwenang untuk mengakui status kerajaannya dan memberikan kompensasi yang sesuai.
"Dapatkah Anda bayangkan bahwa keturunan kaisar yang membangun Taj Mahal sekarang hidup dalam kemiskinan yang parah?" tanya wanita berumur 68 tahun itu kepada AFP.
Baca juga: Jenderal Iran Bersumpah Hancurkan AS dari Dalam
Begum telah mengajukan kasus pengadilan mencari pengakuan bahwa dia adalah pemilik sah dari istana megah Red Fort (Benteng Merah) abad ke-17.
Benteng Merah adalah kastil yang luas di New Delhi yang pernah menjadi pusat kekuasaan kerajaan Mughal.
"Saya berharap pemerintah akan memberi saya keadilan. Ketika sesuatu menjadi milik seseorang, itu harus dikembalikan," papar dia.
Kasusnya, yang didukung oleh para juru kampanye yang simpatik, bertumpu pada klaimnya bahwa garis keturunan mendiang suaminya dapat ditelusuri hingga Bahadur Shah Zafar, kaisar terakhir yang memerintah.
Pada saat penobatan Zafar pada 1837, kerajaan Mughal telah menyusut ke batas ibukota, setelah penaklukan India oleh perusahaan komersial para pedagang Inggris yang dikenal sebagai East India Company.
Pemberontakan besar-besaran melawan Inggris dua dekade kemudian, sekarang dipuji sebagai perang kemerdekaan pertama India.
Kaisar Zafar dikenal lebih suka menulis puisi daripada mengobarkan perang. Dia tahu bahwa pemberontakan yang kacau balau itu akan kalah dan dia tak terlalu bersemangat.
Pasukan Inggris pun mengepung Delhi dalam waktu satu bulan dan dengan kejam menghancurkan pemberontakan. Inggris mengeksekusi semua 10 putra Zafar yang masih hidup meskipun keluarga kerajaan menyerah.
Zafar sendiri diasingkan ke negara tetangga Myanmar, bepergian dalam penjagaan sambil mengendarai gerobak sapi, dan meninggal tanpa uang sepeser pun di penahanan lima tahun kemudian.
Simbol Kemerdekaan
Banyak bangunan Benteng Merah dihancurkan pada tahun-tahun setelah pemberontakan dan kompleks itu menjadi rusak sebelum otoritas kolonial memerintahkan renovasinya pada pergantian abad ke-20.
Sejak itu bangunan tersebut menjadi simbol kuat kemerdekaan dari kekuasaan Inggris.
Perdana Menteri (PM) pertama India Jawaharlal Nehru mengibarkan bendera nasional dari gerbang utama benteng untuk menandai hari pertama kemerdekaan pada Agustus 1947, ritual khusyuk yang sekarang diulang setiap tahun oleh para penerusnya.
Kasus pengadilan Begum bergantung pada argumen bahwa pemerintah India adalah penghuni ilegal properti itu, yang menurut Begum seharusnya diturunkan kepadanya.
Pengadilan Tinggi Delhi menolak petisinya pekan lalu sebagai "buang-buang waktu". Meski demikian, pengadilan tidak memutuskan apakah klaimnya atas keturunan kekaisaran itu sah.
Sebaliknya pengadilan mengatakan tim hukumnya telah gagal membenarkan mengapa kasus serupa tidak dibawa oleh keturunan Zafar dalam 150 tahun sejak pengasingannya.
Pengacaranya, Vivek More, mengatakan kasus itu akan berlanjut.
"Dia telah memutuskan mengajukan pembelaan di hadapan pengadilan yang lebih tinggi yang menentang vonis itu," papar dia kepada AFP melalui telepon.
Begum telah mengalami kehidupan yang genting, bahkan sebelum dia menjadi janda dan dipaksa pindah ke daerah kumuh yang sekarang dia sebut rumah.
Suaminya dinikahinya pada tahun 1965 ketika dia baru berusia 14 tahun. Sang suami berusia 32 tahun lebih tua dari Begum dan memperoleh sejumlah uang dengan profesi sebagai peramal, tetapi sang suami tidak dapat menghidupi keluarga mereka.
"Kemiskinan, ketakutan, dan kurangnya sumber daya mendorongnya ke jurang," papar Begum.
Begum tinggal bersama salah satu cucunya di gubuk kecil, berbagi dapur dengan tetangga dan mencuci di keran umum di ujung jalan.
Selama beberapa tahun dia menjalankan toko teh kecil di dekat rumahnya tetapi toko itu digusur untuk memungkinkan pelebaran jalan.
Dia sekarang bertahan hidup dengan uang pensiun 6.000 rupee (USD80) per bulan.
Tapi dia tidak putus asa bahwa pihak berwenang akan mengakui dia sebagai penerima yang sah dari warisan kekaisaran India, dan Benteng Merah.
"Saya berharap hari ini, besok atau 10 tahun, saya akan mendapatkan apa yang menjadi hak saya," tutur dia.
"Insya Allah, saya akan mendapatkannya kembali... Saya yakin keadilan akan terwujud," ungkap dia.
Wanita bernama Sultana Begum itu tinggal di gubuk dua kamar sempit yang terletak di daerah kumuh di pinggiran Kolkata. Dia bertahan hidup dengan uang pensiun yang sedikit.
Di antara hartanya yang sederhana adalah catatan pernikahannya dengan Mirza Mohammad Bedar Bakht, yang dianggap sebagai cicit dari penguasa Mughal terakhir India.
Kematian suaminya pada 1980 membuatnya berjuang untuk bertahan hidup. Dia telah menghabiskan dekade terakhir mengajukan petisi kepada pihak berwenang untuk mengakui status kerajaannya dan memberikan kompensasi yang sesuai.
"Dapatkah Anda bayangkan bahwa keturunan kaisar yang membangun Taj Mahal sekarang hidup dalam kemiskinan yang parah?" tanya wanita berumur 68 tahun itu kepada AFP.
Baca juga: Jenderal Iran Bersumpah Hancurkan AS dari Dalam
Begum telah mengajukan kasus pengadilan mencari pengakuan bahwa dia adalah pemilik sah dari istana megah Red Fort (Benteng Merah) abad ke-17.
Benteng Merah adalah kastil yang luas di New Delhi yang pernah menjadi pusat kekuasaan kerajaan Mughal.
"Saya berharap pemerintah akan memberi saya keadilan. Ketika sesuatu menjadi milik seseorang, itu harus dikembalikan," papar dia.
Kasusnya, yang didukung oleh para juru kampanye yang simpatik, bertumpu pada klaimnya bahwa garis keturunan mendiang suaminya dapat ditelusuri hingga Bahadur Shah Zafar, kaisar terakhir yang memerintah.
Pada saat penobatan Zafar pada 1837, kerajaan Mughal telah menyusut ke batas ibukota, setelah penaklukan India oleh perusahaan komersial para pedagang Inggris yang dikenal sebagai East India Company.
Pemberontakan besar-besaran melawan Inggris dua dekade kemudian, sekarang dipuji sebagai perang kemerdekaan pertama India.
Kaisar Zafar dikenal lebih suka menulis puisi daripada mengobarkan perang. Dia tahu bahwa pemberontakan yang kacau balau itu akan kalah dan dia tak terlalu bersemangat.
Pasukan Inggris pun mengepung Delhi dalam waktu satu bulan dan dengan kejam menghancurkan pemberontakan. Inggris mengeksekusi semua 10 putra Zafar yang masih hidup meskipun keluarga kerajaan menyerah.
Zafar sendiri diasingkan ke negara tetangga Myanmar, bepergian dalam penjagaan sambil mengendarai gerobak sapi, dan meninggal tanpa uang sepeser pun di penahanan lima tahun kemudian.
Simbol Kemerdekaan
Banyak bangunan Benteng Merah dihancurkan pada tahun-tahun setelah pemberontakan dan kompleks itu menjadi rusak sebelum otoritas kolonial memerintahkan renovasinya pada pergantian abad ke-20.
Sejak itu bangunan tersebut menjadi simbol kuat kemerdekaan dari kekuasaan Inggris.
Perdana Menteri (PM) pertama India Jawaharlal Nehru mengibarkan bendera nasional dari gerbang utama benteng untuk menandai hari pertama kemerdekaan pada Agustus 1947, ritual khusyuk yang sekarang diulang setiap tahun oleh para penerusnya.
Kasus pengadilan Begum bergantung pada argumen bahwa pemerintah India adalah penghuni ilegal properti itu, yang menurut Begum seharusnya diturunkan kepadanya.
Pengadilan Tinggi Delhi menolak petisinya pekan lalu sebagai "buang-buang waktu". Meski demikian, pengadilan tidak memutuskan apakah klaimnya atas keturunan kekaisaran itu sah.
Sebaliknya pengadilan mengatakan tim hukumnya telah gagal membenarkan mengapa kasus serupa tidak dibawa oleh keturunan Zafar dalam 150 tahun sejak pengasingannya.
Pengacaranya, Vivek More, mengatakan kasus itu akan berlanjut.
"Dia telah memutuskan mengajukan pembelaan di hadapan pengadilan yang lebih tinggi yang menentang vonis itu," papar dia kepada AFP melalui telepon.
Begum telah mengalami kehidupan yang genting, bahkan sebelum dia menjadi janda dan dipaksa pindah ke daerah kumuh yang sekarang dia sebut rumah.
Suaminya dinikahinya pada tahun 1965 ketika dia baru berusia 14 tahun. Sang suami berusia 32 tahun lebih tua dari Begum dan memperoleh sejumlah uang dengan profesi sebagai peramal, tetapi sang suami tidak dapat menghidupi keluarga mereka.
"Kemiskinan, ketakutan, dan kurangnya sumber daya mendorongnya ke jurang," papar Begum.
Begum tinggal bersama salah satu cucunya di gubuk kecil, berbagi dapur dengan tetangga dan mencuci di keran umum di ujung jalan.
Selama beberapa tahun dia menjalankan toko teh kecil di dekat rumahnya tetapi toko itu digusur untuk memungkinkan pelebaran jalan.
Dia sekarang bertahan hidup dengan uang pensiun 6.000 rupee (USD80) per bulan.
Tapi dia tidak putus asa bahwa pihak berwenang akan mengakui dia sebagai penerima yang sah dari warisan kekaisaran India, dan Benteng Merah.
"Saya berharap hari ini, besok atau 10 tahun, saya akan mendapatkan apa yang menjadi hak saya," tutur dia.
"Insya Allah, saya akan mendapatkannya kembali... Saya yakin keadilan akan terwujud," ungkap dia.
(sya)
tulis komentar anda