China Incar Pangkalan Equatorial Guinea untuk Kapal Perangnya

Senin, 06 Desember 2021 - 15:15 WIB
China mengincar pangkalan militer di Equatorial Guinea untuk dijadikan markas kapal-kapal perangnya. Foto/REUTERS
WASHINGTON - China sedang berupaya untuk menciptakan kehadiran militer permanen pertamanya di Samudra Atlantik di pantai negara kecil Afrika; Equatorial Guinea . Beijing ingin pangkalan militer di negara itu sebagai markas untuk kapal-kapal perangnya.

Upaya China itu diungkap badan intelijen Amerika Serikat (AS) yang dikutip The Wall Street Journal (WSJ), Senin (6/12/2021). Laporan intelijen Amerika tidak menjelaskan rencana China secara rinci.



Namun, para pejabat intelijen Amerika mengatakan kehadiran China di pantai Atlantik Afrika akan meningkatkan kemungkinan ancaman terhadap AS, karena akan memberi kapal perang China tempat untuk dipersenjatai kembali di seberang Pantai Timur (East Coast).



Jenderal Stephen Townsend, yang menjabat sebagai komandan Komando Afrika-AS, mengatakan kepada Senat pada bulan April lalu bahwa ancaman paling signifikan China akan berubah menjadi fasilitas Angkatan Laut yang berguna secara militer di pantai Atlantik Afrika.

“Dengan berguna secara militer, maksud saya sesuatu yang lebih dari sekadar tempat di mana mereka dapat melakukan panggilan pelabuhan dan mendapatkan gas dan bahan makanan. Saya berbicara tentang pelabuhan di mana mereka dapat mempersenjatai kembali dengan amunisi dan memperbaiki kapal Angkatan Laut," kata Townsend.

Jon Finer, wakil penasihat keamanan nasional utama Presiden Joe Biden, telah melakukan perjalanan ke Equatorial Guinea pada bulan Oktober lalu dalam upaya untuk meyakinkan Presiden Teodoro Obiang Nguema Mbasogo dan putranya Wakil Presiden Teodoro “Teodorin” Nguema Obiang Mangue untuk menolak proposal China.

“Sebagai bagian dari diplomasi kami untuk mengatasi masalah keamanan maritim, kami telah menjelaskan kepada Equatorial Guinea bahwa langkah-langkah potensial tertentu yang melibatkan aktivitas [China] di sana akan meningkatkan masalah keamanan nasional,” kata seorang pejabat senior pemerintahan Biden yang dikutip WSJ.

Obiang adalah presiden terlama di dunia, setelah memerintah selama lebih dari 40 tahun. Human Rights Watch dan kelompok-kelompok hak asasi manusia (HAM) lain telah mengeluhkan "represi tanpa henti" terhadap masyarakat sipil selama masa pemerintahannya, bersama dengan korupsi yang mengejutkan yang telah menyedot kekayaan minyak negara itu.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More