Taliban Mengaku Berhasil Mengumpulkan Pendapatan Rp3,8 Triliun Sejak Agustus
Minggu, 21 November 2021 - 13:46 WIB
ISLAMABAD - Pemerintah sementara Taliban di Afghanistan mengklaim telah mengumpulkan pendapatan lebih dari USD270 juta atau Rp3,8 triliun. Jumlah ini didapat sejak mereka mengambil alih kekuasaan di negara itu pada bulan Agustus lalu.
Ahmad Wali Haqmal, juru bicara Kementerian Keuangan mengatakan pada konferensi pers di Kabul, Sabtu (20/11/2021), bahwa pengumpulan pendapatan mengambil momentum dari hari ke hari. Namun, ia tidak merinci bea cukai dan pajak lainnya sebagai sumber pendapatan utama.
Menurut harian Hasht-e-Subh lokal, seperti dilaporkan Anadolu Agency, pemerintah sebelumnya menghasilkan rata-rata pendapatan terendah sekitar USD235 juta, bahkan selama pandemi virus corona yang membuat bisnis sedang turun.
Pejabat Taliban juga menambahkan, mekanisme reguler akan diberlakukan untuk membayar semua pegawai negeri sipil gaji yang belum dibayar selama tiga bulan terakhir. Dia menambahkan bahwa pensiun yang tertunda akan dibayarkan kepada semua pensiunan. Taliban mengklaim, lebih dari 60.000 pensiunan belum dibayar iuran mereka selama setahun.
"Kami akan mulai membayar gaji mulai hari ini, Sabtu (20/11/2021). Kami akan membayar gaji tiga bulan," kata Haqmal. Pembayaran akan tersedia melalui sistem perbankan negara. Namun, masih belum jelas apakah dana tersebut akan sampai kepada mereka yang membutuhkan.
Sejak Agustus, sektor perbankan Afghanistan telah runtuh, dan orang-orang yang memiliki uang di bank telah berjuang untuk mengakses dana mereka karena cabang membatasi penarikan. Dengan tidak adanya uang, sebagian besar pegawai pemerintah belum kembali bekerja.
Krisis keuangan Afghanistan telah diperparah sejak Washington membekukan bantuan ke Kabul dan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional menghentikan akses Afghanistan ke pendanaan. Donor asing, yang dipimpin oleh Amerika Serikat, biasanya menyediakan lebih dari 75% pengeluaran publik di bawah pemerintah Afghanistan yang didukung Washington selama 20 tahun.
Taliban telah mengirim surat terbuka ke Kongres Amerika Serikta dan memohon kepada legislator untuk melepaskan aset yang dibekukan setelah pengambilalihan negara dan memperingatkan bahwa gejolak ekonomi di dalam negeri dapat menyebabkan masalah di luar negeri.
Tetapi pemerintahan Presiden Joe Biden mengatakan, Kabul harus melakukan perubahan sebelum menerima dana tersebut. "Legitimasi dan dukungan harus diperoleh dengan tindakan untuk mengatasi terorisme, mendirikan pemerintahan yang inklusif, dan menghormati hak-hak minoritas, perempuan dan anak perempuan - termasuk akses yang sama ke pendidikan dan pekerjaan," ujar Thomas West, perwakilan khusus AS untuk Afghanistan.
Ahmad Wali Haqmal, juru bicara Kementerian Keuangan mengatakan pada konferensi pers di Kabul, Sabtu (20/11/2021), bahwa pengumpulan pendapatan mengambil momentum dari hari ke hari. Namun, ia tidak merinci bea cukai dan pajak lainnya sebagai sumber pendapatan utama.
Menurut harian Hasht-e-Subh lokal, seperti dilaporkan Anadolu Agency, pemerintah sebelumnya menghasilkan rata-rata pendapatan terendah sekitar USD235 juta, bahkan selama pandemi virus corona yang membuat bisnis sedang turun.
Pejabat Taliban juga menambahkan, mekanisme reguler akan diberlakukan untuk membayar semua pegawai negeri sipil gaji yang belum dibayar selama tiga bulan terakhir. Dia menambahkan bahwa pensiun yang tertunda akan dibayarkan kepada semua pensiunan. Taliban mengklaim, lebih dari 60.000 pensiunan belum dibayar iuran mereka selama setahun.
"Kami akan mulai membayar gaji mulai hari ini, Sabtu (20/11/2021). Kami akan membayar gaji tiga bulan," kata Haqmal. Pembayaran akan tersedia melalui sistem perbankan negara. Namun, masih belum jelas apakah dana tersebut akan sampai kepada mereka yang membutuhkan.
Sejak Agustus, sektor perbankan Afghanistan telah runtuh, dan orang-orang yang memiliki uang di bank telah berjuang untuk mengakses dana mereka karena cabang membatasi penarikan. Dengan tidak adanya uang, sebagian besar pegawai pemerintah belum kembali bekerja.
Krisis keuangan Afghanistan telah diperparah sejak Washington membekukan bantuan ke Kabul dan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional menghentikan akses Afghanistan ke pendanaan. Donor asing, yang dipimpin oleh Amerika Serikat, biasanya menyediakan lebih dari 75% pengeluaran publik di bawah pemerintah Afghanistan yang didukung Washington selama 20 tahun.
Taliban telah mengirim surat terbuka ke Kongres Amerika Serikta dan memohon kepada legislator untuk melepaskan aset yang dibekukan setelah pengambilalihan negara dan memperingatkan bahwa gejolak ekonomi di dalam negeri dapat menyebabkan masalah di luar negeri.
Tetapi pemerintahan Presiden Joe Biden mengatakan, Kabul harus melakukan perubahan sebelum menerima dana tersebut. "Legitimasi dan dukungan harus diperoleh dengan tindakan untuk mengatasi terorisme, mendirikan pemerintahan yang inklusif, dan menghormati hak-hak minoritas, perempuan dan anak perempuan - termasuk akses yang sama ke pendidikan dan pekerjaan," ujar Thomas West, perwakilan khusus AS untuk Afghanistan.
(esn)
tulis komentar anda