Paus Ucapkan Terima Kasih pada Jurnalis karena Ungkap Skandal Seks Gereja
Senin, 15 November 2021 - 22:40 WIB
VATICAN CITY - Paus Fransiskus mengucapkan terima kasih kepada para jurnalis karena telah membantu mengungkap skandal pelecehan seksual yang dilakukan oleh para pendeta. Menurut Paus, awalnya kasus seperti ini coba ditutup-tutupi oleh Gereja Katolik Roma.
Paus memuji apa yang disebutnya “misi” jurnalisme dan mengatakan sangat penting bagi wartawan untuk keluar dari ruang redaksi mereka dan menemukan apa yang terjadi di dunia luar untuk melawan informasi yang salah, yang sering ditemukan secara online.
“Terima kasih atas apa yang Anda katakan kepada kami tentang apa yang salah di Gereja, karena membantu kami untuk tidak menyembunyikannya di bawah karpet, dan untuk suara yang telah Anda berikan kepada para korban pelecehan,” kata Paus Fransiskus, seperti dikutip dari Arab News, Minggu (14/11/2021).
Pernyataan itu dilontarkan Paus Fransiskus ketika berbicara pada sebuah upacara untuk menghormati dua koresponden veteran, Philip Pullella dari Reuters dan Valentina Alazraki dari Noticieros Televisa Meksiko. Keduanya menghabiskan karir panjang mereka untuk meliput Vatikan.
Paus Fransiskus mengatakan, para jurnalis memiliki misi untuk menjelaskan dunia untuk membuatnya tidak terlalu kabur dan untuk membuat mereka yang hidup di dalamnya tidak terlalu takut. “Para wartawan perlu melarikan diri dari tirani untuk selalu online. Tidak semuanya bisa diceritakan melalui email, telepon, atau layar,” kata Paus Fransiskus.
Skandal pelecehan seksual menjadi berita utama pada tahun 2002, ketika harian Amerika Serikat, The Boston Globe menulis serangkaian artikel yang mengungkap pola pelecehan anak di bawah umur oleh para pendeta dan budaya penyembunyian yang meluas di dalam Gereja.
Sejak itu, berbagai skandal telah mengguncang Gereja di banyak negara. Yang terbaru di Prancis, di mana sebuah penyelidikan besar menemukan pada bulan Oktober bahwa para pendeta Prancis telah melakukan pelecehan seksual terhadap lebih dari 200.000 anak selama 70 tahun terakhir.
Para kritikus menuduh Paus Fransiskus menanggapi dengan terlalu lambat skandal tersebut, setelah ia menjadi Paus pada tahun 2013 dan mempercayai kata-kata rekan klerusnya daripada kata-kata para korban pelecehan.
Tetapi pada tahun 2018, Paus Fransiskus mencoba untuk mengatasi kesalahan masa lalu. Secara terbuka ia mengakui bahwa dia salah tentang sebuah kasus di Chili dan bersumpah bahwa Gereja tidak akan pernah lagi berusaha menutupi kesalahan seperti itu. Pada tahun 2019 ia menyerukan “pertempuran habis-habisan” melawan kejahatan yang harus “dihapus dari muka bumi.”
Paus memuji apa yang disebutnya “misi” jurnalisme dan mengatakan sangat penting bagi wartawan untuk keluar dari ruang redaksi mereka dan menemukan apa yang terjadi di dunia luar untuk melawan informasi yang salah, yang sering ditemukan secara online.
Baca Juga
“Terima kasih atas apa yang Anda katakan kepada kami tentang apa yang salah di Gereja, karena membantu kami untuk tidak menyembunyikannya di bawah karpet, dan untuk suara yang telah Anda berikan kepada para korban pelecehan,” kata Paus Fransiskus, seperti dikutip dari Arab News, Minggu (14/11/2021).
Pernyataan itu dilontarkan Paus Fransiskus ketika berbicara pada sebuah upacara untuk menghormati dua koresponden veteran, Philip Pullella dari Reuters dan Valentina Alazraki dari Noticieros Televisa Meksiko. Keduanya menghabiskan karir panjang mereka untuk meliput Vatikan.
Paus Fransiskus mengatakan, para jurnalis memiliki misi untuk menjelaskan dunia untuk membuatnya tidak terlalu kabur dan untuk membuat mereka yang hidup di dalamnya tidak terlalu takut. “Para wartawan perlu melarikan diri dari tirani untuk selalu online. Tidak semuanya bisa diceritakan melalui email, telepon, atau layar,” kata Paus Fransiskus.
Skandal pelecehan seksual menjadi berita utama pada tahun 2002, ketika harian Amerika Serikat, The Boston Globe menulis serangkaian artikel yang mengungkap pola pelecehan anak di bawah umur oleh para pendeta dan budaya penyembunyian yang meluas di dalam Gereja.
Sejak itu, berbagai skandal telah mengguncang Gereja di banyak negara. Yang terbaru di Prancis, di mana sebuah penyelidikan besar menemukan pada bulan Oktober bahwa para pendeta Prancis telah melakukan pelecehan seksual terhadap lebih dari 200.000 anak selama 70 tahun terakhir.
Para kritikus menuduh Paus Fransiskus menanggapi dengan terlalu lambat skandal tersebut, setelah ia menjadi Paus pada tahun 2013 dan mempercayai kata-kata rekan klerusnya daripada kata-kata para korban pelecehan.
Tetapi pada tahun 2018, Paus Fransiskus mencoba untuk mengatasi kesalahan masa lalu. Secara terbuka ia mengakui bahwa dia salah tentang sebuah kasus di Chili dan bersumpah bahwa Gereja tidak akan pernah lagi berusaha menutupi kesalahan seperti itu. Pada tahun 2019 ia menyerukan “pertempuran habis-habisan” melawan kejahatan yang harus “dihapus dari muka bumi.”
(esn)
Lihat Juga :
tulis komentar anda