Bocorkan Data Sensitif, Hacker Rusia Minta Maaf pada Pangeran Mohammed bin Salman

Senin, 08 November 2021 - 10:25 WIB
Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman. Geng hacker Rusia meminta maaf padanya karena membocorkan data sensitif keluarga Kerajaan Arab Saudi. Foto/REUTERS
RIYADH - Geng hacker Rusia meminta maaf kepada Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman karena membocorkan data-data sensitif keluarga kerajaan. Mereka mengaku tidak bermaksud membuat kesal orang terkuat kerajaan itu.

Kelompok peretas ransomware Conti pada Oktober 2021 lalu merilis ribuan file yang dicuri dari toko perhiasan Inggris; Graff.





Sekarang, para peretas ingin dunia tahu bahwa mereka menyesali tindakan pembocoran data tersebut karena baru menyadari ada tokoh yang sangat kuat di dalamnya.

Di antara data yang dibocorkan Conti, ada file sensitif milik selebriti seperti David Beckham, Oprah Winfrey, dan Donald Trump. Ada juga, menurut peretas itu sendiri, informasi milik keluarga Kerajaan Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Qatar.

"Kami menemukan bahwa data sampel kami tidak ditinjau dengan benar sebelum diunggah ke blog," tulis para peretas dalam pengumuman mereka, seperti dilansir The Times, Senin (8/11/2021).

“Conti menjamin bahwa informasi apa pun yang berkaitan dengan anggota keluarga Arab Saudi, UEA, dan Qatar akan dihapus tanpa paparan dan peninjauan apa pun.”

“Tim kami meminta maaf kepada Yang Mulia Pangeran Mohammed bin Salman dan setiap anggota keluarga kerajaan lainnya yang namanya disebutkan dalam publikasi atas ketidaknyamanan ini,” imbuh para peretas.

Peretas juga mengatakan bahwa selain mempublikasikan data di situs mereka, mereka tidak menjual atau memperdagangkannya, dan mulai sekarang mereka akan menerapkan proses peninjauan data yang lebih kaku untuk operasi apa pun di masa mendatang.

Media-media Barat menduga permintaan maaf geng hacker itu atas tekanan Kremlin karena salah satu data yang dibocorkan menyebut bahwa Pangeran Mohammed bin Salman merupakan sekutu Presiden Rusia Vladimir Putin.



Sekadar diketahui, citra calon raja Arab Saudi telah tercoreng oleh skandal pembunuhan jurnalis pembangkang Saudi, Jamal Khashoggi. Kasus itu membuat sejumlah pemimpin dunia berupaya menjaga jarak dengan sang pangeran.

Allan Liska, seorang peneliti di perusahaan keamanan siber Recorded Future yang melacak ransomware, mengatakan bahwa para peretas pasti takut dengan potensi pembalasan dari negara-negara Arab.

“Terus terang, UEA mengirim tim pembunuhan untuk menangani orang yang tidak mereka sukai. AS dan Inggris tidak melakukan itu (lagi). Bahkan kelompok ransomware tunduk pada tekanan politik. Dugaan saya adalah mereka melakukan percakapan dengan seseorang di Kremlin yang mengatakan bahwa ini adalah ide yang buruk sehingga mereka menghapus datanya," kata Liska kepada Motherboard dalam obrolan online.

"Ini adalah cara mereka untuk menutupinya."

Tapi Brett Callow, seorang peneliti yang berfokus pada ransomware di Emsisoft, tidak begitu yakin.

“Ocehan gila dari seorang pemabuk? Entah itu atau pernyataan yang dimaksudkan untuk membingungkan dan mengaburkan. Asap dan cermin. Beberapa analis berspekulasi bahwa permintaan maaf itu adalah hasil dari tekanan dari pemerintah Rusia, tetapi itu tampaknya tidak mungkin,” katanya kepada Motherboard melalui email.

“Permintaan maaf publik seperti ini hanya akan mempermalukan individu yang disebutkannya. Juga, Conti telah memukul perusahaan yang berbasis di Saudi di masa lalu, jadi jelas tidak memiliki masalah beroperasi di bagian dunia itu.”

Peretas, bagaimanapun, mengatakan mereka akan terus mempublikasikan data yang diperoleh dari Graff, terutama sebanyak mungkin informasi Graff mengenai deklarasi keuangan yang dibuat oleh plutokrasi neo-liberal AS-Inggris-Uni Eropa, yang terlibat dalam pembelian yang sangat mahal ketika negara mereka hancur di bawah krisis ekonomi, pengangguran, dan COVID-19.nt
(min)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More