Teroris Pembantai 51 Jamaah Masjid Christchurch Ingin Banding atas Vonis Bui Seumur Hidup
Senin, 08 November 2021 - 10:57 WIB
CHRISTCHURCH - Teroris yang membantai 51 jamaah dua masjid di Christchurch , Selandia Baru, pada Senin (8/11/2021) sedang mempertimbangkan untuk mengajukan banding atas hukuman penjara seumur hidup. Brenton Tarrant telah menembak mati puluhan jamaah pada 2019 lalu.
Menurut pengacaranya, Tarrant bermaksud mengajukan banding karena pengakuan bersalah yang dibuat setelah penembakan massal tahun 2019 diperoleh di bawah tekanan.
Tarrant, pria asal Australia yang aksinya dinyatakan sebagai tindakan terorisme oleh pemerintahh Selandia Baru, telah memproklamirkan diri sebagai bagian dari kelompok supremasi kulit putih.
Pada tahun lalu, dia mengaku bersalah atas 51 tuduhan pembunuhan, 40 percobaan pembunuhan dan satu tuduhan terorisme.
Dia dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat. Itu merupakan hukuman penjara seumur hidup pertama kali yang dijatuhkan di Selandia Baru.
Tarrant tidak memberikan pembelaan pada saat itu, tetapi pengacaranya; Tony Ellis, mengatakan kliennya mempertanyakan keputusannya untuk mengaku bersalah.
Ellis mengatakan narapidana terorisme berusia 31 tahun itu telah memberitahunya bahwa pengakuan bersalahnya diperoleh di bawah tekanan karena dia mengalami perlakuan tidak manusiawi dan merendahkan saat ditahan.
"Dia memutuskan bahwa jalan keluar paling sederhana adalah mengaku bersalah," kata Ellis kepada New Zealand Radio yang dilansir AFP.
Ellis dilaporkan mengambil alih sebagai pengacara Tarrant menjelang penyelidikan koroner atas penembakan Maret 2019 dan menyarankan kliennya untuk menggunakan hak bandingnya.
"Dia dijatuhi hukuman lebih dari 25 tahun, itu adalah hukuman tanpa harapan dan itu tidak diperbolehkan, itu pelanggaran terhadap Bill of Rights," kata Ellis.
Dipersenjatai dengan beberapa senjata semi-otomatis, Tarrant menyerang jamaah salat Jumat di Masjid Al Noor terlebih dahulu, sebelum pindah ke Masjid Linwood. Dia menyiarkan langsung aksi pembunuhan itu saat mencoba melarikan diri.
Korbannya semuanya Muslim dan termasuk anak-anak, wanita dan orang lanjut usia.
Selandia Baru tidak memiliki hukuman mati dan dalam vonis pada Agustus tahun lalu, Hakim Cameron Mander mengatakan dia menjatuhkan hukuman paling keras untuk tindakan "tidak manusiawi" Tarrant.
"Kejahatan Anda sangat jahat, bahkan jika Anda ditahan sampai mati, itu tidak akan menghabiskan persyaratan hukuman dan pengaduan," kata Mander saat itu.
Ellis menolak berkomentar ketika dihubungi oleh AFP, dengan mengatakan kliennya telah menginstruksikannya untuk berbicara hanya dengan outlet media lokal tertentu.
Tidak ada tanggapan segera dari Pengadilan Koroner.
Menurut pengacaranya, Tarrant bermaksud mengajukan banding karena pengakuan bersalah yang dibuat setelah penembakan massal tahun 2019 diperoleh di bawah tekanan.
Tarrant, pria asal Australia yang aksinya dinyatakan sebagai tindakan terorisme oleh pemerintahh Selandia Baru, telah memproklamirkan diri sebagai bagian dari kelompok supremasi kulit putih.
Pada tahun lalu, dia mengaku bersalah atas 51 tuduhan pembunuhan, 40 percobaan pembunuhan dan satu tuduhan terorisme.
Dia dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat. Itu merupakan hukuman penjara seumur hidup pertama kali yang dijatuhkan di Selandia Baru.
Tarrant tidak memberikan pembelaan pada saat itu, tetapi pengacaranya; Tony Ellis, mengatakan kliennya mempertanyakan keputusannya untuk mengaku bersalah.
Ellis mengatakan narapidana terorisme berusia 31 tahun itu telah memberitahunya bahwa pengakuan bersalahnya diperoleh di bawah tekanan karena dia mengalami perlakuan tidak manusiawi dan merendahkan saat ditahan.
"Dia memutuskan bahwa jalan keluar paling sederhana adalah mengaku bersalah," kata Ellis kepada New Zealand Radio yang dilansir AFP.
Ellis dilaporkan mengambil alih sebagai pengacara Tarrant menjelang penyelidikan koroner atas penembakan Maret 2019 dan menyarankan kliennya untuk menggunakan hak bandingnya.
"Dia dijatuhi hukuman lebih dari 25 tahun, itu adalah hukuman tanpa harapan dan itu tidak diperbolehkan, itu pelanggaran terhadap Bill of Rights," kata Ellis.
Dipersenjatai dengan beberapa senjata semi-otomatis, Tarrant menyerang jamaah salat Jumat di Masjid Al Noor terlebih dahulu, sebelum pindah ke Masjid Linwood. Dia menyiarkan langsung aksi pembunuhan itu saat mencoba melarikan diri.
Korbannya semuanya Muslim dan termasuk anak-anak, wanita dan orang lanjut usia.
Selandia Baru tidak memiliki hukuman mati dan dalam vonis pada Agustus tahun lalu, Hakim Cameron Mander mengatakan dia menjatuhkan hukuman paling keras untuk tindakan "tidak manusiawi" Tarrant.
"Kejahatan Anda sangat jahat, bahkan jika Anda ditahan sampai mati, itu tidak akan menghabiskan persyaratan hukuman dan pengaduan," kata Mander saat itu.
Ellis menolak berkomentar ketika dihubungi oleh AFP, dengan mengatakan kliennya telah menginstruksikannya untuk berbicara hanya dengan outlet media lokal tertentu.
Tidak ada tanggapan segera dari Pengadilan Koroner.
(min)
Lihat Juga :
tulis komentar anda