Bocorkan Data Sensitif, Hacker Rusia Minta Maaf pada Pangeran Mohammed bin Salman

Senin, 08 November 2021 - 10:25 WIB
Media-media Barat menduga permintaan maaf geng hacker itu atas tekanan Kremlin karena salah satu data yang dibocorkan menyebut bahwa Pangeran Mohammed bin Salman merupakan sekutu Presiden Rusia Vladimir Putin.



Sekadar diketahui, citra calon raja Arab Saudi telah tercoreng oleh skandal pembunuhan jurnalis pembangkang Saudi, Jamal Khashoggi. Kasus itu membuat sejumlah pemimpin dunia berupaya menjaga jarak dengan sang pangeran.

Allan Liska, seorang peneliti di perusahaan keamanan siber Recorded Future yang melacak ransomware, mengatakan bahwa para peretas pasti takut dengan potensi pembalasan dari negara-negara Arab.

“Terus terang, UEA mengirim tim pembunuhan untuk menangani orang yang tidak mereka sukai. AS dan Inggris tidak melakukan itu (lagi). Bahkan kelompok ransomware tunduk pada tekanan politik. Dugaan saya adalah mereka melakukan percakapan dengan seseorang di Kremlin yang mengatakan bahwa ini adalah ide yang buruk sehingga mereka menghapus datanya," kata Liska kepada Motherboard dalam obrolan online.

"Ini adalah cara mereka untuk menutupinya."

Tapi Brett Callow, seorang peneliti yang berfokus pada ransomware di Emsisoft, tidak begitu yakin.

“Ocehan gila dari seorang pemabuk? Entah itu atau pernyataan yang dimaksudkan untuk membingungkan dan mengaburkan. Asap dan cermin. Beberapa analis berspekulasi bahwa permintaan maaf itu adalah hasil dari tekanan dari pemerintah Rusia, tetapi itu tampaknya tidak mungkin,” katanya kepada Motherboard melalui email.

“Permintaan maaf publik seperti ini hanya akan mempermalukan individu yang disebutkannya. Juga, Conti telah memukul perusahaan yang berbasis di Saudi di masa lalu, jadi jelas tidak memiliki masalah beroperasi di bagian dunia itu.”

Peretas, bagaimanapun, mengatakan mereka akan terus mempublikasikan data yang diperoleh dari Graff, terutama sebanyak mungkin informasi Graff mengenai deklarasi keuangan yang dibuat oleh plutokrasi neo-liberal AS-Inggris-Uni Eropa, yang terlibat dalam pembelian yang sangat mahal ketika negara mereka hancur di bawah krisis ekonomi, pengangguran, dan COVID-19.nt
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More