Jenderal AS Kritik Ruwetnya Birokrasi Pentagon, China Sudah Tes Ratusan Senjata Hipersonik
Jum'at, 29 Oktober 2021 - 10:48 WIB
WASHINGTON - Petinggi militer Amerika Serikat (AS) Jenderal John Hyten mengkritik Pentagon yang dianggapnya terlalu birokratis hingga menghambat tes senjata hipersonik. Dia khawatir China telah menguji ratusan senjata hipersonik saat Pentagon terlalu birokratis.
Pernyataan Jenderal Hyten muncul dalam laporan CNN pada Kamis (28/10/2021), sepekan setelah uji senjata hipersonik AS yang gagal. Tak hanya itu, ketegangan antara AS dan China atas Taiwan makin memanas.
Menurut laporan terbaru, China diduga sukses uji coba rudal hipersonik baru yang dapat membawa hulu ledak nuklir pada Agustus.
Menyusul uji coba rudal hipersonik yang diklaim China, jenderal AS paling senior kedua di Pentagon itu menyatakan pertumbuhan militer China "menakjubkan" sementara pembangunan militer AS terhambat oleh birokrasi "brutal".
Menurut laporan itu, Jenderal John Hyten, Wakil Ketua Kepala Staf Gabungan AS yang akan pensiun, mendukung penilaian Menteri Pertahanan (Menhan) AS Lloyd Austin tentang China sebagai "ancaman bolak-balik". Di sisi lain, Rusia makin jadi sorotan terbesar.
"Menyebut China sebagai ancaman yang bolak-balik adalah istilah yang berguna karena kecepatan pergerakan China sangat menakjubkan," papar Hyten dikutip dalam laporan itu kepada wartawan di meja bundar Defense Writers Group.
Dia menambahkan, "Kecepatan mereka bergerak dan lintasan mereka akan melampaui Rusia dan Amerika Serikat jika kita tidak melakukan sesuatu untuk mengubahnya. Itu akan terjadi. Jadi saya pikir kita harus melakukan sesuatu."
Dia senada dengan atasan langsungnya, Ketua Kepala Gabungan Jenderal Mark Milley, dalam mengungkapkan kekhawatiran atas uji hipersonik China.
Milley menyebut ancaman rudal hipersonik China sebagai "sangat dekat" dengan apa yang dia sebut "momen Sputnik."
Sebutan itu tampaknya merujuk pada fakta Uni Soviet adalah yang pertama di dunia yang meluncurkan satelit buatan, mengambil tempat pertama dalam perlombaan luar angkasa yang benar-benar mengejutkan AS.
"Bukan hanya Amerika Serikat tetapi Amerika Serikat dan sekutu kami karena itulah hal yang benar-benar mengubah permainan," ujar Hyten.
Dia menekankan, "Jika hanya Amerika Serikat, itu akan menjadi masalah dalam lima tahun. Tetapi jika itu Amerika Serikat dan sekutu kita, saya pikir kita bisa baik untuk sementara waktu."
Pengembangan senjata hipersonik, menurut Hyten, menunjukkan perbedaan besar antara pendekatan AS dan China.
Dalam lima tahun terakhir, dia mengklaim, AS telah melakukan sembilan tes hipersonik, sedangkan "China telah melakukan ratusan."
"Satu digit versus ratusan bukanlah tempat yang baik," papar Hyten.
Dia memperingatkan, "Sekarang itu tidak berarti bahwa kita tidak bergerak cepat dalam proses pengembangan hipersonik, apa yang dikatakannya kepada Anda adalah bahwa pendekatan kita terhadap pengembangan pada dasarnya berbeda."
Secara eksplisit, sang jenderal mengecam pendekatan AS terhadap uji coba senjata baru yang gagal, membahas uji coba rudal hipersonik yang gagal pekan lalu oleh militer AS.
Saat itu, tes senjata hipersonik gagal setelah pendorong roket yang dirancang untuk mempercepat kendaraan luncur ke kecepatan hipersonik rusak.
Secara khusus, Hyten memuji pendekatan pengembangan senjata di Korea Utara (Korut), “Pemimpin Korut Kim Jong-un memutuskan tidak membunuh ilmuwan dan insinyur ketika mereka gagal, dia memutuskan mendorongnya dan membiarkan mereka belajar dari kegagalan."
"Dan mereka melakukannya. Jadi ekonomi terbesar ke-118 di dunia telah membangun kemampuan nuklir ICBM karena mereka menguji dan gagal serta memahami risiko," ujar dia.
Pentagon Birokratis dan Lambat
Dia juga mendesak penggantinya yang belum disebutkan namanya untuk "fokus pada kecepatan dan memasukkan kembali kecepatan dalam proses Pentagon dalam apa pun yang dia sentuh."
"Meskipun kita membuat kemajuan kecil, Departemen Pertahanan masih sangat birokratis dan lambat. Kita bisa pergi cepat jika kita mau, tetapi birokrasi yang kita buat sangat brutal," tutur dia.
Namun, sang jenderal menolak merinci tentang apa yang diketahui tentang dugaan uji coba rudal hipersonik China musim panas ini. Dia hanya mengatakan itu terjadi dan itu "sangat memprihatinkan."
Dia menekankan Rusia adalah ancaman paling langsung bagi AS, dengan menyebut lebih dari 1500 senjata nuklir yang dikerahkan Rusia, dan China memiliki sekitar 20%.
Menurut Hyten, senjata hipersonik dan nuklir China hanya sebagian terkait Taiwan, oleh karena itu mereka "dimaksudkan untuk AS".
“Kita harus mengasumsikan itu, dan kita harus merencanakan itu, dan kita harus siap untuk itu, dan itulah posisi yang mereka tempatkan kepada kita dengan senjata yang mereka buat,” papar dia.
Hyten sebelumnya adalah kepala Komando Strategis AS, saat ia mengawasi persenjataan nuklir negara itu dan mengawasi ancaman-ancaman strategis.
Pernyataan Jenderal Hyten muncul dalam laporan CNN pada Kamis (28/10/2021), sepekan setelah uji senjata hipersonik AS yang gagal. Tak hanya itu, ketegangan antara AS dan China atas Taiwan makin memanas.
Menurut laporan terbaru, China diduga sukses uji coba rudal hipersonik baru yang dapat membawa hulu ledak nuklir pada Agustus.
Menyusul uji coba rudal hipersonik yang diklaim China, jenderal AS paling senior kedua di Pentagon itu menyatakan pertumbuhan militer China "menakjubkan" sementara pembangunan militer AS terhambat oleh birokrasi "brutal".
Menurut laporan itu, Jenderal John Hyten, Wakil Ketua Kepala Staf Gabungan AS yang akan pensiun, mendukung penilaian Menteri Pertahanan (Menhan) AS Lloyd Austin tentang China sebagai "ancaman bolak-balik". Di sisi lain, Rusia makin jadi sorotan terbesar.
"Menyebut China sebagai ancaman yang bolak-balik adalah istilah yang berguna karena kecepatan pergerakan China sangat menakjubkan," papar Hyten dikutip dalam laporan itu kepada wartawan di meja bundar Defense Writers Group.
Dia menambahkan, "Kecepatan mereka bergerak dan lintasan mereka akan melampaui Rusia dan Amerika Serikat jika kita tidak melakukan sesuatu untuk mengubahnya. Itu akan terjadi. Jadi saya pikir kita harus melakukan sesuatu."
Dia senada dengan atasan langsungnya, Ketua Kepala Gabungan Jenderal Mark Milley, dalam mengungkapkan kekhawatiran atas uji hipersonik China.
Milley menyebut ancaman rudal hipersonik China sebagai "sangat dekat" dengan apa yang dia sebut "momen Sputnik."
Sebutan itu tampaknya merujuk pada fakta Uni Soviet adalah yang pertama di dunia yang meluncurkan satelit buatan, mengambil tempat pertama dalam perlombaan luar angkasa yang benar-benar mengejutkan AS.
"Bukan hanya Amerika Serikat tetapi Amerika Serikat dan sekutu kami karena itulah hal yang benar-benar mengubah permainan," ujar Hyten.
Dia menekankan, "Jika hanya Amerika Serikat, itu akan menjadi masalah dalam lima tahun. Tetapi jika itu Amerika Serikat dan sekutu kita, saya pikir kita bisa baik untuk sementara waktu."
Pengembangan senjata hipersonik, menurut Hyten, menunjukkan perbedaan besar antara pendekatan AS dan China.
Dalam lima tahun terakhir, dia mengklaim, AS telah melakukan sembilan tes hipersonik, sedangkan "China telah melakukan ratusan."
"Satu digit versus ratusan bukanlah tempat yang baik," papar Hyten.
Dia memperingatkan, "Sekarang itu tidak berarti bahwa kita tidak bergerak cepat dalam proses pengembangan hipersonik, apa yang dikatakannya kepada Anda adalah bahwa pendekatan kita terhadap pengembangan pada dasarnya berbeda."
Secara eksplisit, sang jenderal mengecam pendekatan AS terhadap uji coba senjata baru yang gagal, membahas uji coba rudal hipersonik yang gagal pekan lalu oleh militer AS.
Saat itu, tes senjata hipersonik gagal setelah pendorong roket yang dirancang untuk mempercepat kendaraan luncur ke kecepatan hipersonik rusak.
Secara khusus, Hyten memuji pendekatan pengembangan senjata di Korea Utara (Korut), “Pemimpin Korut Kim Jong-un memutuskan tidak membunuh ilmuwan dan insinyur ketika mereka gagal, dia memutuskan mendorongnya dan membiarkan mereka belajar dari kegagalan."
"Dan mereka melakukannya. Jadi ekonomi terbesar ke-118 di dunia telah membangun kemampuan nuklir ICBM karena mereka menguji dan gagal serta memahami risiko," ujar dia.
Pentagon Birokratis dan Lambat
Dia juga mendesak penggantinya yang belum disebutkan namanya untuk "fokus pada kecepatan dan memasukkan kembali kecepatan dalam proses Pentagon dalam apa pun yang dia sentuh."
"Meskipun kita membuat kemajuan kecil, Departemen Pertahanan masih sangat birokratis dan lambat. Kita bisa pergi cepat jika kita mau, tetapi birokrasi yang kita buat sangat brutal," tutur dia.
Namun, sang jenderal menolak merinci tentang apa yang diketahui tentang dugaan uji coba rudal hipersonik China musim panas ini. Dia hanya mengatakan itu terjadi dan itu "sangat memprihatinkan."
Dia menekankan Rusia adalah ancaman paling langsung bagi AS, dengan menyebut lebih dari 1500 senjata nuklir yang dikerahkan Rusia, dan China memiliki sekitar 20%.
Menurut Hyten, senjata hipersonik dan nuklir China hanya sebagian terkait Taiwan, oleh karena itu mereka "dimaksudkan untuk AS".
“Kita harus mengasumsikan itu, dan kita harus merencanakan itu, dan kita harus siap untuk itu, dan itulah posisi yang mereka tempatkan kepada kita dengan senjata yang mereka buat,” papar dia.
Hyten sebelumnya adalah kepala Komando Strategis AS, saat ia mengawasi persenjataan nuklir negara itu dan mengawasi ancaman-ancaman strategis.
(sya)
tulis komentar anda