Teheran Remehkan Zionis: Israel Tak Mampu Serang Iran Tanpa Dukungan AS
Rabu, 22 Desember 2021 - 01:03 WIB
TEHERAN - Teheran meremehkan ancaman militer Zionis Israel yang akan menyerang Iran . Menurut seorang komandan militer negara para ayatollah itu, militer Zionis tidak akan mampu melakukan serangan tanpa mandat dan dukungan Amerika Serikat (AS).
"Israel tidak dapat menindaklanjuti ancaman apa pun terhadap fasilitas nuklir dan militer Iran tanpa lampu hijau dan dukungan dari AS," kata Gholamali Rashid, Kepala Markas Komando Pusat Angkatan Bersenjata Iran.
Pernyataan itu disampaikan saat Iran memulai latihan militer besar-besaran yang diberi nama sandi "Nabi Agung" pada hari Senin.
Rashid mengatakan setiap agresi Israel akan disambut dengan tanggapan yang kuat.
"Tanggapannya akan menjadi serangan menghancurkan di semua pangkalan, pusat, jalur dan ruang yang digunakan untuk melakukan agresi tanpa penundaan,” lanjut Rashid kepada kantor berita Mehryang dilansir Times of Israel, Selasa (21/12/2021)
Israel telah sesumbar tidak akan membiarkan Iran memperoleh senjata nuklir dan bahwa mereka berhak untuk bertindak sendiri, tanpa dukungan dari negara lain, melawan apa yang dilihatnya sebagai ancaman eksistensial.
Awal bulan ini, Menteri Pertahanan Benny Gantz mengatakan dia memberi tahu para pejabat AS bahwa dia telah menginstruksikan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) untuk mempersiapkan serangan terhadap Iran.
Seorang pejabat senior AS juga mengatakan bahwa para pemimpin militer Israel dan Amerika akan membahas kemungkinan latihan militer untuk berlatih menghancurkan fasilitas nuklir Iran dalam skenario kemungkinan terburuk jika perundingan nuklir Iran di Wina gagal.
Stasiun televisi pemerintah Iran melaporkan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) menggelar latihan militer besar di selatan negara itu di tengah meningkatnya ketegangan atas program nuklir Teheran.
Divisi kedirgantaraan, Angkatan Darat dan Angkatan Laut IRGC bergabung dalam latihan militer lima hari, di mana pasukan maritim bersiap untuk bermanuver di Selat Hormuz yang strategis, pintu gerbang sempit untuk 20% minyak yang diperdagangkan di dunia.
Sebelumnya pada hari Senin, seorang pejabat Iran yang tidak disebutkan namanya memperingatkan Israel terhadap "tindakan kerusakan" saat perundingan nuklir berlanjut di Wina untuk menyelamatkan kesepakatan nuklir Iran 2015 antara Teheran dengan negara-negara kekuatan dunia.
Pejabat itu mengatakan bahwa jika Israel mengambil langkah-langkah untuk menekan Iran agar menyerah pada tuntutan negara-negara Barat di meja perundingan, hasilnya akan kontraproduktif, berdampak pada hubungan dengan AS dan memiliki efek negatif dan jera pada kerja sama Iran dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
Pembicaraan yang disponsori Eropa bertujuan untuk menyelamatkan apa yang disebut Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA), yang telah rusak sejak AS menarik diri atas perintah Donald Trump pada 2018.
Republik Islam Iran secara terbuka meningkatkan proyek nuklirnya setelah penarikan AS dari kesepakatan nuklir tersebut.
Kekuatan Barat telah melaporkan beberapa kemajuan dalam pembicaraan, meskipun diplomat Eropa memperingatkan pada akhir pekan lalu bahwa mereka “dengan cepat mencapai ujung jalan.”
Sebagai pukulan terhadap mediator Eropa, Iran meminta jeda baru dalam pembicaraan di Wina. Pembicaraan baru saja dilanjutkan pada akhir November setelah jeda lima bulan setelah pemilihan presiden yang dimenangkan ulama garis keras Ebrahim Raisi.
Kekhawatiran Barat yang mendasari adalah kekhawatiran bahwa Iran akan segera membuat kemajuan yang cukup sehingga perjanjian itu—di mana ia dijanjikan bantuan ekonomi dengan imbalan pembatasan drastis pada pekerjaan nuklirnya—akan menjadi usang.
Israel dilaporkan telah menyetujui anggaran sekitar NIS5 miliar (USD1,5 miliar) yang akan digunakan untuk mempersiapkan militer menghadapi potensi serangan terhadap program nuklir Iran. Ini termasuk dana untuk berbagai jenis pesawat, drone pengumpul intelijen dan persenjataan unik yang diperlukan untuk serangan semacam itu, yang harus menargetkan situs bawah tanah yang dijaga ketat.
"Israel tidak dapat menindaklanjuti ancaman apa pun terhadap fasilitas nuklir dan militer Iran tanpa lampu hijau dan dukungan dari AS," kata Gholamali Rashid, Kepala Markas Komando Pusat Angkatan Bersenjata Iran.
Pernyataan itu disampaikan saat Iran memulai latihan militer besar-besaran yang diberi nama sandi "Nabi Agung" pada hari Senin.
Rashid mengatakan setiap agresi Israel akan disambut dengan tanggapan yang kuat.
"Tanggapannya akan menjadi serangan menghancurkan di semua pangkalan, pusat, jalur dan ruang yang digunakan untuk melakukan agresi tanpa penundaan,” lanjut Rashid kepada kantor berita Mehryang dilansir Times of Israel, Selasa (21/12/2021)
Israel telah sesumbar tidak akan membiarkan Iran memperoleh senjata nuklir dan bahwa mereka berhak untuk bertindak sendiri, tanpa dukungan dari negara lain, melawan apa yang dilihatnya sebagai ancaman eksistensial.
Awal bulan ini, Menteri Pertahanan Benny Gantz mengatakan dia memberi tahu para pejabat AS bahwa dia telah menginstruksikan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) untuk mempersiapkan serangan terhadap Iran.
Seorang pejabat senior AS juga mengatakan bahwa para pemimpin militer Israel dan Amerika akan membahas kemungkinan latihan militer untuk berlatih menghancurkan fasilitas nuklir Iran dalam skenario kemungkinan terburuk jika perundingan nuklir Iran di Wina gagal.
Stasiun televisi pemerintah Iran melaporkan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) menggelar latihan militer besar di selatan negara itu di tengah meningkatnya ketegangan atas program nuklir Teheran.
Divisi kedirgantaraan, Angkatan Darat dan Angkatan Laut IRGC bergabung dalam latihan militer lima hari, di mana pasukan maritim bersiap untuk bermanuver di Selat Hormuz yang strategis, pintu gerbang sempit untuk 20% minyak yang diperdagangkan di dunia.
Sebelumnya pada hari Senin, seorang pejabat Iran yang tidak disebutkan namanya memperingatkan Israel terhadap "tindakan kerusakan" saat perundingan nuklir berlanjut di Wina untuk menyelamatkan kesepakatan nuklir Iran 2015 antara Teheran dengan negara-negara kekuatan dunia.
Pejabat itu mengatakan bahwa jika Israel mengambil langkah-langkah untuk menekan Iran agar menyerah pada tuntutan negara-negara Barat di meja perundingan, hasilnya akan kontraproduktif, berdampak pada hubungan dengan AS dan memiliki efek negatif dan jera pada kerja sama Iran dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
Pembicaraan yang disponsori Eropa bertujuan untuk menyelamatkan apa yang disebut Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA), yang telah rusak sejak AS menarik diri atas perintah Donald Trump pada 2018.
Republik Islam Iran secara terbuka meningkatkan proyek nuklirnya setelah penarikan AS dari kesepakatan nuklir tersebut.
Kekuatan Barat telah melaporkan beberapa kemajuan dalam pembicaraan, meskipun diplomat Eropa memperingatkan pada akhir pekan lalu bahwa mereka “dengan cepat mencapai ujung jalan.”
Sebagai pukulan terhadap mediator Eropa, Iran meminta jeda baru dalam pembicaraan di Wina. Pembicaraan baru saja dilanjutkan pada akhir November setelah jeda lima bulan setelah pemilihan presiden yang dimenangkan ulama garis keras Ebrahim Raisi.
Kekhawatiran Barat yang mendasari adalah kekhawatiran bahwa Iran akan segera membuat kemajuan yang cukup sehingga perjanjian itu—di mana ia dijanjikan bantuan ekonomi dengan imbalan pembatasan drastis pada pekerjaan nuklirnya—akan menjadi usang.
Israel dilaporkan telah menyetujui anggaran sekitar NIS5 miliar (USD1,5 miliar) yang akan digunakan untuk mempersiapkan militer menghadapi potensi serangan terhadap program nuklir Iran. Ini termasuk dana untuk berbagai jenis pesawat, drone pengumpul intelijen dan persenjataan unik yang diperlukan untuk serangan semacam itu, yang harus menargetkan situs bawah tanah yang dijaga ketat.
(min)
tulis komentar anda